Headlines
Loading...
Oleh. Ratih Ummu Fasayu

"Sasa enggak mau sekolah, Sasa mau sama Umi aja di rumah ...." rengekan Sasa menarik perhatian beberapa teman sekolahnya juga para guru di sekolahnya. Beberapa guru mulai membantu umi untuk membujuk Sasa masuk ke kelas, namun hasilnya nihil. Sasa tetap bersikeras tidak mau masuk kelas, padahal sudah sampai depan gerbang sekolah.

Ini hari kedua, Sasa mendadak tidak mau masuk sekolah. Yang membuat heran umi juga abinya, Sasa mogok setiap kali sudah sampai depan gerbang. Dari rumah tampaknya baik-baik saja, entah karena tidak berani mengatakan yang sebenarnya dari rumah, atau entah kenapa. 

Umi masih berusaha membujuk Sasa, bahkan hari ini sampai mengantar ke depan kelas, namun Sasa justru semakin histeris tidak mau masuk ke kelas. 

Anna, salah seorang teman Sasa juga beberapa teman lainnya sampai keluar kelas dan ikut membujuk Sasa, "Ayo, Sa, kita masuk kelas. Nanti kamu duduk paling depan, kok, jadinya enggak tertutup teman lainnya." 

Namun, usaha teman-teman Sasa belum membuahkan hasil. Sembari menahan emosi, akhirnya umi membawa Sasa pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, umi diam seribu bahasa. Beberapa buku umi keluarkan dari tas Sasa, dan umi meminta Sasa untuk mengerjakan sejumlah soal. Sasa diam menurut saja dengan perintah umi. 

"Mbak Sasa ... kamu enggak sekolah lagi? Mbak Sasa libur, ya?" pertanyaan Dek Saif memecah keheningan di ruang tengah rumah mereka. Dan Sasa hanya menggelengkan kepalanya, mendengar pertanyaan adik laki-lakinya itu. 

Dua jam berlalu, setelah selesai membereskan tugas domestiknya, umi menghampiri Sasa dan Saif di ruang tengah. 

"Masyaallah, Dek Saif pinter sekali mewarnainya." Umi memuji hasil karya Saif mewarnai sebuah gambar kendaraan berat. 

"Makasih, Umi. Ini Saif juga sudah selesai menebalkan huruf-huruf," kepolosan Saif meluluhkan hati umi. Raut muka umi yang sedari tadi tampak murung, mendadak cerah mendengar celotehan Saif. 

"Kamu udah selesai, Mbak?" Umi beralih ke Mbak Sasa. 

"Udah, Mi," singkat Sasa menjawab pertanyaan umi. Ada rasa bersalah dalam hati Sasa, hingga ia terlihat lebih pendiam dari biasanya. 

"Mbak Sasa sich sebenarnya kenapa, kok enggak mau masuk sekolah?" pelan-pelan umi mencoba menggali alasan Sasa tidak mau sekolah. 

"Sasa bosan pulang jam 1 siang, Mi, pengennya pulang jam 11, gitu." Sasa akhirnya mengutarakan alasannya tidak mau sekolah. 

"Hemm, Mbak Sasa kan dari awal masuk sekolah sudah tahu, kalo sekolah di SD Insan Cendekia pulang jam 1 siang, memang berbeda dengan Sekolah Dasar pada umumnya." Umi mencoba menjelaskan dengan bahasa se-sederhana mungkin.

"Sekolah Mbak Sasa punya alasan, kenapa memulangkan siswanya jam 1 siang. Pihak sekolah memastikan agar siswanya sudah salat Zuhur dan makan siang sebelum pulang, kenapa harus begitu? Karena sekolah ingin membangun habits baik untuk semua siswanya." Sasa tampak mulai berubah, tak semurung pagi tadi. 

"Jadi, sebenarnya dengan memulangkan jam 1 siang, sekolah ingin para siswanya jadi anak baik, Mi?" Suasana komunikasi antara Sasa dan umi mulai mencair dan terasa hangat. 

"Iya, Sayang, salah satu caranya begitu. Umi dan Abi menyekolahkan Mbak Sasa di SD Insan Cendekia adalah untuk menimba tsaqafah Islam juga mencari lebih banyak teman dan sahabat sesama muslim. Kan Mbak Sasa seneng punya temen banyak?" 

"Iya, seneng, Sasa besok mau sekolah, Mi." Wajah ceria Sasa telah kembali. 

"Alhamdulillah, makasih ya, Mbak Sasa." Umi memeluk dan mencium kening Sasa. 

"Kok makasih, Mi? Harusnya Sasa yang bilang terima kasih, karena Umi enggak marahin Sasa, padahal Sasa salah, maafin Sasa, ya, Mi. Juga makasih karena sudah menjadi umi yang sangat lembut dan enggak mudah marah." Sasa memeluk umi begitu erat. 

"Masyaallah, alhamdulilah ... Umi juga sayaaaaang sekali dengan Mbak Sasa, Dek Saif juga Mas Hammad." 

Senyum merekah diantara umi dan Sasa, dan Dek Saif masih asyik dengan buku mewarnainya. 

"Mbak Sasa tahu enggak? Kalo salah satu Asmaul Husna ada yang artinya Maha Lembut?"

"Belum tahu, Mi." 

"Iya, jadi salah satu nama yang baik bagi Allah adalah Al Latif, yang artinya Yang Maha Lembut. Karenanya, sebagai seseorang yang mengimani Allah, kita juga harus mengimani semua sifat-sifatNya, salah satunya dengan menjadi manusia yang berhati lembut, sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw." 

Sasa hari ini belajar bahwa salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslimah yaitu hati yang lembut dan tidak mudah marah.

Baca juga:

0 Comments: