Headlines
Loading...
Oleh. Bibit Sri Utami

Ramadan adalah bulan mulia bagi umat muslim. Oleh karena itu, kaum muslimin menyambutnya dengan penuh suka cita. Di Indonesia, banyak tradisi menyambut datangnya bulan Ramadan. Ada yang berziarah kubur, bersih-bersih rumah secara totalitas, bersilaturahmi ke rumah orang tua, masak besar, dan lain sebagainya.

Ironisnya ada tradisi yang tiap tahun hampir berulang di tengah tengah masyarakat, yaitu tradisi kenaikan harga menjelang bulan Ramadan! Pertanyaannya, mengapa tradisi ini selalu terulang di bulan perayaan lainnya?

Seperti kita ketahui, muslim  Indonesia mempunyai kebiasaan belanja berlipat di bulan Ramadan  dibandingkan bulan-bulan lainnya (gaya hidup konsumtif). Dengan alasan persediaan buka puasa. Inilah salah satu pemikiran keliru yang tertanam di benak umat Islam di negeri ini. Puasa adalah menahan nafsu, makan dan minum. Jika yang terjadi seperti yang disebutkan, lalu di mana letak makna menahan diri? 

Hal inilah yang menjadikan para pelaku teori ekonomi kapitalis liberal mengambil keuntungan. Mereka mengambil kesempatan kebiasaan konsumtif umat Islam di bulan Ramadan dengan menggenjot sebesar mungkin harga-harga di sejumlah komoditi barang. Menurut teori perdagangan kapitalis, apabila permintaan barang naik, harga pun akan dinaikkan. Dengan dalih menipisnya stok barang atau kelangkaan barang. Ujung-ujungnya, rakyat menjadi objek manis mereka. 

Fenomena ini sebenarnya menjadi bukti kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan penyediaan pasokan barang yang cukup sesuai kebutuhan rakyat. Karena permasalahan pangan adalah termasuk tugas yang harus dipenuhi negara. Agar segenap rakyat tercukupi kebutuhan pangan demi kelangsungan hidup mereka.

Kenaikan sejumlah komoditas bahan pangan seperti beras, mie instant, gula, daging, cabai, bawang dan yang lainnya, pada 20 hari sebelum bulan Ramadan, menjadi bumerang bagi seluruh rakyat. Harga cabai rawit di awal bulan Februari yang berkisar Rp 40.000/kg kini di awal bulan Maret mencapai Rp 80.000/kg. Harga beras, meskipun di pedesaan sudah mulai panen, dikisarkan Rp 11.000 hingga Rp 12.000/kg. Harga gula, mie instant dan kebutuhan dapur pun cenderung naik pesat.

Kenyataan ini sangat menjepit ekonomi rakyat. Belum lagi bulan Maret ini adalah waktunya anak-anak membayar tagihan uang sekolah. Sekaligus persiapan dana masuk tahun ajaran baru. Ini belum termasuk efek kenaikan BBM, dan pungutan pajak yang kian meroket. Semua ini menambah kesulitan rakyat. Lalu, bagaimana Islam mengatasi hal ini?

Dalam Islam, peran negara adalah sebagai pelayan (riayah) umat. Melayani segala urusan dan kepentingan rakyat. Bukan hanya sebagai penentu regulasi. Artinya, negara harus hadir dan menyelesaikan seluruh  kemaslahatan umat secara penuh, tanpa kecuali. Termasuk urusan ekonomi. Dengan adanya permasalahan berulang, kenaikan harga-harga kebutuhan menjelang bulan Ramadan, atau hari-hari besar lain harus diatasi negara sesegera mungkin. 

Bulan Ramadan adalah bulan penuh rahmat, penuh dengan pengampunan dan ladang pahala. Bulan yang lebih baik dari seribu bulan. Jangan mengotorinya dengan tangan jahil pelaku ekonomi kapitalis, yang jelas menjauhkan umat dari agama. Sudah sepatutnya umat  melepaskan diri dari belenggu sikap konsumtif yang sengaja dimanfaatkan oleh barat.

Selain itu, para pemimpin umat harus paham bahwa seorang pemimpin kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban atas kinerja mereka selama menjadi pemimpin rakyat. Untuk itu, mereka harus benar-benar mengurusi kebutuhan rakyat secara optimal. 

Negara juga harus: 
- Memerhatikan aturan untuk memenuhi kebutuhan pangan. 
- Menjamin tersedianya pangan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Dengan mendorong peningkatan dan inovasi penyediaan sumber pangan yang dibutuhkan rakyat. 
- Mengupayakan produksi bahan pangan secara mandiri, demi kepentingan pemenuhan kebutuhan rakyat. Apalagi negeri ini adalah negeri yang subur dan memiliki persediaan seluruh sumber daya alam yang dibutuhkan. 
- Memberantas penimbunan, monopoli, korupsi, penipuan dan serentetan kejahatan ekonomi pasar lainnya. Karena Islam juga akan menjamin mekanisme pelaksanan operasi pasar secara baik. 
- Menyediakan informasi ekonomi pasar, serta membuka akses informasi untuk meminimalisasi pengambilan keuntungan yang tidak benar.

Dengan demikian, hidup rakyat akan tenang dalam mengatur perputaran ekonomi rumah tangga. Tidak ada gebrakan harga di suatu momen. Harga akan senantiasa stabil di setiap saat. Pasokan barang lancar, ekonomi rakyat meningkat, sehingga tidak ada kegelisahan dalam kehidupan keseharian mereka.

Sungguh sebuah kehidupan yang diimpikan setiap rakyat. Semoga sistem Islam segera terwujud dan menggantikan sistem yang menikam rakyat seperti saat ini. Allahu Akbar! [Dn].

Baca juga:

0 Comments: