Oleh: Muflihah S Leha
Amjad bergegas mengambil sebotol air minum, ia segera memasukannya ke dalam tas, buku pelajaran yang sudah ia siapkan semalam sudah masuk di tas dengan rapi.
"Yakin kamu sudah sehat, Nak," tanya ibunya yang tidak percaya dengan anaknya yang semangat mau sekolah, padahal izin baru satu hari, karena jatuh dari pohon rambutan di depan rumah, meski tidak terlalu tinggi, namun untuk Amjad yang masih 9 tahun rasanya remek badannya.
Ketika jatuh ibunya sedang duduk di depan pintu. Berkali-kali ibunya mengingatkan karena waktunya mengaji. Baju seragam sekolah pun masih dipakainya.
Padahal berkali-kali juga ibunya menyuruhnya untuk ganti baju.
"Iya Ma, sabar...."
hanya kata-kata itu yang berkali-kali ia ucapkan.
"Sabar, sabar, terus...
Sabar itu ada tempatnya Amjad..."
Belum selesai ibunya bicara,
Suara keras dahan patah yang diinjak oleh kaki Amjad, jatuh bersamaan dengan suara badannya yang nyungsep ke tanah.
"Astaghfirullah hal'adzim," suara ibunya seketika melihat anaknya terjatuh dengan diiringi Isak tangisanya Amjad.
Ia pun segera menolongnya, namun tidak kuat untuk menggendongnya, agak lama
Amjad masih duduk di tempat jatuhnya,
Dengan terpaksa ibunya mengangkat badannya, namun terasa berat, perlahan-lahan ibunya menariknya dan Amjad pun mencoba berjalan dengan ditarik kakinya pelan menuju rumah, ia terhenti dan duduk di depan pintu. Setelah di urut, dan minum air putih, ia pun istirahat. Jadinya tidak ngaji, tidak sekolah, orang tuanya pun segera izin.
"Sakit, Nak!"
Amjad terdiam dan tidak menjawab, karena ia tahu dengan kesalahannya.
"Kamu tahu kenapa?" tanya ibunya,
"Allah gak sayang sama Amjad," jawab Amjad ketus
"Justru inilah Allah sedang sayang sama kamu," jawab ibunya
"Kalau sayang, kenapa saya dijatuhkan?"
"Yang menyuruh kamu naik pohon rambutan siapa? Padahal berkali-kali mama menyuruh kamu ganti baju, ngaji."
"Kan..., Jatuh kan..., kalau kamu gak naik pohon, gak akan jatuh, Allah masih sayang, coba berapa banyak anak yang diambil kakinya, diambil tangannya oleh Allah,"
Amjad terdiam sembari memikirkan.
"Allah mengambil tangan dan kaki?" tanya Amjad penasaran.
"Iya..., tangan itu milik Allah, kaki itu milik Allah, semua yang kamu miliki adalah miliknya Allah, kamu hanya dititipi saja oleh Allah, nanti Allah akan bertanya untuk apa kaki dan tangan yang Allah titipkan kamu gunakan?
Kamu tadi naik rambutan sedang ngapain? Nggangguin rumah burung kan..." tanya ibunya yang melihatnya dari bawah Amjad memegang rumah burung.
"Nggak," jawab Amjad dengan cepat,
"Terus lagi ngapain di pohon?"
"Mbenerin rumah burung, Ma! kemarin diambil Adam terus dikasih ke Mu'adz, kan masih bayi, jadinya kasihan saya kasih makan dan minum tapi mati." ucap Amjad serius.
Ibunya pun terdiam. Karena kemarin melihat dirumahnya Mu'adz ada burung mati di meja katanya Mu'adz, Adam yang mengambilnya tetapi gak tahu kalau burung itu mengambil dari mana.
"Duh..., Kasihan banget ibunya burung, pasti dia nyari-nyari, coba kamu bayangin,"
Amjad terdiam memikirkan nasib ibunya burung.
"Amjad pernah mengambilnya juga," ungkap Amjad sembari merasa bersalah,
"Burung itu milik Allah, Allah itu sayang sama penciptaanNya, semua yang Allah ciptakan Allah menyayanginya," ucap ibunya memberitahukan ke anaknya.
"Jadi Allah marah ya Ma, jadinya saya terjatuh dan tangan Amjad rasanya sakit...," keluhnya,
Ibunya pun tersenyum sembari mengiyakan,
"Iya, kalau sakit berarti Allah sedang mengurangi dosa-dosanya, tapi jangan mengeluh, menerima dan berpikir" jawab ibunya,
"Lah... Kalau yang tangannya diambil Allah," tanya Amjad,
"Berarti Allah juga sayang, boleh jadi karena dulu tangannya untuk melakukan dosa. Bisa jadi untuk menguji kesabarannya agar layak masuk ke surga. Kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah. Kan rasa sakit untuk mengurangi dosa, setiap orang yang melakukan dosa terkadang Allah langsung menegurnya, agar selalu menjadi orang yang baik," jawab ibunya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan anaknya yang akan masuk 10 tahun. Dan mulai banyak bertanya.
Tiba-tiba ia berucap,
"Amjad ingin jadi anak yang baik Ma, yang disayang Allah,"
Ibunya seketika tersenyum dan berkata,
"insyaAllah Nak! mama selalu berdoa agar kamu jadi anak yang shaleh, disayang Allah, jadi jangan sekali-kali bilang Allah tidak sayang,"
Mama sayang sama Amjad, tapi Allah lebih sayang lagi,"
"Memang Allah ada dimana Ma? Katanya di langit,"
"Kata siapa?" tanya ibunya
"Kata teman Amjad,"
"Allah itu ada dimana-mana?"
"Dimana-mana? Berati Allah banyak," tanya Amjad masih belum paham,
"Allah itu dekat kalau kita dekat, Allah itu ada di hati kalau kamu meyakininya, Allah itu jauh kalau kamu menjauh,
Allah itu bersama dengan orang-orang yang beriman.
Allah itu gak bisa dibayangin, Allah itu maha segalanya, jadi gak usah membayangkan bentuknya seperti apa. Langit, bumi, alam seluruhnya saja Allah yang membuat dengan mudah, jadi seperti apa rupanya jangan dibayangin.
Cukup dengan rasa percaya saja, itu tandanya kamu orang yang beriman.
"Amjad ngerti rukun iman ada berapa?"
tanya ibunya seketika,
"Ngerti Ma, ada 6.
Percaya sama Allah...
Percaya sama malaikatnya Allah...
Percaya sama kitab-kitabnya Allah...
Percaya sama Rasul-Rasulnya Allah...
Percaya sama hari Akhir,
Percaya sama Qadha dan Qadar."
"Alhamdulillah masih ingat," ucap ibunya senang.
Karena nyerinya badan, Amjad pun disuruh untuk selalu mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah untuk mengurangi rasa sakitnya.
Karena terjatuh dari ketinggian -+ 3 meter.
Karena rasa capek dan pegal ia pun tertidur.
Di pagi hari ia memaksakan diri untuk shalat meski tertatih-tatih, namun ibunya menyarankan untuk shalat sambil berbaring.
Di malam harinya ia memaksakan diri untuk shalat sempurna, meski di tuntun ketika mengambil air wudhu. Dan seolah tidak percaya di pagi harinya Amjad semangat untuk masuk sekolah.
Setelah menaruh botol minum di tasnya bergegas ia memakai kaos kaki, dan bersalaman dengan orang tuanya. Usai memakai sepatu ia pun berucap salam dan berangkat sekolah dengan berjalan kaki.
*****
0 Comments: