OPINI
Ironi Pengerdilan Makna Pengajian
Oleh. Irmawati (Aktivis Dakwah Kampus)
Ketua BPIP kembali menuai sorotan karena pidatonya yang menyebabkan kontroversi di media sosial ketika membahas masalah anak stunting. Dalam pembahasannya, masalah tersebut dikaitkan dengan aktivitas keagamaan. Kaum ibu banyak waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. Selain itu, juga menyampaikan pesan kepada kaum ibu bisa membagi waktunya agar tidak hanya sibuk pada pengajian dengan melupakan asupan gizi pada anak. Tidak hanya itu, tetapi menginstruksikan juga kepada dua menteri yakni Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Menteri Sosial (Mensos) untuk mengatur waktu ibu-ibu agar waktunya tidak habis mengikuti pengajian karena melupakan asupan gizi anak (Republika,16/2/2023).
Mantan ketua Bappilu Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat mengatakan pengajian hanya dilakukan sekali dalam seminggu. Pengajian juga terkadang membahas terkait kesehatan. Sehingga tidak pantas untuk mempermasalahkan ibu-ibu pengajian.
Kaum ibu yang hadir pada pengajian dianggap melalaikan anak. Padahal waktu pengajian tidak dilakukan setiap hari melainkan hanya beberapa jam saja. Sehingga menjadi kesalahpahaman pada aktivitas menuntut ilmu yang hukumnya fardu ain pada setiap muslimah. Selain itu, kaum ibu juga sebelum pergi ke pengajian senantiasa mengurusi keluarganya. Artinya kaum ibu melaksanakan kewajibannya dan terkadang membawa anak-anak. Jika dicermati ada kaum ibu yang perlu dipersoalkan adalah kaum ibu yang menggunakan ataupun menghabiskan waktunya untuk bekerja dan meninggalkan anak lebih mengkhawatirkan. Karena mereka tidak pandai dan kurang perhatian terkait asupan gizi anak yang bahkan anaknya dititip pada pengasuh anak.
Dengan pengajian kaum ibu akan memperoleh ilmu terkait dengan mengasuh anak, menjadi seorang istri serta ibu bagi anak-anaknya. Hal tersebut sangat bermanfaat yang membawa kebaikan bagi negeri dan generasi. Maka sangat miris, kata-kata komentar yang dititahkan kepada orang-orang yang senantiasa berdzikir dan yang rajin datang pengajian merupakan ujaran yang unfaidah serta hanya dapat menyakiti perasaan umat secara mayoritas adalah muslim.
Islam memandang menuntut ilmu sebagai perkara kewajiban yang penting agar mampu memahami agama dan mengamalkan ajaran Islam serta menguasai dunia dan akhirat. Namun saat ini, umat Islam justru diarahkan untuk hidup dalam sistem sekuler. Sistem yang sengaja meniadakan peran agama dalam kehidupan. Meskipun aktivitas yang dilakukan sangat halus namun mampu mengalihkan untuk tidak ikut majlis ilmu. Sehingga tidak heran ada yang menghalangi untuk menuntut ilmu dan menganggapnya bukan sebagai perkara penting. Justru hal tersebut melalaikan kewajiban yang lain. Walhasil akan mengakibatkan pada kebodohan umat pada agamanya sendiri.
Dalam Negara Islam, mengkaji Islam secara kafah merupakan suatu bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu sehingga menghasilkan individu yang beriman dan bertakwa, memiliki taraf berfikir yang tinggi, memiliki kesadaran politik yang kuat. Selain itu juga bertujuan untuk menjadi bekal kaum ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim berkepribadian Islam.
Memberikan pemahaman Islam dan mengenalkan syariat Islam merupakan salah satu kewajiban orang tua utamanya seorang ibu sebagai madrasah pertama bagi anak. Sehingga orang tua merupakan figur teladan bagi anaknya baik meliputi ucapan, perbuatan sehari-hari. Maka ketika orang tuanya menjalankan syariat dan senantiasa bertaqarub kepada Allah niscaya anak-anak akan mencontoh orang tuanya.
Oleh karena itu, peran orang tua utamanya ibu sangat penting untuk belajar Islam dan memahaminya dengan benar. Dengan belajar Islam akan menambah pemahaman Islam, mengetahui hukum-hukum Islam serta memahami agama Islam dengan benar, dan menjadikan orang tua yang shaleh. Karenanya tidak ada kata berhenti untuk belajar Islam.
Wallahu a'lam bishawwab.
0 Comments: