Oleh. Dewi Irawati Artati
Suatu hari, Ridwan pulang sekolah dengan sangat kesal. Ia sampai lupa tak mengucap salam saat memasuki rumah. Tas sekolahnya ia taruh begitu saja di kursi. Tanpa sepatah kata, ia langsung masuk kamar. Wajahnya merah padam. Sepertinya dia marah dan kesal terhadap sesuatu.
Melihat hal yang tak biasa, sang ibu menghampirinya dan bertanya pada Ridwan.
"Ada apa sayang, sepertinya kamu sedang marah ya. Cerita dong, sama Ibu."
"Ridwan kesel, Bu. Gara-gara Rendi meminjam buku ceritaku yang baru, lalu dia sobekin sampulnya. Aku suruh gantiin, malah nggak mau," ucap Ridwan dengan bibir mencucu.
"Oh, begitu, ceritanya. Terus dia minta maaf, nggak?" tanya ibu.
"Iya, sih, Bu. Tapi maaf saja tidak cukup. Dia harus menggantinya dengan yang baru. Ini kan buku hadiah ulang tahunku dari Ibu. Aku sangat menyukai buku itu," kata Ridwan masih emosi.
"Sabar, nak. Yang penting dia sudah minta maaf. Sini ibu betulin sampulnya," kata Ibu dengan sabar, lalu meraih buku itu dan mengelem dan memberi sampul plastik.
"Nah, ibu sudah mengelem bagian yang robek. Sudah bagus kan?" kata Ibu berusaha mendinginkan hati Ridwan.
Ridwan masih terlihat kesal. Sambil memeluk dan mengelus kepala Ridwan, Ibu menasehatinya.
"Ridwan, kamu tahu nggak, Rasululllah itu seperti apa? Beliau adalah seorang nabi yang sangat mulia akhlaknya. Kepribadiannya lemah lembut, santun, pemaaf, berbudi pekerti luhur"
"Beliau tidak bersikap keras ataupun berhati kasar terhadap orang-orang di sekelilingnya, walaupun dia sering mendapat perlakuan buruk dari orang-orang sekitarnya, semua dihadapi dengan penuh kesabaran,"
"Benar kah, Bu?"
Ibu mengangguk dan tersenyum. Lalu melanjutkan ceritanya.
"Pernah suatu hari rasulullah berdakwah di kota taif, dengan harapan disambut baik oleh mereka. Tetapi malah sebaliknya, rasulullah dilempar batu, dilempar kotoran, bahkan dilempar tombak hingga giginya patah dan berdarah. Sahabatnya pun tidak terima, dan meminta rasulullah mendoakan mereka agar mendapat musibah. Tapi, rasulullah malah mendoakan supaya Allah memberikan petunjuk kepada mereka."
"Maasya Allah, sungguh mulianya rasulullah itu ya, Bu," kata Ridwan kagum.
Ibu tersenyum dan mengangguk. Lalu melanjutkan ceritanya.
"Ada lagi nih, cerita tentang kemuliaan rasulullah, mau dilanjut, nggak?"
"Mau dong, Bu. Aku suka mendengarnya," kata Ridwan penasaran.
"Pernah suatu ketika rosulullah hendak pergi ke masjid, dan beliau diludahi oleh seorang wanita yang membencinya. Namun rasulullah tidak marah, beliau hanya mengelap ludah wanita tersebut. Hal itu terjadi sampai tiga kali. Dan pada hari ke empat, dikabarkan wanita tersebut jatuh sakit. Rasulullah pun menjenguknya dengan membawakan roti yang disiapkan oleh Aisyah, istrinya,"
Ibu melirik ke arah Ridwan. Sepertinya ia makin penasaran.
"Wanita itu pun sangat heran dengan akhlak rasulullah. Dan dia pun berkata: Ya rasulullah inikah akhlak engkau? Teman-temanku yang akrab saja belum ada yang menjengukku. Sementara engkau yang aku hinakan paling duluan menjenguk aku,"
"Terus, apa kata rasulullah Bu?" tanya Ridwan penasaran.
"Rasulullah pun menjawab: Aku yakin kamu melakukan ini karena belum tahu tentang kebenaranku, jika engkau mengetahuinya aku yakin kau tidak akan melakukannya."
"Terus Bu, selanjutnya?"
"Akhirnya, wanita tua itu bersyahadat dan mengikuti ajaran rasulullah. Begitu ceritanya, bagus kan? Beliau menghadapi semua masalah dengan kelembutan hati dan kasih sayang. Dengan begitu, orang-orang disekitarnya menjadi bersimpati, dan mengikuti ajarannya. Sebagai umat Nabi Muhammad sudah seharusnya kita meneladani akhlaknya yang mulia. Betul nggak?" kata ibu mengakhiri ceritanya.
"Betul, Bu. Kesabarannya patut dicontoh. Ridwan malu sama Allah Bu, tadi sudah marah-marah. Ridwan ingin seperti rasulullah," kata Ridwan sambil memandang wajah ibunya.
"Maasya Allah, kamu benar, Ridwan. Beliau adalah manusia paling sempurna di muka bumi ini. Dialah rahmat bagi seluruh alam."
"Nah, Ridwan, apakah kamu mau memaafkan temanmu?"
"Tentu saja Ibu, rasulullah saja memaafkan orang yang berbuat jahat kepadanya. Masa aku enggak? Rasulullah itu idolaku, aku mau seperti beliau," jawab Ridwan yakin.
Ibunya pun tersenyum bahagia melihat anaknya sudah sadar. Dan memeluknya dengan penuh kasih sayang. Mereka pun bersholawat untuk nabi.
0 Comments: