Oleh. Rahma Ummu Zubair
"Anak sholih. Ayo bangun, Sayang!" kata Ratna saat membangunkan Ghazi di waktu Subuh.
"Sudah sampai kah, Mi?" tanya Ghazi.
"Belum, kita masih di parkiran Masjid Jami' Surabaya. Kita salat Subuh dulu ya," ajak Ratna saat di dalam mobil bersama suami dan ketiga anaknya. Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah calon istri om dari ketiga anak tersebut.
Selesai salat, Ghazi bertanya, "Abi, kenapa kita harus tetap salat meski sedang jauh dari rumah?"
"Sayang, perintah salat masih tetap berlaku meski bagi seorang musafir, atau orang yang sedang dalam perjalanan. Namun, ada rukhsoh atau keringanan dari Allah," jelas Adam.
"Apa itu Bi?" tanya Ghazi. "Namanya salat jamak qhasar," jawab Adam. "Salat Jamak yaitu salat yang dikerjakan dengan cara mengumpulkan dua salat fardhu dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan salat Isya. Sedangkan salat jamak qhasar artinya mengerjakan salat fardhu dengan mengurangi atau meringkas jumlah rakaat salat yang bersangkutan. InsyaAllah nanti kita praktekkan di waktu salat Zuhur ya," kata Adam.
Setelah salat Subuh mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah pengantin wanita. Tak jauh dari Masjid Jami', rumah calon Tante Ghazi pun sudah terlihat. Mereka bersiap-siap untuk menghadiri acara akad nikah yang sakral itu.
Sembari menunggu acara dimulai, mereka mencicipi hidangan yang disajikan tuan rumah. "Pak Dhe mau anggur?" kata Ghazi saat menawarkan anggur kepada pamannya. "Alhamdulillah, terima kasih ya, Anak Pintar," kata Pak Dhe Jon sembari mengelus kepala Ghazi.
Acara demi acara pun dilalui dengan lancar. Hingga saat untuk undur diri tiba. Ghazi dan rombongan pengantin pria mulai kembali pulang dan hendak memasuki mobil.
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Dibarengi dengan petir dan angin, membuat para rombongan memilih menunggu hujan reda untuk pulang. Semua orang ada di dalam rumah sambil berbincang-bincang. Hingga tak terasa hujan setengah badai itu reda. Kini mereka pun benar-benar pamit untuk pulang.
Setelah semua berpamitan, tinggal Ghazi yang masih mencari sepatunya yang tinggal sebelah. "Umi, Abi, sepatuku yang sebelah di mana?" tanya Ghazi. Adam pun mencarinya namun tak kunjung ketemu. Ghazi hampir menangis panik.
Melihat hal itu tuan rumah menanyakan apa yang sedang terjadi, lantas ikut mencarinya. "Abi, sepatuku kok hilang?" tanya Ghazi dengan nada hampir menangis. "Gak apa-apa sayang kalau gak ketemu, insyaAllah kalau ada rezeki kita beli gantinya ya. Sabar, Nak!" pinta Adam.
Orang-orang di sekitar mengira sepatu Ghazi hanyut terbawa banjir kecil usai hujan deras tadi. Hanyut ke dalam selokan dekat rumah yang punya hajat. Ghazi pun pulang dengan hati berat.
Di dalam mobil, Adam terus menyemangati Ghazi yang lemas memikirkan sepatunya. Ghazi menatap jendela mobil, dan melihat aliran air di selokan yang seakan mengikuti jalannya mobil yang dinaiki Ghazi. Pandangan Ghazi tampak kosong dan sedih mengingat sepatunya yang hilang. Namun hujan rintik-rintik tak mampu menahan air mata Ghazi yang tak terasa membasahi pipi tembamnya. Sesekali Ghazi sesenggukan dalam tangisnya.
Adam terus memotivasi Ghazi untuk mengikhlaskan sepatunya. "Eh, Mas Ghazi tau gak tentara muslim yang hebat itu setiap Subuh harus bangun untuk salat berjamaah di masjid lho. Kayak Mas Ghazi dong, kalau Subuh, dibangunin untuk salat bareng Abi. Mas Ghazi gak kalah hebat ya dengan tentara muslim?" tanya Adam sembari menyemangati.
"Iya, Abi," jawab Ghazi lemas.
"Eh hebatnya lagi, Mas Ghazi dan teman-temannya Mas Ghazi itu bisa kuat nahan ngantuk selepas bangun tidur untuk berangkat ke masjid. Bisa nahan dinginnya pagi, untuk tetap bisa berwudu. MasyaAllah hebat!" Adam terus memotivasi sembari menyetir.
"Bahkan, seusai salat Mas Ghazi gak tidur lagi, tetapi mau mendengarkan tausiah Abi saat kultum Subuh. MasyaAllah tabarakallah, keren!" kata Adam.
"Ghazi, juga terus ngapain ya setelah dengarkan kultumnya Abi?" tanya Adam setengah memancing. "Murojaah, Bi," jawab Ghazi lemas.
"Nah, karena Mas Ghazi sudah mau jadi anak hebat dan mau mengikhlaskan sepatunya yang hilang, insyaAllah Abi mau kasih hadiah, yeeeeay!" kata Adam.
"Apa, Abi?" tanya Ghazi yang masih lemas.
"InsyaAllah sepatu baru," jawab Adam.
"Haaah? Benarkah, Bi?" perhatian Ghazi berubah.
"InsyaAllah iya, Nak. Itu hadiah buat Mas Ghazi yang sudah hebat menjaga salat lima waktu, meski ngantuk di waktu subuh dan meski lelah saat dalam safar. Serta sabar saat sepatunya hilang. Terima kasih ya, Nak," kata Adam.
"Alhamdulillah, Ghazi juga terima kasih ya, Bi. Ghazi senang banget," kata Ghazi sambil memeluk abinya dari samping.
Ghazi pun kembali riang dan bersemangat dalam perjalanannya menuju rumah. [ ]
0 Comments: