Headlines
Loading...
Oleh. Ni’mah Fadeli 
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Ramadan tinggal menghitung hari. Aneka iklan yang berkaitan dengan Ramadan seperti sirup, baju lebaran, mukena dan berbagai kue lebaran sudah bertebaran. Muslim pun bersiap menyambutnya. Masjid-masjid berbenah agar para jamaah shalat tarawih merasa lebih nyaman nantinya. Para aparat juga melakukan sejumlah penertiban agar masyarakat dapat beribadah Ramadan dengan lancar.

Salah satu kegiatan yang dilakukan aparat adalah melaksanakan penindakan terhadap para penjual minimal keras (miras). Kepolisian Resort Kota (Polresta) Malang Kota melakukan kegiatan rutin yang ditingkatkan (KRYD) di kawasan Kayutangan Heriage, Jalan Basuki Rachmat Kota Malang. Menurut Kasi Humas Polresta Malang Kota, Iptu Eko Novianto, selain sebagai kegiatan rutin dalam rangka menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif menjelang Ramadan, tindakan ini juga dilakukan sebagai tindak lanjut dari aduan masyarakat yang resah dengan adanya kios yang menjual minuman keras tanpa izin di kawasan wisata tersebut. Dari hasil penertiban, petugas telah menyita ratusan botol minuman keras. (Liputan6.com, 27/2/2023)

Penertiban yang sama juga dilakukan di Situbondo. Petugas menggencarkan razia minuman keras dalam operasi masyarakat menjelang Ramadan. Kasat Samapta Polres Situbondo, AKP Sudpendi menyatakan bahwa pihaknya tidak hanya akan menyita minuman keras dari warung ataupun rumah namun juga akan menindak tegas pemilik warung atau penjual minuman keras dengan tindak pidana ringan. (Antaranews.com, 26/2/2023)

Minuman keras (miras) adalah minuman beralkohol yang mengandung etanol dan dihasilkan dari penyulingan etanol, diproduksi dengan cara fermentasi biji-bijian, buah atau sayuran. Di Indonesia, sejumlah miras tidak melalui proses penyulingan sehingga memiliki kadar alkohol yang lebih rendah, seperti bir dan tuak. Semua miras memiliki efek yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran, kejang hingga meninggal dunia. Penyakit serius yang dapat ditimbulkan akibat mengkonsumsi minuman beralkohol diantaranya kerusakan pada hati, lambung hingga komplikasi gangguan psikiatri berat.

Jelas sudah bahwa miras harus diberantas karena hanya akan menimbulkan keresahan dan kerusakan di masyarakat. Razia miras yang rutin dilakukan untuk menertibkan memang berupaya untuk memutus rantai peredaran miras. Namun apakah akan berhasil jika razia tersebut hanya dilakukan di warung dan kios milik pedagang kecil? Bahkan jika melihat undang-undang minuman beralkohol (UU Minol), disana disebutkan bahwa miras masih boleh dijual di tempat-tempat tertentu seperti tempat pariwisata. Pabrik-pabrik miras juga tetap dibiarkan beroperasi dan impor miras pun belum ditutup.

Miras atau 'khamr' tak hanya berbahaya di bulan Ramadan tapi di semua bulan sepanjang tahun. Lantas mengapa penertiban terhadap miras hanya marak di bulan puasa saja? Apakah lantas boleh seseorang mengonsumsi miras di luar Ramadan misalnya dengan alasan untuk mengatasi kegalauan hati atau melupakan beban kerja yang berat? Miras atau 'khamr' adalah barang haram dalam Islam.

"Dari Abu ad Darda’, dia berkata, Kekasihku (Nabi Muhammad) Shallahahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku, “Janganlah engkau minum khamr, karena ia adalah kunci semua keburukan.” (HR. Ibnu Majah No.3371)

Ketika seseorang minum 'khamr' dan kehilangan kesadaran diri, maka begitu banyak keburukan dapat dilakukan yang bukan hanya akan membahayakan dirinya namun juga sekitarnya.

“Dari Anas ia berkata, Rasulullah Shallahahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan; pemerasnya, yang minta diperaskan, peminumnya, pengantarnya, yang minta diantarkan khamr, penuangnya, penjualnya, yang menikmati harganya, pembelinya dan yang minta dibelikan.” (HR. Tirmidzi) 

Demikian jelas bahwa peringatan Rasul akan bahaya 'khamr' hingga terlaknatlah mereka yang berdekatan dengannya.

Namun dalam sistem sekuler kapitalis yang tak mempedulikan halal haram karena telah memisahkan agama dari kehidupan, 'khamr' dianggap sesuatu yang menguntungkan. Meskipun menimbulkan masalah kesehatan dan sosial bagi masyarakat, tapi karena masih ada keuntungan materi yang dihasilkan, maka kebijakan terkait 'khamr' juga hanya setengah hati. 

Meski menginginkan masyarakat yang aman dan damai tanpa miras, pemerintah juga tak menutup mata akan banyaknya materi yang dapat menyumbang pendapatan negara dari miras. Masyarakat yang hidup dalam asuhan sekularisme juga semakin jauh dari Islam. Kecenderungan untuk lari dari masalah dengan cara instan ditempuh dengan segala cara seperti mengonsumsi miras agar lupa sejenak dengan beban hidup yang dianggap terlalu berat. Akhirnya permintaan miras pun tak pernah hilang. 

Maka sudah waktunya muncul kesadaran dalam masyarakat bahwa miras adalah benda haram dan harus dijauhi, bukan hanya ketika Ramadan tiba. Miras tak mendatangkan manfaat sedikit pun karena Allah telah melarangnya. Islam melarang produksi dan peredaran minuman keras dalam bentuk apapun. Islam juga memiliki sanksi tegas yang berfungsi untuk memberi efek jera (zawajir) dan menjadi penebus dosa (jawabir) yang ditetapkan oleh pemimpin atau hakim berdasarkan ketentuan syariat.

Sebagai muslim, maka segala perbuatan hanya didasarkan pada rida Allah bukan pada kerusakan yang dapat ditimbulkan atau manfaat yang dapat diperoleh. Karena hanya Allah yang Maha Tahu tentang segala hal yang telah diciptakan-Nya. Dengan menerapkan syariat Islam, kehidupan masyarakat yang aman dan damai akan dapat dirasakan, karena hanya Islam yang membawa rahmat untuk seluruh alam.

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: