Headlines
Loading...
Oleh. Ana Mujianah 

Sore itu, Faza janjian dengan Aldi dan Aldo untuk bermain sepak bola di lapangan komplek. Setelah salat Asar, Faza pun bergegas mengambil sepatu dan kaos kaki panjang.

"Bu, Faza pergi dulu ya!" teriak Faza dari teras sambil memakai sepatu.

"Abang Faza, mau kemana?" Sambil menggendong adik Husna, Bunda Yana menyusul Faza ke teras.

"Mau main bola, Bund. Sama Aldi," jawab Faza.

"Bisa jagain adik Husna dulu sebentar nggak, Bang? Bunda mau salat Asar. Nanti kalau Bunda tinggal, adik Husna merangkak kemana-mana," tanya bunda.

"Ah, Bunda! Nanti Faza telat, Bund. Sudah ditungguin sama teman-teman. Biarin aja adek Husna sendirian aja!" tolak Faza sambil cemberut.

"Faza?" Mata Bunda Yana melebar menatap Faza. Bunda menggeleng. Faza sebenarnya tahu bahwa membantah ibu itu bukan perbuatan yang baik. Tapi, Faza ingin bermain bola. 

"Anak saleh masak begitu bicaranya sama Bunda? Emang Abang nggak sayang sama adek? Kalau kenapa-napa gimana?" Faza bimbang. Pergi main bola atau jagain adek Husna dulu. 

"Tolong sebentar saja, Bang. Habis itu boleh main," bujuk Bunda Yana lagi.

"Tapi Faza nanti telat, Bund."

"Insya Allah nggak apa-apa. Temen-temen insya Allah bisa mengerti kalau Faza membantu bunda jagain adek dulu." Faza mondar-mandir di teras dengan muka masam. Kalau nekat pergi tapi bunda nggak rida nanti Allah juga nggak rida. 

Faza teringat cerita Ustaz Hamid tentang Juraij sang ahli ibadah. Juraij yang tidak menjawab panggilan ibunya karena sedang salat sunah saja mendapat teguran dari Allah dari doa sang ibu. Apalagi Faza yang menolak membantu bunda hanya karena ingin bermain bola.

Faza seketika merinding. "Ntar kalau bunda nggak rida terus doain Faza jatuh saat main bola gimana?" Faza membatin sambil geleng-geleng kepala.

"Ya sudah, Faza jagain adek. Tapi, habis itu Faza main ya!" tawar Faza dengan hati terpaksa.

"Iya, Bunda nggak lama kok." Bunda menurunkan adek Husna di karpet ruang tengah. Jagain adek di sini saja," perintah Bunda. Dengan cemberut, Faza melepas sepatunya lagi. Kemudian masuk ke rumah untuk menemani adik Husna.

"Faza!" Terdengar suara Abid dari luar. 

"Tuh kan. Abid sudah nyamper. Bunda, sih pake suruh jagain Dek Husna dulu," gerutu Faza pelan.

"Iya! Aku masih jagain adek, Bid. Tolong bilangin Aldi kalau mau diganti pemain yang lain nggak apa-apa," sahut Faza di depan pintu. Faza tdak bisa pergi jauh-jauh, karena adik Husna cepat sekali merangkaknya. Tiba-tiba sudah ada di dapur.

Akhirnya Abid turun dari sepeda. Setelah memarkir sepeda di halaman rumah Faza dan masuk ke rumah Faza. 

"Assalamualaikum," sapanya sebelum masuk.

"Waalaikumsalam. Sudah mulai ya main bolanya?" tanya Faza.

"Main bolanya nggak jadi. Untung tadi kamu nggak ikut ke sana."

"Emang kenapa kok nggak jadi?" Faza melongo mendengar kabar dari Abid.

"Tadi di lapangan ada anak kampung bawah mau main bola di lapangan kita. Mereka nggak mau ngalah, Akhirnya berebut sama Aldi. Terus berantem. Alhamdulillah ada Pak RT datang melerai."

"Terus?" tanya Faza penasaran.

"Terus, ya ... sebenarnya anak kampung sebelah sudah dikasih tau sama Pak RT kalau ini lapangan komplek. Mereka kalau mau main harus izin dulu ke Pak RT. Akhirnya mereka pulang. Tapi, karena mendung gelap sekali, takut hujan lapangan licin, kita disuruh pulang main bolanya besok aja." Faza lega karena Aldi nggak jadi berantem. Tidak berapa lama hujan turun deras sekali.

"Allahumma shoyyiban naafi'an," ucap Faza.

"Aku numpang neduh dulu ya, Faza. Hujannya deres." Abid segera masuk rumah setelah memindahkan sepeda ke teras.

"Eh ada, Nak Abid. Jemput Faza ya? Maaf ya, Faza Tante minta tolong jaga adik sebentar," sapa Bunda Yana.

"Hujannya deras, nggak jadi main bola kan?" tanya Bunda Yana.

"Iya, nggak jadi Tan," jawab Abid.

"Karena Faza sudah bantu bunda jagain adek, sebagai hadiah Bunda buatin mie ayam bakso, ya?" Faza mengangguk. Sambil menunggu hujan reda, Abid dan Faza akhirnya sepakat untuk mengerjakan PR Matematika ditemani mie goreng buatan Bunda Yana.

TAMAT

Baca juga:

0 Comments: