Headlines
Loading...
Oleh. Nurin Fiddarin
(Aktivis Muslimah Gempol)

77 tahun Indonesia, diakui dunia sebagai negara merdeka dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika", dan julukan negeri "Gemah ripah loh jinawi". Namun nyatanya, negeri ini masih tetap berstatus sebagai negara berkembang yang seolah jauh dari kemajuan. 

Berbagai masalah kerap mengadang bangsa ini untuk mencapai kemajuan. Berganti profil pemimpin pun tak membawa Indonesia pada kesejahteraan. Yang pasti, utang negaralah yang semakin meroket, sungguh miris dengan julukannya sebagai negeri "Gemah ripah loh jinawi".

Keterpurukan ini tak hanya dalam status negara berkembang atau maju saja, namun penanganan kebijakan pun masih simpang siur antara satu pemimpin dengan pemimpin lainnya. Apalagi ketika berganti rezim, maka kebijakan rezim sebelumnya seringkali diganti dengan kebijakan baru. Hingga banyak kebijakan yang terbengkalai, meski telah menggelontorkan dana besar-besaran. Tak heran, jika masyarakat kurang bersimpati pada kebijakan-kebijakan seperti ini. 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir pun mengatakan dalam acara diskusi rilis hasil survei LSI yang bertajuk "Kinerja Presiden, Pencabutan PPKM, Ketersediaan Bahan Pokok dan BBM, serta Peta Politik Terkini", untuk saling menjaga keberlangsungan program pembangunan yang telah dan sudah berjalan agar tidak merugikan masyarakat banyak. Sayangnya, program-program yang telah dijalankan oleh pemerintah selama ini belum menunjukkan bukti nyata dapat menyejahterakan masyarakat. 

Investasi, Awal Hilangnya Kedaulatan Negeri

Program-program pemerintah selama ini banyak berfokus pada menggenjot investasi asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Banyaknya Sumber Daya Alam (SDA) di negeri ini dengan berbagai hasil bumi, nyatanya telah melalaikan pemerintah untuk lebih memilih menggunakan investor daripada mengolahnya secara mandiri. Dalihnya, adalah kurangnya SDM andal, juga dana yang minim. 

Namun, harusnya dengan pengalaman 77 tahun merdeka, bangsa ini sudah lama belajar akan kekurangannya dalam mengelola dan memanfaatkan baik Sumber Daya Alam maupun manusia. Bahkan, negeri ini dianugerahi dengan jumlah penduduk dan bonus demografi yang berlimpah. Sungguh sayang jika bonus demografi ini hanya dicetak menjadi buruh dan pasar dari produk-produk pengusaha. 

Negara ini yang mengadopsi kapitalisme sebagai sistem kehidupan, tak dimungkiri juga menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Investasi dalam sistem ini menjadi keharusan untuk dapat mengembangkan juga mengeksplorasi Sumber Daya Alam. Padahal, investasi adalah awal mula petaka hilangnya kedaulatan negara. 

Dengan investasi, negara akan bergantung akan kucuran dana dari asing, segala perjanjian yang menyertai pun harus dilaksanakan kedua belah pihak. Terkadang menguntungkan, terkadang tidak. Dengan investasi pula, pengerukan Sumber Daya Alam dapat memiskinkan anak bangsa. Bagaimana tidak, di saat keuntungannya lari ke negara asing, sedang rakyat yang notabene adalah pemilik sah SDA hanya mendapat remahan, bahkan tak jarang hanya mendapatkan limbah.

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah tak berbangga diri karena investor melirik alam Indonesia. Atau malah dengan senang hati mengundang mereka datang ke Indonesia. 

Solusi Ilahi untuk Negeri

Keterpurukan kaum muslim harus segera dihentikan. Sudah cukup lama kaum muslim terlena dan diam dengan keadaan yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Sudah saatnya kaum muslim bangkit dan mengembalikan syariat Islam sebagai aturan satu-satunya yang mereka gunakan. 

Syariat Islam yang diterapkan dalam institusi Khilafah, akan menjadikan sumber hukum manusia (Al-Qur'an dan Sunah) sebagai aturan baku dalam semua aspek kehidupan. Syariat Islam akan diberlakukan baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, pergaulan, maupun muamalah. 

Dalam sistem ekonomi Islam. Sumber Daya Alam adalah milik umum. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw., 

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Pengelolaan SDA ini tak diberikan kepada individu, kecuali jika SDA tersebut berjumlah sedikit. Meski demikian, individu yang mengelola SDA pun harus tetap mengeluarkan khumus atau seperlima bagian dari hasil eksplorasinya. 

SDA akan dikelola oleh negara, dan hasilnya akan dikembalikan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Baik nanti akan dipergunakan untuk membangun sarana umum dan fasilitas umum, atau pembiayaan pendidikan atau kesehatan. 

Andai Khilafah belum memiliki tenaga ahli untuk eksplorasi SDA-nya, maka ia boleh menyewa seorang ahli untuk melakukan eksplorasi tersebut. Namun demikian, tak menjadikan Khilafah berdiam diri dengan keadaan tersebut. Tetapi, Khilafah akan mencetak ahli-ahli yang dibutuhkan oleh negara dalam semua bidang. Agar negara dapat mandiri dalam mengelola SDA-nya dan tidak bergantung pada pihak lain. 

Setiap kebijakan yang diambil oleh negara Khilafah, akan merujuk pada kemaslahatan rakyat. Sehingga, penerapan syariat yang memang diperuntukkan untuk kemaslahatan rakyat akan efektif dalam menyolusi setiap permasalahan yang dihadapi negara. Dengan demikian, apa lagi yang hendak ditunggu kaum muslim? Bahkan, penerapan ini sudah terjadi selama 13 abad lamanya. Dan terbukti, negara Khilafah dapat menjadi negara adidaya yang dapat menyejahterakan rakyat dan ditakuti oleh dunia. Allahu a'lam bish-showwab. [ ]

Baca juga:

0 Comments: