surat pembaca
Pariwisata Digalakkan, Kenyamanan Warga Diabaikan
Oleh. Sri Setyowati
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, telah memiliki strategi khusus untuk menggalakkan kembali sektor pariwisata di tengah ancaman resesi ekonomi pada tahun ini. Tak hanya mendorong wisatawan mancanegara (wisman), Sandiaga Uno juga akan mendorong potensi pariwisata dari dalam negeri. Mengingat pertumbuhan ekonomi domestik akan sangat didorong oleh tumbuhnya wisatawan nusantara (wisnus). (tirto.id, 09/01/2023)
Namun bagi sebagian masyarakat di tempat tujuan wisata seperti Bali, kemudahan akses yang diperoleh wisman ke Indonesia tersebut justru membuat resah. Hal ini karena beberapa wisman berlibur sambil melakukan praktik bisnis ilegal mulai dari bekerja sebagai fotografer, sewa penginapan, jasa perjalanan wisata, pelatihan berselancar, rental sepeda motor, latihan piano, cukur rambut, menjual sayur hingga melakukan perbuatan kriminal dan berulah ugal-ugalan di jalan raya. Karena ulah turis asing tersebut, pendapatan masyarakat lokal jadi menurun. Sekaligus ada rasa tidak nyaman dan tidak aman. Tindakan para wisman tersebut juga mendapatkan tanggapan dari Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Silmy Karim. Beliau menyatakan, jajarannya akan menggelar operasi untuk menindak pelanggaran wisatawan asing di Bali. (kompas.com, 06/03/2023)
Tindakan serupa dilakukan pula oleh Gubernur Bali, Wayan Koster. Beliau akan melarang para wisman atau turis asing menyewa sepeda motor. Larangan itu akan disahkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). (cnnindonesia.com, 12/03/2023)
Dalam sistem kapitalis, keuntungan materi menjadi asas utama pencapaian. Oleh karena itu, pariwisata adalah salah satu sumber perekonomian negara. Demi meningkatkan devisa negara, digalakkanlah sektor pariwisata. Adanya potensi dan keindahan alam, keragaman budaya dan keunikan tradisi yang hidup di masyarakat, menjadikan pariwisata sebagai sektor yang cukup menjanjikan dalam menambah pendapatan negara hingga dianggap bisa mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Di sisi lain, pariwisata bisa berdampak negatif bagi masyarakat, yaitu penyebaran pemikiran dan budaya yang dibawa para turis asing yang utamanya masyarakat yang hidup di sekitar objek wisata dengan paham liberalnya; seperti perubahan gaya hidup, bahasa, cara berpakaian, prostitusi, pornografi hingga toleran terhadap perilaku wisman.
Dalam sistem Islam, pariwisata bukan sumber devisa utama. Negara mengandalkan sumber devisa utama dari pos fa'i, kharaj, jizyah, kepemilikan umum, harta ghanimah, usyur dan lainnya. Demikian juga negara tidak akan membiarkan masuknya nilai-nilai yang merusak akidah dan akhlak umat.
Warga negara asing boleh memasuki wilayah daulah dengan izin masuk, seperti kafir mu’ahid (negara yang mengikat perjanjian dengan daulah) dan kafir musta’min (orang yang masuk dengan seizin daulah untuk mendapat jaminan keamanan). Adapun kafir harbi fi’lan, tidak boleh ada ikatan perjanjian dengan negara jenis ini, termasuk melarang warga negara harbi fi’lan memasuki wilayah daulah.
Tujuan utama dipertahankannya pariwisata adalah sebagai sarana dakwah karena manusia biasanya akan tunduk dan takjub ketika menyaksikan keindahan alam. Tafakur alam akan menjadi sarana untuk menumbuhkan atau mengokohkan keimanan pada Allah Swt. Di samping itu, pariwisata menjadi sarana propaganda (di’ayah), untuk meyakinkan siapapun tentang bukti-bukti keagungan dan kemuliaan peradaban Islam.
Daulah mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Ini berarti negara lebih memprioritaskan segala kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, termasuk kenyamanan dan keamanan bagi warga negaranya.
Sungguh, sangat berbeda tujuan pariwisata dalam sistem sekuler saat ini dengan sistem Islam yang datangnya dari Sang Khalik. Wallahu a'lam bishawwab. [Dn].
0 Comments: