OPINI
Food Estate Mengalami Kegagalan, karena Anggaran?
Oleh. Aulia Rahmah
Kelompok Penulis Peduli Umat
Program Food Estate di Kalimantan yang digadang sebagai solusi krisis pangan tak menunjukkan hasil. Negara dan masyarakat setempat mengalami kerugian. Negara kehilangan ratusan hektar lahan gambut dan hutan produksi, kebun singkong dan padi sawah gagal panen. Sedangkan masyarakat di Kabupaten Gunung Mas, kini kehilangan mata pencahariannya yang bergantung pada hutan dan kebun karet karena lahannya tergusur oleh proyek Food Estate. Warga juga mengeluh pemukimannya terus dilanda banjir hingga ketinggian mencapai satu meter.
Kegagalan proyek yang menghabiskan dana ratusan milyar ini, membuktikan adanya ketidakberesan dalam banyak hal dan terlihat serampangan. Pelaksana proyek, dalam hal ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) kurang berkordinasi dengan pihak-pihak yang dibutuhkan, untuk memberi pelatihan kepada masyarakat tentang penanaman, pemeliharaan, dan sebagainya. Masyarakat mempertanyakan mengapa pemerintah tidak membangun irigasi, sebab kondisi lahan pertanian di Kalimantan sangat berbeda dengan lahan pertanian yang ada di Jawa. Sehingga tanpa pengaturan air yang baik tentu tanaman tak dapat diharapkan.
Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri tidak mau bertanggung jawab terhadap proyek Food Estate yang berada di Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah ini. Direktur Perlindungan dan Penyediaan Lahan Kementerian Pertanian, Baginda Siagian dalam keterangan tertulisnya yang diterima BBC News Indonesia mengatakan, "Kementerian Pertanian hanya bertanggung jawab dalam mengelola pengembangan Food Estate yang berada di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau" (bbc.com, 17/3).
Tidak adanya tanggung jawab dari Kementan menunjukkan proyek Food Estate di Kabupaten Gunung Mas beresiko dan menuai banyak kritikan. Pasalnya, alih fungsi lahan akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Lagipula mengubah lahan gambut atau bekas hutan menjadi sawah tidaklah mudah. Harus mengubah kontur tanah untuk disesuaikan dengan bibit tanaman. Masyarakat juga perlu diberi pelatihan untuk mengenalkan metode pertanian yang baru bagi mereka.
Banyak pihak mengkritisi proyek Food Estate ini, dari LSM dan dari organisasi lingkungan hidup. Penunjukan Presiden kepada Kementerian Pertahanan bukanlah langkah yang tepat. Mereka menganggap proyek ini hanya sebagai ajang 'bagi-bagi kue' atau hanya untuk memenuhi ambisi pencitraan saja. Menyerahkan urusan pada yang bukan ahlinya jelas akan berbuah kegagalan.
Kegagalan proyek Food Estate menyisakan luka mendalam di hati warga, ibarat borok yang sulit disembuhkan. Mereka menuntut kepada pemerintah agar mengembalikan hutan tumpuan hidupnya, juga kebun karet hasil jerih payahnya. Tak hanya warga yang dirugikan, habitat orang utan juga rusak, hutan kini kehilangan fungsi utamanya sebagai paru-paru dunia juga penampung air hujan.
Bagi Kemenhan mangkraknya Food Estate disebabkan ketiadaan anggaran dan regulasi pembentukan Badan Cadangan Logistik Strategis. Kementerian Pertahanan berharap pemerintah mengalokasikan anggaran untuk proyek Food Estate di tahun-tahun mendatang. Namun, apakah ada jaminan jika anggaran digelontorkan jauh lebih besar Food Estate akan berhasil?
Inilah wajah buruk kepengurusan dalam sistem bobrok, Sekulerisme Kapitalisme, yang bertumpu pada anggaran juga mengedepankan ambisi tanpa kordinasi. Bahkan para pemangku kebijakan tak segan-segan menggunakan program-program yang dicanangkan untuk menarik perhatian dan pencitraan . Lagi-lagi rakyat jadi korban.
Menjaga ketahanan pangan memang tanggung jawab negara bersama kementerian dibawahnya. Untuk mewujudkannya tidaklah boleh gegabah dan serampangan. Apalagi bergerak bak industri yang berharap manfaat langsung berupa materi. Proyek besar yang digagas harus dikordinasikan dengan kementerian lain yang dibutuhkan. Lalu mengerahkan tenaga ahli juga mencari dukungan, SDM yang handal dan teknologi canggih. Entah sampai kapan ambisi pemimpin Sekuler Kapitalis akan berhenti.
Melanggengkan Sistem buruk Kapitalisme Sekulerisme terbukti menyengsarakan. Segala cara ditempuh untuk mengeksploitasi apapun, demi nafsu duniawi. Alam dan kehidupan rusak oleh tangan segelintir orang.
Sangatlah berbeda jauh dengan motif pembangunan yang dilakukan dalam Sistem Islam. Setiap proyek adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Penguasa sungguh-sungguh bertanggung jawab atas segala yang diamanahkan padanya, karena tanggung jawab kepemimpinan akan dihisab di akhirat. Pemimpin Sholih akan berhati-hati terhadap perilaku dan ucapannya, jangan sampai ada satu orang pun yang didzaliminya. Amanah bagi pemimpin dalam Islam merupakan kesempatan baik bagi dirinya untuk meraih Ridha Allah juga sebagai sarana untuk melayakkan dirinya beroleh pahala dan kehidupan yang membahagiakan kelak di surga. Wallahu a'lam bi ash-Shawaab.[rn]
0 Comments: