Headlines
Loading...
Oleh. Rahma Ummu Zubair

"Umi, ingin beli es degan,"  kata Ghazi dengan suara memelas dan manja kepada Ratna. "Haus, Mi,"  lanjut Ghazi dengan memeluk kaki Ratna yang sedang berdiri mengambil jemuran.

"Mas Ghazi tunggu di dalam saja, jangan ikut Umi ambil jemuran! Biar gak kepanasan dan gak kehausan, Mas!" kata Ratna.

"Eeemmmm eeeemmm," kata Ghazi dengan agak kesal karena belum mendapatkan kepastian untuk dibelikan es degan atau tidak.

"Tapi aku jadi dibelikan es degan ya, Mi?" kata Ghazi menegaskan.

"Iya, iya, Insya Allah," kata Ratna. "Tunggu Umi selesai kerjakan tugas negara ya, Nak!" kata Ratna.

"Ghazi bantu iya, Mi?" tanya Ghazi setengah menawarkan jasa setengah malas karena cuaca sedang sangat panas dan terik.

"Sudah gak usah, gak apa-apa, Mas. Terima kasih ya bantuannya," kata Ratna dengan senyuman sabar kepada Ghazi. Senyuman yang sedang menahan rasa panas mentari yang begitu menyengat.

"Gak apa-apa, Umi, sini aku bantu saja," kata Ghazi.

Ghazi pun membantu angkat jemuran yang begitu banyak dengan cepat dan gesit. "Jemurannya kok banyak sekali ya, Mi?"  tanya Ghazi.

"Dua hari kemarin kan hujan terus, Nak. Siang Malam gak berhenti. Dan kemarinnya lagi kita menginap di rumah nenek. Jadi Umi gak sempat mencuci baju," kata Ratna.

"Puuuh, sampai gak cukup tanganku untuk pegang dan ambil jemurannya," kata Ghazi.

"Kan bisa dicicil, Nak," kata Ratna.

"Hafiz, bantu Umi dong! Jangan lihat televisi terus! Bantuin lah Umi dan kakaknya ini," kata Ghazi dengan emosi marah yang agak terpancing karena Ghazi sangat kelelahan.

Pendengaran Hafiz terlalu memperhatikan sumber suara dari televisi dibandingkan suara panggilan Ghazi.

"Huuuft, Hafiz gak mau dengerin! Bentar lagi tak adukan ke Abi loh, kalau gak mau bantu Umi dan Kakaknya. Hafiz!" kata Ghazi.

"Mas Ghazi, Sayang! Jangan Marah ya! Umi bisa sendiri kok, angkat jemuran ini sendiri. Mas Ghazi duduk dulu ya," kata Ratna.

Akhirnya Ghazi pun lebih memilih diam dan menunggu Ratna selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya.

"Umi, aku ingin es degan yang banyak es batunya ya, biar dingin sekali," kata Ghazi.

"Mas Ghazi gak makan dulu kah? Biar gak kelaparan," kata Ratna.

"Eemm mmm, ingin es degan kok," kata Ghazi.

Kondisi capek, lapar dan haus bikin Mas Ghazi cepat tersulut emosinya.

Setelah selesai mengambil jemuran, Ratna segera membuka kulkas dan mengeluarkan puding lava dari dalam kulkas.

"Tara, siapa yang mau puding lava coklat, lembut dan lumerrrr di mulut," tanya Ratna. 

"Aku aku, aku dulu yang coba, Mi," kata Ghazi

Ratna pun menyuapin Ghazi dan kemudian memanggil Hafiz.

"Hafiz, sini, Nak. Ini Umi punya puding lava yang enak," kata Ratna.

"Mau mau mau, ssssrt emmm jadi ngiler aku, Mi lihat puding lava coklat yang lembut, aaaaak," kata Hafiz dengan posisi mulut sudah dibuka dan siap melahap puding.

"Aaemmm. Enak Hafiz?" tanya Ratna.

"Enak banget," jawab Hafiz.

"Tapi jangan dihabiskan loh, aku juga suka puding," kata Ghazi.

Tiba-tiba Hafiz merebut puding itu dari tangan Ratna dan berlari menjauh dari Ghazi. Seketika itu pun Ghazi dan Hafiz kejar-kejaran memperebutkan puding lava coklat buatan Ratna.

Tak lama kemudian, puding itu terjatuh dan tak menyisahkan sedikit pun di piring.

"Nah, Alhamdulillah belum rezeki," kata Ratna dengan senyum menguatkan kedua anaknya untuk tidak saling menyalahkan dan bertengkar.

"Gak apa-apa, kita bisa beli es degan saja, pudingnya biar Umi bersihkan ya," kata Ratna.

Dengan hati yang sabar, Ghazi dan Hafiz tidak bertengkar. Bahkan mereka berdua meminta maaf kepada Ratna.

"Maafkan kami ya, Mi," kata Ghazi.

"Maaf," kata Hafiz sambil menjulurkan tangannya kepada Ratna.

"Iya, Sayangku semua. Umi maafkan kok. Nah sekarang kita beli es degan saja ya," kata Ratna.

"Horeee!" kata Hafiz dengan riang.

Mereka pun berdamai dan menikmati es degan manis di siang yang dahaga itu.

Baca juga:

0 Comments: