Headlines
Loading...
Oleh. Dewi Irawati Artati

Pagi telah tiba. Suara ayam berkokok bersahutan. Usai sholat subuh, Hilda membuka pintu jendela, supaya angin segar masuk ke kamarnya. Namun bukan angin segar yang masuk. Ia mencium bau yang tak sedap. Seketika ia merasa ingin muntah. Karena tak tahan, ia tutup hidungnya rapat-rapat.

Hilda pun penasaran. Segera ia keluar untuk mencari sumber bau tersebut. Nampaklah setumpuk kotoran kucing, tepat dibawah jendela kamarnya. Ia langsung berteriak memanggil bundanya.

"Ibu....! Apa itu, hiiii!"

Mendengar teriakan itu, sang Ibu langsung berlari keluar.

"Ada apa sih, pagi-pagi sudah ribut?" tanya Ibu tergopoh-gopoh.

"Itu Bu, ada kotoran kucing di bawah jendela, hiii...bau! Jijik," seru Hilda sambil menutup hidungnya.

"Astaghfirullah, pantesan semalam ibu lihat ada kucing berbulu merah di depan sini," kata sang ibu.

"Oh, kucing merah itu milik Bu Tejo, Bu. Dia memang pecinta kucing, bahkan kucingnya ada empat sekarang. Kita harus menegurnya Bu, biar nggak kebiasaan!" kata Hilda gusar.

"Jangan, Hilda. Tidak baik seperti itu. Nanti takutnya malah tersinggung. Apalagi orangnya sudah lanjut usia. Ibu takut kalau terjadi salah paham dan akhirnya jadi bermusuhan," cegah Ibu.

"Terus gimana dong, Bu. Ini kan sudah seringkali seperti ini. Kan kita sendiri yang susah membersihkan," sanggah Hilda.

"Nggak apa-apa nak, jadikan itu sebagai ladang amal kita," nasihat ibu.

"Ladang amal? Maksudnya bagaimana Bu?" tanya Hilda.

"Maksudnya, setiap kejadian yang menimpa kita itu, adalah ujian bagi kita. Jika kita sabar menghadapinya, maka Allah akan memberikan pahala buat kita," Ibu menjelaskan.

Hilda pun mendengarkan kata-kata ibunya dengan baik.

"Sebaliknya jika kita hadapi dengan marah dan mengeluh, maka Allah tidak menyukainya. Bahkan ujiannya akan semakin berat," lanjut ibu.

"Kok gitu sih Bu?" tanya Hilda masih nampak bingung.

"Begini, nak. Contoh kejadian yang kita hadapi saat ini. Allah mengutus si kucing untuk buang kotoran di rumah kita. Terus kita dengan ikhlas membersihkannya, maka Allah mencatat amal baik kita, dan memberikan pahalanya. Allah pun makin sayang sama kita." jelas ibu.

"Nah, jika kamu marah-marah, nggak mau membersihkan. Kemudian menegur Bu Tejo dengan marah-marah, apa yang akan terjadi? Sudah pasti akan terjadi permusuhan. Dan Allah tidak menyukai itu. Allah pun juga marah dengan hambanya yang tidak mau bersabar, dan menuruti hawa nafsu," lanjut sang ibu menjelaskan.

Akhirnya Hilda baru memahaminya.

"Kalau begitu, biar Hilda saja Bu, yang membersihkan. Hilda ikhlas kok. Biar Hilda disayang sama Allah. Biar Hilda punya banyak pahala," sahut Hilda disambut dengan tawa sang ibu.

"Maasya Allah. Beneran nih, Hilda yang bersihin?" tanya ibu setengah nggak percaya.

"Siap Bu, biar ini jadi ladang amalku pagi ini" seru Hilda sambil memasang masker di wajahnya.

Tangannya langsung beraksi, mengambil sapu lidi dan serok yang berisi pasir. Ditutupnya kotoran kucing itu dengan pasir, lalu disapunya dengan pelan. Kemudian membuangnya di pekarangan belakang rumah. Dan menguburnya dengan tanah agar tidak bau.

Ibu menyiram sisa kotoran yang masih menempel dilantai. Menyikatnya dengan sabun agar baunya hilang. Akhirnya bersihlah teras itu sekarang.

"Alhamdulillah, sudah hilang baunya Bu," kata Hilda sambil melepas maskernya.

"Alhamdulillah jadi lega kan. Terimakasih nak, hari ini sudah belajar sabar dan ikhlas. Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan ikhlas ketika diuji. Semoga kita termasuk golongan orang yang sabar dan ikhlas. Yaitu selalu menjadikan ujiannya sebagai ladang amal," ucap ibu bahagia.

Merekapun melanjutkan aktivitas paginya dengan perasaan senang dan lega.

Baca juga:

0 Comments: