Headlines
Loading...
Oleh. Vivi Nurwida

Zia, bocah yang sedang duduk di bangku kelas 1 SD itu merasa pusing ketika jam istirahat kedua tiba. Ustadzah menelpon Bunda untuk menjemputnya lebih cepat. Bunda menghubungi Ayah, agar bisa segera menjemput Zia terlebih dahulu. Zia akhirnya pulang duluan, tidak bersama kakaknya, Ara. 

Motor Ayah terparkir di halaman rumah. Zia segera turun dari motor. Ia membuka pintu rumah perlahan, memberi salam dan masuk ke dalam rumah.

"Huhu...huhuhuhu, " tangisnya pecah ketika baru saja menatap wajah bundanya. Ia berlari memeluk bundanya. Bunda pun membalas pelukan Zia.

"Panas, Nak!" ucap Bunda setelah memegang dahi Zia.

"Tadi pas habis minum, tiba-tiba pusing, huhu...huhu....," jawab Zia sambil melanjutkan tangisnya.

"Ya sudah, dilepas dulu seragamnya! Lanjut istirahat ya, Nak!" pinta Bunda.

Zia berbaring di atas kasur Bunda. Ia terus merengek karena tidak tahan sakit. Bunda terus memberi pengertian agar Zia bersabar. Usai disuapi makan, akhirnya Zia tertidur.

***

Dua jam berselang, kak Ara pun sampai di rumah. Usai meletakkan seragam di keranjang baju kotor, ia bergegas menuju kamar Bunda. Dilihatnya adiknya itu tertidur pulas. Ia naik ke atas dipan perlahan, takut Zia terbangun. Dipegangnya dahi adik kesayangannya itu.

"Panas, Bun," ucap Ara perlahan. Bunda yang sedang duduk di samping Zia,  menganggukkan kepalanya.

***

Azan asar berkumandang. Ara dan Bunda melaksanakan salat terlebih dahulu. Usai salat, terdengar suara rengekan dari dalam kamar Bunda. Kak Ara dan Bunda pun bergegas, dengan masih menggunakan mukenah, mendatangi Zia.

"Mau pipis, Bun," ucap Zia.

"Ya sudah, ayo! Bunda tuntun ke kamar mandi!" Bunda mengantarkan Zia untuk buang air kecil. Sementara Ara menunggu di kamar Bunda sambil membaca buku.

Usai buang air kecil, Zia berbaring kembali. Ia terus merengek sambil berbaring.

"Sabar, Dek!" ucap Ara, mendengar adiknya yang terus merengek..

Tiba-tiba, Zia beranjak dari tempat tidur, berlari kembali ke kamar mandi. 

"Kenapa, Dek?" Ara dan Bunda mengikuti Zia.

Zia berbalik badan, tidak jadi ke kamar mandi. Ia merengek kembali. Kak Ara membantu menuntunnya ke kamar.

"Huhuhu ...." Zia menangis. "Mau muntah, tapi gak bisa," ucapnya.

Bunda membuatkan minuman hangat agar perut Zia hangat. Sambil terus merengek ia pun meminum teh hangat buatan Bunda.

Zia membaringkan kembali tubuhnya, keringat mulai mengucur di tubuhnya. Lagi-lagi ia merengek, tak sabar ingin sakit yang dirasakan segera pergi dari tubuhnya. 

"Dek, itu tandanya Allah sayang sama kamu!" sahut kak Ara.

"Masa'," jawab Zia tak percaya, masih dengan diiringi tangisnya.

"Kalau kita sakit, dan kita sabar pasti banyak pahala. Terus, kalau sakit kita disuruh istirahat dulu, tandanya Allah sayang. Kalau gak percaya, tanya aja sama Bunda! Ya kan, Bun?" tutur Ara.

"Betul sekali kata Kak Ara. Allah sayang sama Dek Zia. Allah minta Adek untuk istirahat dulu, makanya diberi sakit. Dan harus bersabar ya, Nak! Insyaallah segera sembuh." jelas Bunda.

"Tuh, kan!" imbuh Ara.

"Iya, iya," jawab Zia dengan lemas.

"Ayo, kakak ajarin tayamum! Salat Ashar dulu sambil berbaring kalau gak kuat pusingnya!" Kak Ara siap sedia mengarahkan adiknya itu, agar tidak meninggalkan salat dalam keadaan apapun.

Usai sudah Zia melaksanakan salat. Kak Ara duduk di samping Zia yang sedang terbaring. Ia membacakan buku cerita agar adiknya itu terhibur dan lebih bersabar. Bunda bersyukur melihat keduanya. Zia pun akhirnya mengerti maksud Allah memberinya rasa sakit. Ia menjadi anak yang lebih banyak bersabar dan bersyukur daripada sebelumnya. [ ]

Baca juga:

0 Comments: