surat pembaca
Pengajian Bukan Sebab Terlantarnya Anak
Oleh. Nisaa Rohma
Sebagai seorang ibu, mendengar video yang viral beberapa hari lalu tentu membuat geram. Bukan tentang stunting yang seharusnya beliau bicarakan, melainkan ujaran yang menjadi sebab tak mendasar dalam hal tersebut. Semua pengguna jejaring sosial tentu sudah tidak asing dengan video yang menyebutkan “Ini pengajian iki sampai kapan tho yo? Anake arep dikapake (anaknya mau diapakan), he, iya dong.”
Ujaran tersebut mungkin memang bukan ujaran kebencian, namun rasanya nampak aneh. Bukankah selama ini banyak kelompok ibu-ibu, calon ibu-ibu, yang secara sengaja membuat forum-forum pengajian. Tentu hal tersebut secara sadar diagendakan sebagai kegiatan rutin yang diluangkan di tengah kesibukan mengurus anak, suami, bekerja, bersih-bersih rumah, memasak sampai melakukan kegiatan yang memang hobinya.
Pengajian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mempunyai makna 2 (dua) hal, yaitu pertama, pengajian (agama Islam); menanamkan norma-norma dan nilai-nilai agama melalui kegiatan pengajian atau kegiatan dakwah. Kedua, pembacaan al-Qur’an.
Makna pengajian pertama ini berarti mengandung unsur pendidikan karena norma dan nilai agama. Dengan kata lain, pengajian merupakan tempat untuk mempelajari dan memahami berbagai hukum Allah secara kafah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan, termasuk dalam mendidik anak. Karena memang pada kurikulum pendidikan di Indonesia tidak mengajarkan bagaimana cara mendidik atau penerapan ilmu yang selama ini memang dipelajari di bangku sekolah.
Terlebih kita tahu sendiri, jumlah jam tatap muka untuk mapel PAI hanya dua jam per minggu. Tentu saja itu hanya menghasilkan teori umum tentang agama. Pemahaman tentang teori tidak akan sampai dipahami dengan baik oleh seseorang sebelum orang tersebut mengimplementasikan dalam kehidupannya. Oleh karenanya, menggali hukum Allah menjadi sesuatu yang harus dilakukan secara rutin agar dampaknya secara nyata terlihat untuk baikan umat.
Bukankan Al-Quran juga menyeru kepada Orang-orang beriman dalam Al Baqarah (2 : 208):
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Seruan tersebut juga diperkuat penjelasan
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335).
Untuk dapat mengambil ajaran dan syari’at Islam secara menyeluruh, tidak akan dapat terterapkan dengan baik apabila hanya diadopsi oleh individu atau keluarga saja. Dalam hal ini, negara sebagai penjaga individu dan keluarga dalam suatu bangunan kokoh harus mengadopsi Islam secara kafah, bukan sekadar bagian-bagian yang “dianggap” perlu. Ibarat sebuah sistem mesin, akan beroperasi dengan baik mesin tersebut apabila semua onderdilnya punya kaitan sesuai aturan yang diberikan oleh pabriknya. Pun sama dengan manusia sebagai makhluk Allah akan dan melanjutkan kehidupan dengan baik apabila melaksanakan aturan hidupnya sesuai apa yang telah disyariatkan oleh Allah.
Pemahaman menyeluruh seperti ini tidak akan didapatkan oleh sebuah generasi apabila ibu, calon ibu, ayah beserta calon ayah ini tidak mempelajari Islam secara rutin dalam bentuk pengajian-pengajian. Sehingga pengajian seharusnya bukan sebab terlantarnya anak. Justru dengan adanya pengajian, orang tua bahkan calon orang tua ini belajar dan berjuang menyiapkan generasi terbaik untuk masa mendatang. Allahu a'lam.
0 Comments: