OPINI
Misteri di Balik Kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji
Oleh. Yuki Zaliah
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
Artinya:
Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS. Al-Hajj ayat 27)
Pergi ke tanah suci merupakan impian bagi orang-orang yang beriman. Terutama dalam melaksanakan rukun Islam kelima. Kaum Muslim dari berbagai belahan dunia bersama-sama memutari Ka'bah. Dari kulit putih hingga kulit hitam. Mengunjungi rumah Allah di tanah haram adalah kebahagiaan.
Tidak heran, jika antrian naik haji di Indonesia begitu panjang. Bagi pendaftar dengan jalur regular harus menunggu puluhan tahun demi bisa berhaji. Menabung rupiah demi rupiah sebagai ongkos naik haji. Memang haji adalah ibadah yang membutuhkan pengorbanan lengkap dari harta, jiwa, tenaga, serta kesabaraan karena antrian yang begitu lama.
Namun, di tahun 2023, kesabaran calon jamaah haji kembali diuji. Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama mengusulkan biaya naik haji di tahun 2023 jadi 69,19 juta rupiah. (news.detik.com)
Tentu hal ini mengagetkan karena kenaikan ini mencapai 73% dari biaya semula 39,8 juta. Tidak sedikit pihak yang menolak dan mempertanyakan usulan tersebut. Lha kok bisa? Ada apa? Usut punya usut, ternyata ada beberapa faktor yang membuat terjadinya kenaikan biaya perjalanan naik haji.
Alasan pertama kenaikan pembiayaan yang mencolok yakni kenaikan biaya akomodasi selama berada di Arab Saudi. Kedua, karena adanya inflasi nilai mata uang rupiah. Dan alasan ketiga yang paling membuat kenaikan signifikan adalah diturunkannya nilai manfaat yang didapatkan dari hasil pengelolaan keuangan haji. Yang awalnya 59% akan diturunkan menjadi 30%. Otomatis calon jamaah haji harus membayar 70% dari total biaya naik haji regular yang seharusnya 98,89 juta. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu keuangan pemberangkatan haji di tahun-tahun berikutnya.
Ya, begitulah cara sistem kapitalisme dalam menjalankan permainan ekonomi. Semua ditentukan dengan uang. Segala hal yang berkaitan dengan uang dan di sana berpotensi menghasilkan banyak uang maka diambilkan peluang itu untuk dicari keuntungannya sebanyak mungkin. Termasuk dalam pengelolaan dana haji. Uang dari calon jamaah haji yang sedang mengantri panjang dimanfaatkan, diambil keuntungannya di sana. Sehingga mampu menjadi sumber subsidi untuk calon jamaah haji.
Perlu melakukan analisa kemana dana haji ini digunakan dan apa yang dimaksud pengelolaan di sana. Apakah penggunaan dana haji yang menghasilkan keuntungan ini termasuk ke dalam riba atau tidak? Dalam sistem kapitalisme umat Islam semakin sulit membedakan benar salah dan halal haram. Berbagai spekulasi dan asumsi pun muncul dalam benak umat tentang penggunaan dana haji. Membuat berbagai pihak saling mencurigai. Namun, di sini yang paling menjadi korban adalah para calon jamaah haji yang tidak mendapat kepastian.
Lalu bagaimana Islam dalam memandang pengelolaan dana haji ini?
Biaya perjalanan naik haji yang telah disetorkan oleh para jamaah haji ini termasuk akad tabungan, sehingga haram bagi pengelola menggunakan dana tersebut untuk kepentingan selain memang untuk perjalanan para calon jamaah haji tersebut. Namun, jika calon jamaah haji tidak tahu menahu soal ini ya tidak ada pertanggungjawaban di sana karena ketidaktahuan.
Lalu kalau tidak dikelola untuk diambil keuntungan dari dana tersebut berarti para calon jamaah haji harus membayar biaya perjalanan haji lebih mahal lagi?
Perlu dipahami bahwa Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik-baik. Dari niat sampai terlaksanakannya rukun haji harus baik dan sesuai syariat Islam. Niat harus tepat karena Allah Swt. Kemudian dalam mencari harta yang digunakan untuk membiayai naik haji juga harus dari harta yang halal. Maka seharusnya tidak boleh mencampurkan dana manfaat ini dengan dana haji. Di sini muncul pertanyaan, berarti pembiayaan perjalanan naik haji lebih mahal dong? Ya memang begitu. Dalam sistem kapitalisme semua serba mahal karena apa-apa perlu uang.
Dalam sistem Islam ibadah haji bisa dilaksanakan dengan mudah dan murah bahkan bisa gratis. Mengapa bisa demikian? Berbeda dari sistem kapitalisme yang mensubsidi biaya naik haji menggunakan hasil manfaat dana haji yang disetorkan oleh calon jamaah haji, dalam sistem Islam negara akan memaksimalkan pendapatan negara dari berbagai sumber, salah satunya sumber daya alam. Sumber daya alam dikelola oleh negara (bukan dikelola oleh swasta seperti sekarang) dan digunakan semaksimal mungkin untuk mensejahterakan rakyatnya. Nah, dengan itulah negara mampu mensubsidi biaya perjalanan haji.
Pemerintah Islam memahami bahwa ibadah haji adalah ibadah wajib bagi umat Islam yang berkemampuan melakukannya. Sehingga negara akan berupaya semaksimal mungkin agar rakyatnya bisa melaksanakan haji dengan mudah tanpa terkendala biaya. Negara akan memfasilitasi dengan kualitas terbaik untuk melayani tamu Allah Swt dalam melaksanakan rukun Islam ke-5 ini.
Selain itu, negara Islam mampu menghimpun negeri-negeri Islam di seluruh dunia untuk menjadi satu kesatuan sehingga tidak diperlukan pembiayaan seperti visa dan passport. Prosesnya juga akan lebih cepat karena ada dalam satu kendali yakni negara Islam. Negeri-negeri Islam akan saling memudahkan dan meringankan para tamu Allah Swt tanpa mengambil keuntungan seperti yang terjadi sekarang ini. Sehingga ibadah haji bisa dilakukan sepenuh hati, tanpa ada lagi misteri di balik pelaksanaannya.
Wallahu'alam bishowab.
0 Comments: