Oleh. Ummu Hanik
Hari Minggu, Ali dan Fatimah membantu ibunya di dapur. Kali ini, mereka akan membuat pisang goreng. Ibu baru saja mendapat kiriman setandan pisang dari paman. Kata paman, pisang itu hasil dari kebun sendiri. Pisang kepok yang matang dan ranum. Kata Ibu, enak kalau dibuat kolak dan digoreng.
"Ali, tolong pisangnya dikupas, dan Fatimah kamu yang bantu mengaduk adonan tepung. Jangan lupa kasih gula sedikit." Perintah ibu snil sibuk menyiapkan kompor dan wajan penggorengan.
"Ibu, pisangnya banyak sekali. Apa kita goreng semua?" tanya Ali.
"Iya, kita goreng semua. Nanti separuhnya kita antar ke rumah Budhe Wati. Di rumah Budhe Wati kan sekarang anak-anaknya lagi berkumpul," jawab ibu.
Setelah semua siap, proses penggorengan dimulai. Satu demi satu pisang yang dibaluri adonan digoreng. Bau harum pisang goreng membuat Ali dan Fatimah tak sabar ingin mencicipi.
"Sebentar, masih panas. Nunggu dingin dulu ya." Cegah ibu saat melihat Ali dan Fatimah mau mengambil pisang goreng.
Setelah dingin, Ali dan Fatimah segera melahap pisang goreng. Sementara, Ibu terlihat sedang menata pisang goreng di keranjang makanan yang akan dikasihkan ke Budhe Wati.
"Ali, Fatimah, antarkan pisang goreng ini ke rumah Budhe Wati. Ingat jangan dimakan. Kalian kan sudah merasakan. Dan masih ada beberapa pisang yang disimpan ibu untuk kalian makan sepulang dari Budhe Wati. Hati-hati di jalan. Jangan sampai tumpah," pesan Ibu. Ali dan Fatimah mengangguk. Mereka berpamitan dan melangkahkan kakinya menuju rumah Budhe Wati.
Rumah Budhe Wati ada di ujung desa. Jarak dengan rumah Ali sekitar 1 kilometer. Baru berjalan sebentar, Fatimah merengek minta pisang goreng ke kakaknya.
"Kak, minta pisang goreng dong. Fatimah lapar nih.," kata Fatimah.
"Yah, Fatimah ini kan baru jalan sebentar, masak sudah lapar. Lagian pisang goreng ini kan buat Budhe Wati," jawab Ali.
"Kak, kan cuma berkurang satu buah saja. Paling Budhe Wati juga ga tahu kalau berkurang satu." Rengek Fatimah.
"Fatimah, ingat pesen Ibu. Pisang goreng ini buat Budhe Wati. Jadi, yang sabar ya..." Ali mencoba menenangkan Fatimah.
Sampai di pertigaan jalan, Ali dan Fatimah bertemu dengan Bu Titin, tetangga sebelah rumah.
"Ali, kamu bawa apa Nak?" tanya bu Titin.
"Bawa pisang goreng Bu." jawab Ali.
"Banyak sekali pisang gorengnya. Ibu beli separuh ya?" Pinta Bu Titin.
"Maaf Bu Titin, pisang gorengnya tidak dijual. Ini mau Ali antarkan ke rumah Budhe Wati," jawab Ali.
"Ali, ibu beli separuh saja. Paling Budhe Wati juga ga tahu jumlahnya berapa pisang goreng itu." Desak Bu Titin.
"Iya Kak, jual separuh saja. Kita kan bisa dapat uang." Fatimah ikutan merayu kakaknya.
"Maaf Bu Titin, pisang goreng ini tidak dijual. Ali dapat amanah dari Ibu untuk mengantarkan ke Budhe Wati. Kata Bu Ani guru agama, amanah harus disampaikan kepada pemiliknya," jawab Ali.
"Tapi Budhe Wati kan tidak tahu jumlah pisang goreng yang kamu bawa. Jadi, tidak masalah kamu jual separo." Kata Bu Titin merayu.
"Maaf Bu Titin, budhe Wati memang tidak tahu jumlah pisang yang Ali bawa. Tapi Allah Maha Melihat apa yang jadi amanah Ali." Kata Ali.
Mendengar jawaban Ali, Bu Titin tertegun.
Baru kali ini ada anak yang punya pendirian kuat. Pemahaman Ali tentang amanah ternyata luas sekali.
"Wah, Bu Titin bangga padamu Ali. Ya sudah, sekarang antarkan pisang goreng itu pada budhe Wati. Bu Titin tidak jadi beli." Kata Bu Titin sambil tersenyum.
Ali dan Fatimah pun melanjutkan perjalanan. Sampai di rumah Budhe Wati, diserahkan pisang goreng pemberian ibu. Budhe Wati senang sekali menerima pisang goreng itu. Sebagai ucapan rasa terima kasih, budhe Wati memberi uang saku buat Ali dan Fatimah. Ali dan Fatimah menerima dengan hati gembira. Mereka merasa lega karena sudah bisa menyampaikan amanah dengan baik kepada pemiliknya. [ ]
0 Comments: