Headlines
Loading...
Oleh. Vivi Nurwida

"Adik, bangun! Ayo, bangun!" Ara mencoba membangunkan dengan lembut adiknya yang masih tertidur pulas. Sementara, Zia tidak mempedulikan suara alarm jam weker yang terus berbunyi dengan nyaring, apalagi suara lembut kakaknya yang mencoba membangunkannya.

Nampaknya, mata Zia masih begitu berat untuk diajak kompromi. Ara mencoba membangunkan Zia kembali dengan sedikit memaksa.

"Adik, ayo! Cepat! Keburu azan loh" ucap Ara kembali dengan sedikit kesal karena adiknya susah dibangunkan. Ia takut terlewat untuk melaksanakan salat tahajud.


"Hmmm...bentar, Kak" Zia menarik kembali selimutnya. Kedua telinganya ditutup dengan kedua tangannya.

"Astaghfirullah, anak ini!" Ara membuka selimut adiknya itu.

"Ayo dong!! Ya udah aku duluan loh!" ucap Ara sambil menggoyang-goyangkan badan Zia yang masih terbaring di atas kasur.


"Hu....hu....huu...." Zia pun akhirnya menangis karena merasa kakaknya tidak sabar dalam membangunkannya.  Zia masih ingin melanjutkan mimpi indahnya.

***
Ara segera merapikan tempat tidurnya yang bersebelahan dengan adiknya itu. Zia masih asyik di tempat tidurnya. Sesekali matanya sedikit  terbuka, tapi kantuknya lebih berat. Akhirnya tertidur kembali. 

Ara beranjak dari kamar bersegera mengambil air wudu dan melaksanakan salat tahajud dua rakaat. Usai berdzikir dan berdoa ia mencoba membangunkan adiknya kembali.

"Dek, ayo. Bentar lagi azan." Ara menggoyang-goyangkan badan adiknya agar segera bangun.

"Hmm..mm" Zia membuka matanya perlahan. Perlahan pula  tertutup kembali. Matanya terasa  lengket, sulit untuk dibuka.

Ara beranjak mengambil air, lalu memercikkan air ke wajah adiknya itu.

"Kakak!" Zia mengusap percikan air di wajahnya. 

"Mau salat tidak?" lanjut Ara.

"Iya, iya" jawab Zia sambil mengucek-ngucek matanya.

Bunda yang sedari tadi mendengarkan kegaduhan di kamar mereka berdua, akhirnya datang.  Terlihat Zia tertidur sambil duduk bersandar. 

"Ada apa ini kok rame aja Bunda dengerin dari tadi?" tanya Bunda.

"Ini loh Bun, adik susah banget dibangunin. Katanya kemarin pengen salat tahajud." jawab Ara.

"Ya sudah gak pa pa, besok dicoba lagi" jawab Bunda.

***
Azan subuh berkumandang. Ara dan Bunda menjawab azan. Sementara, Zia masih berusaha mengusir rasa kantuknya. Sesekali ia terdengar berbisik menjawab azan dengan lemas.

"Adek. Ayo, ambil wudu dulu!" pinta Bunda.

Kak Ara mencoba memercikkan air kembali ke wajah Zia. Matanya mulai bisa dibuka. Dibacanya doa bangun tidur dan beranjak dari tempat tidurnya. Cepat-cepat ia pergi ke dapur. Duduk dan minum segelas air putih dan dilanjut ke kamar mandi untuk berwudu.

Zia tidak ingin ketinggalan salat berjamaah dengan kak Ara dan Bunda. Mukenah ungu miliknya segera dipakai dan ikut salat subuh bersama dilanjutkan zikir dan doa.

"Alhamdulillah, sudah salat Subuh" ucap Zia.

"Ayo, bilang apa sama kakak? Sudah dibantuin biar tidak terlambat salat subuhnya?" ucap Bunda. 

"Makasih Kak" 
"Tapi, kakak tadi loh sama marah-marah, Bun banguninnya" lanjut Zia.

"Lha kamu susah banget dibanguninnya." jawab Ara, kesal.

"Sudah, sudah. Jangan malah berantem!" pinta Bunda.

"Semangat ya. Para pejuang Subuh. Untuk menegakkan tiang agama. Gimana hadis nya?" tanya Bunda.

الصلاة عماد الدين

"Salat itu tiang agama," jawab Zia dengan penuh semangat. Ia menghafal hadis singkat ini sejak di bangku Taman Kanak-kanak.

"Katanya, salat Subuh juga disaksikan malaikat ya Bun?" tanya Ara.

"Betul, Nak. Jadi jangan sampai kita rugi. Kalah sama ngantuknya dan ketinggalan salat Subuhnya. Jadi semangat untuk berjuang lagi besok? Bisa bangun pagi tanpa marah-marah?" 

"Siap Bunda" jawab keduanya dengan kompak.

"Bantuin aku lagi ya Kak biar bisa bangun pagi" pinta Zia kepada kakaknya.

"Eh...tapi jangan sama marah-marah" imbuh Zia.

"Iya..iya. Tapi, kamu juga jangan rewel!" jawab Ara.

"Oke" jawab Zia sepakat.

Sejak saat itu keduanya sepakat saling membantu dengan lebih baik. Siapa yang bangun duluan, akan membantu saudaranya. Mereka berdua berjuang untuk tidak terlambat bangun Subuh.

Baca juga:

0 Comments: