Headlines
Loading...
Oleh. Rahma Ummu Zubair

Siang hari nan cerah, Ghazi dan kawan-kawan bermain di halaman depan rumah. Hari libur sekolah di bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk belajar bersama teman-teman di rumah.

Ghazi, Abdul, Syafa dan kedua adik Ghazi, yakni Hafiz dan Yahya, duduk melingkar bermain tanah dan air. Tampak keseruan di wajah mereka yang mencoba membuat kolam ikan.

Awalnya, mereka mengeruk tanah.  

"Hafiz, tolong kumpulkan batu-batu kecil untuk ditaruh di sekeliling kolam ya! Biar siputnya bisa naik-naik," pinta Ghazi.

"Oke, siap!" jawab Hafiz sambil bangkit dari duduknya menuju pojok halaman yang banyak terdapat batu-batu kecil.

Yahya tampak duduk mengeruk tanah, memasukkannya ke dalam cetakan pasir. Sedangkan Abdul dan Syafa terus mengeruk tanah sedalam mungkin dan selebar mungkin untuk dijadikan kolam berisi ikan milik Ghazi yang saat itu masih ada di dalam bak mandi.

Tiba-tiba Abdul izin pulang sebentar kepada teman-teman.

"Aku mau pipis dulu" kata Abdul.

"Oke!" balas Ghazi.

Di bawah terik sinar mentari, Ghazi dan teman-teman belajar puasa. Sembari menunggu waktu shalat, mereka bermain air dan tanah. Haus dan lapar mulai terasa berat di jam menjelang adzan Dzuhur. Suara teguk air liur dari tenggorokan Ghazi terdengar jelas di telinganya sendiri, pertanda haus begitu terasa. "Gak haus kamu, Fa?" tanya Ghazi.

 "Haus banget, kayaknya es degan nanti akan aku borong deh, buat buka," jawab Syafa semangat. Tak lama kemudian, Abdul pun tiba dengan wajah yang lebih segar dan badan lebih bugar.

"Wiih, seget banget Dul, habis buka ya?" curiga Ghazi. 

"Enggak!" jawab Abdul.

 "Kok ada bekas air melengkung di atas mulut? Minum lupa diusap ya? tanya Syafa.

 "Enggak kok!" jawab Abdul, mulai kesal.

 "Bohong! Kok bau mie instan?" tanya Ghazi sambil mengendus-endus wajah Abdul.

 "Eeergh!" Suara sendawa Abdul, tak sengaja.

 "Lhaaaa, betul kan Abdul buka?!" kata Syafa setengah tertawa.

"Hehehe, soalnya laper banget, mie instan habis sahur tadi malem masih ada, jadi aku habiskan. Mumpung di rumah gak ada orang." jelas Abdul.

Melihat kegaduhan mereka bermain, Ratna pun datang membawa seember air untuk beraksi dengan eksperimen andalannya.

"Mas Ghazi dan teman-teman, kok rumpi banget. Hayo siapa yang tau ini bentuk apa?" tanya Ratna sambil menunjuk cetakan pasir berbentuk kerucut.

"Segitiga!" jawab serentak Ghazi, Abdul dan Syafa.

"Eh, kalau berbentuk dan memiliki ruangan namanya bukan segitiga anak-anak sholih dan sholihah, melainkan namanya adalah kerucut," jelas Ratna.

"Nah, kalau cetakan kerucut ini Umi isi dengan air, kira-kira bentuk airnya menjadi apa ya?" tanya Ratna. Sambil mengisi cetakan kerucut dengan air dari dalam ember.

"Ya kerucut, Tante. Kan air mengikuti bentuk wadahnya," jawab Syafa.

"Seratus buat Syafa." Apresiasi Ratna.

"Kalau air dalam ember bentuknya seperti ember, kalau air dalam cetakan bintang akan berbentuk bintang. Kalau air dalam gelas berbentuk gelas. Begitu seterusnya, sesuai wadahnya. Dan begitulah sifat zat cair. Nah umi mau tanya, amal perbuatan kita ini nanti mengikuti apa ya?" tanya Ratna.

"Mengikuti perintah Allah." Ghazi menjawab dengan tegas.

"MasyaAllah, Mas Ghazi fokus banget, meski lagi main tanah." kata Ratna. "Nah, lebih tepatnya, sesuai dengan syariat Islam." lanjut Ratna.

"Nah, kita sebagai manusia yang hidup di dunia ini, dimanapun kita berada, hendaknya selalu untuk terikat dengan syariat," lanjut Ratna. "Meskipun sedang sepi dan gak ada orang di rumah kita harus tetap mempertahankan puasa kita, karena ada Allah yang Maha Melihat. Kita harus mengikuti tuntunan syariat, ketika syarat sah puasa adalah tidak makan dan minum dari subuh hingga magrib, iya kita harus mengikuti. Jika syariat Islam melarang bohong, maka kita harus jujur. Betul kan Abdul?" tanya Ratna.

"Hehehe iya, Tante. Maaf tadi bohong, gak ngaku kalau sudah buka, maaf ya teman-teman!" pinta Abdul.

"Iya Dul, besok jangan diulangi ya, kita coba kuat belajar puasa sampai magrib," kata Ghazi dengan semangat.

"Seperti halnya air yang bentuknya tetap mengikuti bentuk wadahnya, dan kita tetap taat mengikuti apa pun bentuk syariat Islam dalam mengatur hidup kita," kata Ratna.

"Seperti persahabatan kita ya, Te? Ghazi, Syafa dan Abdul saling mengingatkan jika ada yang bersalah. Dan saling maaf memaafkan. Dalam Islam kan juga mengajarkan kita untuk saling maaf memaafkan," kata Syafa.

"MasyaAllah! Beneran nih? Abdul dimaafkan?" tanya Ratna. 

"Iya, Te," balas Syafa.

"Alhamdulillah!" seru Abdul.

Mereka pun kembali bermain air dan tanah dengan tak melupakan untuk tetap taat pada syariat. [ ]

Baca juga:

0 Comments: