OPINI
Maraknya Perselingkuhan, Bukti Rapuhnya Bangunan Pernikahan dan Ketahanan Keluarga
Oleh. Mila Sri, S. Th. I
Masalah perselingkuhan bukanlah kasus yang asing di Indonesia bahkan di dunia. Berbagai sumber berita termasuk yang berita digital, kerap kali memberitakan hancurnya tatanan rumah tangga hanya karena kehadiran orang ketiga. Pelakunya tidak hanya para suami, tapi juga para istri.
Artinya, faktor perselingkuhan tidak bisa kita salahkan hanya pada salah satu pihak. Kesempurnaan kriteria pasangan juga tidak menjadi penghalang bagi seorang individu, baik suami atau istri untuk melakukan perbuatan keji dan menodai kesucian pernikahan atas nama perselingkuhan. Hal ini dapat kita lihat dari dunia hiburan yang dipertontonkan, seperti serial 'Layangan Putus' di Indonesia, 'The Wife' dari Thailand dan 'Red Ballon' dari Korea. Dalam ketiga serial drama tersebut, bahkan digambarkan bagaimana perselingkuhan itu berjalan dengan mulus.
Parahnya, berdasarkan berita yang dilansir dari tribunnews.com,18/02/2023, Indonesia merupakan negara kedua di Asia terbanyak atas terjadinya kasus perselingkuhan. Sedangkan untuk tingkat dunia, Indonesia menduduki peringkat keempat dari kasus pasangan yang paling banyak dalam melakukan perselingkuhan.
Maraknya perselingkuhan yang terjadi di era kapitalisme ini, menunjukkan betapa rapuhnya ikatan pernikahan dan keutuhan sebuah keluarga. Betul banyak penyebab, namun sebab fisik dan mencari kesenangan merupakan faktor yang cukup dominan. Dalam sistem kapitalisme, hal ini wajar sebab keindahan fisik menjadi salah satu tujuan. Terlebih dengan lemahnya keimanan, selingkuh dianggap solusi.
Dalam Islam, perselingkuhan tidak dapat dibenarkan karena merupakan salah satu cara mendekati zina, sedang zina dalam pandangan Islam adalah suatu keharaman. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا
Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra' 17: 32)
Dari ayat di atas jelas bahwa selain ikatan perkawinan, Allah Swt. tidak menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Pernikahan itu sesuatu yang suci dan tidak boleh dinodai dengan aktivitas hina semisal perselingkuhan. Dalam Islam, pernikahan adalah ibadah dan semua hal yang dilakukan oleh pasangan yang halal juga terkategori sebagai bentuk ibadah yang dianya bernilai pahala serta keberkahan di sisi Allah Swt.
Sistem sosial dalam Islam telah mengatur hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Tidak dibenarkan perempuan dan laki-lagi berdua-duaan (baca; khalwat) tanpa adanya keperluan yang dibolehkan oleh syara' seperti muamalah, pendidikan, kesehatan dan persaksian. Tidak boleh pula campur baur dalam satu kelompok yang terdiri dari pria dan wanita tanpa adanya keperluan syar'i. Tidak mengizinkan perempuan yang sudah menikah keluar rumah tanpa izin suaminya. Tidak boleh seorang perempuan melakukan safar atau perjalanan lebih dari 24 jam tanpa ditemani mahramnya. Mewajibkan seorang muslimah untuk mengenakan pakaian secara sempurna.
Begitulah cara Islam yang paripurna mengatur interaksi antara pria dan wanita agar tidak terjadi pelecehan seksual, perselingkuhan dan perzinaan. Namun aturan semacam ini tidak akan kita jumpai dalam kehidupan yang serba bebas saat ini.
Untuk itu, sudah selayaknya kita berjuang bersama menerapkan sistem Islam agar terlaksana di tengah-tengah kehidupan. Karena sistem sosial Islam tidak akan tegak tanpa adanya sistem Islam yang diterapkan secara sempurna dan menyeluruh sebagai sebuah sistem yang tidak terpisah dan terus berjalan bersama. [ ]
0 Comments: