Headlines
Loading...
Oleh. Ana Mujianah

"Alhamdulillah. Anak-anak yang saleh salihah, belajar Al-Qur'an hari ini kita cukupkan dulu, ya. Insya Allah kita lanjutkan lagi besok."

"Silakan dirapikan bukunya masing-masing," Ustadz Hamid mengakhiri belajar tahsin sore itu karena sudah mendekati waktu Magrib. 

"Faza, tolong pimpin membaca doa," perintah Ustadz Hamid. Faza pun segera memberi aba-aba teman-temannya untuk berdoa.

"Shadaqallaahul adziim. Wa shadaqa Rasuluhun nabiyyul kariim, ...!" Terdengar suara Abid paling nyaring. Faza dan teman-teman yang sampai menutup telinga karena terikan Abid aaat membaca doa sangat . Ustadz hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Abiiid!" teriak anak-anak kompak. Semua melotot ke arah Abid. Sementara, Abid hanya bengong, kenapa teman-teman memarahinya. Bukannya dari tadi dia ikut berdoa. 

"Eh kenapa kalian teriakin aku?" tanya Abid sewot kepada teman-temannya.

"Kalau berdoa itu jangan teriak-teriak!" sahut Aldi kesal. "Berisik tau suara kamu," lanjut Haykal.

"Kata Ustadz Hamid, berdoa itu kan minta sama Allah. Ya sudah minta yang kenceng biar dikabulkan doanya." Abid menimpali dengan cuek. Abid tidak mau kalah sama teman-temannya.

"Kalau minta tapi teriak-teriak kan nggak sopan, Abid. Nanti Allah malah nggak mengabulkan  doa kita kalau teriak-teriak kayak orang marah. Coba deh Abid minta uang sama bunda sambil teriak kenceng, pasti bunda nggak kasih." 

Faza yang dari tadi diam ikut bersuara. Abid semakin sewot merasa dikeroyok. Tapi, perkataan Faza barusan ada benarnya. Dalam hati Abid diam-diam membenarkan apa yang dikatakan Faza.

"Sudah-sudah. Ishbir semuanya, anak-anak yang saleh." Melihat santri-santrinya berseteru, Ustadz Hamid berusaha menengahi.

"Saling menasihati itu baik. Tapi perhatikan adab dalam menasihati ya," nasihat Ustadz Hamid. Semua anak-anak diam. 

"Kalau menasihatinya sambil marah-marah, yang dinasihati nanti jadi ikutan marah. Terus nggak mau dengar nasihat kalian," lanjut Ustadz Hamid.

"Habis, Abid kalau baca doa selalu kenceng-kenceng Ustadz," timpal Aldi.

"Iya, tapi kasih taunya jangan ikutan teriak," kata Ustadz Hamid dengan lembut.

"Abid, dan semua santri Ustadz, yang saleh salehah. Memang ... berdoa itu kita meminta kepada Allah. Tapi ingat, semua itu ada adabnya."

"Sama teman aja kalau kita minta sambil teriak, dikasih nggak?" tanya Ustadz Hamid. 

"Enggaaak!" jawab anak-anak kompak. Mereka semua menggeleng, termasuk Abid.

"Apalagi sama Allah. Harus diperhatikan adabnya."

"Seperti apa misalnya?" 

"Pertama, memuji Allah dulu. Kemudian mengangkat kedua tangan, menandakan bahwa kita serius berdoa memohon kepada Allah. Meminta yang baik-baik sama Allah. Nggak boleh meminta keburukan. Terus  jangan lupa merendahkan suara, jangan kenceng-kenceng. Apalagi kalau berdoa bersama, secukupnya saja suaranya."

Seperti biasa, suara Ustadz Hamid yang tenang dan berwibawa membuat anak-anak terpesona untuk mendengarkan.

"Kan, supaya Allah dengarin doa kita, Ustadz? Sepertinya ada yang mengganjal di hati Abid. 

"Abid saleh..Allah itu Maha Mendengar. Kita nggak perlu teriak. Allah sebenarnya sudah mendengar," jawab Ustadz Hamid. 

"Ya sudah. Kalau gitu, besok saya berdoa dalam hati aja!" sahut Abid sedikit cemberut.

"Heheh, nggak begitu juga, Abid. Kalau doa menutup belajar, kan, sekalian kalian belajar melafalkan doanya. Belajar menjaga adab saat bermajelis." Ustaz Hamid memandang satu per satu santrinya. 

"Kalau semua baca doanya dalam hati, nanti Ustadz nggak tau, dong. Ini sudah selesai atau belum, benar baca doa atau baca yang lain," tegas Ustadz Hamid.

"Iya Ustadz. Maafkan Abid. Sekarang Abid sudah mengerti Ustadz," ucap Abid.

"Maafkan Abid ya teman-teman. Karena Abid, kalian jadi terganggu," tambah Abid.

"Kami juga minta maaf ya, Abid," jawab teman-teman kompak.

"Alhamdulillah. Ya sudah, Yuk ambil wudhu. Kita bersiap salat Maghrib berjamaah," ajak Ustadz Hamid.

Baca juga:

0 Comments: