Headlines
Loading...
Meningkatnya Anak Menderita Kencing Manis, Tak Butuh Solusi yang Hanya Terlihat Manis

Meningkatnya Anak Menderita Kencing Manis, Tak Butuh Solusi yang Hanya Terlihat Manis

Oleh. Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis data yang menunjukkan peningkatan penderita kencing manis (diabetes) pada anak sebesar 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding tahun 2010. Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron juga menyatakan bahwa pasien anak yang menderita diabetes meningkat sekitar 1000 kasus pada 2022 dibandingkan 2018. Menurut pendiri sekaligus CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI), Diah Saminarsih hal ini menunjukkan bahwa anak-anak  telah mengadopsi pola hidup tidak sehat. Makanan dan minuman manis yang begitu mudah dijangkau sementara kebijakan pemerintah sejauh ini dianggap belum cukup melindungi. Oleh karena itu CISDI mendesak pemerintah segera mengintervensi situasi ini dengan mengenakan cukai pada minuman berpemanis hingga 20% dari harga minuman. (bbc.com, 06/01/2023).

Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Diabetes pada umumnya terjadi akibat gaya hidup tidak sehat yang menyebabkan akumulasi menumpuknya kadar gula dalam darah dan berada di atas ambang batas normal yang bersifat kronis dan panjang. Diabetes adalah jenis penyakit yang tidak bisa disembuhkan baik pada orang dewasa maupun anak-anak namun bisa dikontrol dengan obat yang telah ditentukan dokter. Sungguh sangat menyedihkan ketika anak-anak yang masih sedang dalam masa pertumbuhan harus mengkonsumsi obat setiap harinya karena menderita penyakit ini. 

Preventif adalah langkah paling ideal yang harus dilakukan agar jumlah penderita diabetes terutama pada anak tidak semakin meluas. Namun langkah preventif masih sulit dilakukan di negeri ini mengingat kebijakan pemerintah selama ini justru seolah berpihak pada makanan dan minuman manis yang menjadi sumber diabetes. 

Kebutuhan gula yang begitu tinggi di dalam negeri tidak dibatasi namun justru difasilitasi dengan mengimpor gula sebanyak 4.641.000 ton pada Januari 2023 dimana sebanyak 3,6 juta ton diantaranya adalah untuk industri makanan dan minuman. Bencana kesehatan tak menjadi suatu hal relevan yang harus dipikirkan ulang ketika mengimpor gula karena permintaan para pemilik modal dalam indutri makanan dan minuman yang demikian tinggi. 

Pencegahan yang hanya berkutat pada himbauan untuk menghindari makanan dan  minuman manis tentu tak akan cukup sementara produk yang mengandung kadar gula tinggi bertebaran. Kecenderungan anak untuk menyukai makanan dan minuman manis adalah wajar apalagi dengan kemasan yang menarik. Maka tentu butuh regulasi negara yang benar-benar melindungi rakyatnya dari makanan dan minuman tidak sehat, bukan sekedar slogan yang terlihat manis. Sistem kapitalis yang menomorsatukan materi membuat kebijakan negara selalu berdasarkan keuntungan dan berpihak pada mereka yang bermodal besar meski harus mengorbankan rakyat. 

Sementara dalam Islam adalah tanggung jawab negara melindungi rakyatnya termasuk dalam makanan dan minuman yang beredar. Negara  akan memastikan makanan dan minuman bukan hanya halal tetapi juga baik. Firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala, 

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh ynag nyata bagimu." (Q.S. Al Baqarah: 168).

Kebijakan pemimpin dalam Islam akan selalu berdasarkan syariat yang telah ditetapkan Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Kebijakan yang diambil akan selalu melindungi rakyat secara keseluruhan, bukan menomorsatukan kepentingan para pemilik modal karena bukan keuntungan materi yang dikejar. Ketika Islam telah digunakan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan maka hanya ridho Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang menjadi tujuan dengan keyakinan penuh bahwa hanya Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu a’lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: