Headlines
Loading...
Oleh. Nur Syamsiah Tahir
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK)

Fenomena transportasi ojek online atau yang viral dengan sebutan ojol mulai marak beberapa tahun belakangan ini. Puncaknya saat pandemi Covid-19, dimana PPKM diberlakukan dan penerapan protokol kesehatan yang ketat yaitu 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas). Akibatnya masyarakat lebih memilih dan memanfaatkan keberadaan ojol sebagai sarana transportasi diri maupun dalam hal pembelian dan pengiriman barang.

Fakta ini tentu saja membuka lapangan kerja baru bagi para pengangguran, apalagi yang terdampak pandemi yaitu mereka yang di-PHK dari pekerjaannya. Berbekal sepeda motor dengan kelengkapan suratnya serta keahlian dan kelihaiannya dalam mengendarai sepeda motor, seseorang bisa menggeluti profesi ini. Pada perkembangannya profesi ini berada dalam satu payung perusahaan yang lebih tertib dan terorganisir.

Keberadaan ojol ini tidak hanya berkembang di kota-kota besar tetapi juga merambah ke kota-kota kecil. Hanya saja dalam perkembangannya tak berjalan signifikan dengan pendapatan yang mereka terima. Pasalnya, impian mereka untuk hidup kaya seakan terkikis oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. 

Sebagaimana yang dilansir oleh cnbcindonesia.com (1/4/2023), penghasilan driver ojek online (ojol) mengalami penurunan signifikan sejak beberapa tahun lalu. Ini terjadi sebagai akibat adanya potongan besar yang dilakukan oleh Gojek dan Grab.

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono menjelaskan, pada tahun-tahun pertama kehadiran ojol, pemasukan sebesar Rp 5 juta hingga Rp 10 juta bisa dikantongi para driver tersebut. Akan tetapi, kini kondisinya berbanding terbalik. Tepatnya sejak beberapa tahun terakhir pendapatan para driver ojol ini hanya mencapai 50 persen atau bahkan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

Kenyataan ini harus dihadapi para driver karena perusahaan aplikasi menerapkan potongan yang sangat tinggi, lanjut Igun. Akibatnya sebagian besar driver memutuskan untuk beralih profesi, ada yang menjadi pegawai kantoran dan ada juga yang berwirausaha.

Pada akhirnya, fenomena driver ojol sebagai pekerjaan utama juga berubah menjadi profesi sampingan. Itu semua terjadi karena kebutuhan biaya hidup kian hari kian tinggi, sedangkan penghasilan kian turun maka nasib mereka pun kian konyol.

Tak bisa dimungkiri, kehidupan di negeri ini kian hari kian menyesakkan saja. Sebutan negeri gemah ripah loh jinawi, masyarakatnya hidup aman, tenteram, dan sejahtera, kini hanya ilusi di siang hari. Pada faktanya, wilayah yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini sebenarnya masih subur dan sumber daya alamnya masih melimpah ruah. Hasil pertanian, ladang, hutan, sungai, laut, bahkan tambangnya mulai dari emas, nikel, tembaga, minyak bumi, dan batu bara juga masih terus diproduksi dan dikelola. Hanya saja semua itu tidak lagi bisa dinikmati oleh semua anggota masyarakatnya. Kenikmatan itu hanya dirasakan oleh segelintir orang saja yakni para pengusaha dan kroni-kroninya. Inilah fakta yang terjadi saat ini, para oligarki kian serakah dan masif menguasai di berbagai sektor ekonomi tak terkecuali aplikasi ojol ini.

Indonesia adalah negeri yang menerapkan sistem pemerintahan secara demokrasi. Artinya pemerintahannya diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Adapun demokrasi merupakan model yang lahir dari sistem kapitalis sekuler. Dalam sistem kapitalis sekuler berlaku asas manfaat. Maka segala sesuatu yang bernilai manfaat akan dilaksanakan dan diterapkan. Sebaliknya yang tidak mendatangkan manfaat tentu saja akan ditinggalkan. Sedangkan yang menetapkan kemanfaatan ini adalah penguasanya, yakni segelintir orang yang duduk di lembaga negara. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang-orang yang duduk di kursi pemerintahan adalah orang-orang yang berkantong tebal atau orang-orang yang mendapat sokongan dari para pengusaha. Dengan demikian terciptalah politik balas budi saat duduk di jajaran pejabat negara. Selanjutnya terciptalah deal-deal berupa peraturan maupun undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dengan mengatasnamakan kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Pada akhirnya, berjalannya roda pemerintahan pun digerakkan oleh peraturan dan undang-undang yang lahir atas nama kepentingan rakyat. Sejatinya semua itu untuk kepentingan penguasa dan para kroninya. Contoh nyata tentang pengelolaan tambang emas di Papua, sampai detik ini rakyat Papua masih dalam kondisi miskin dan terbelakang. Belum lagi pengelolaan hutan, laut, tambang minyak, dan sumber daya lainnya. Termasuk diterapkannya kebijakan baru atas tarif ojol dan pemotongan oleh para pemilik aplikasi ojol yang jelas-jelas mencekik para driver. Maka lahirnya kebijakan-kebijakan semacam itu hanyalah menguntungkan para pengusaha sekaligus para penguasa saja, tetapi tidak bagi rakyat jelata.

Demikianlah yang terjadi dan akan terus terjadi, selama negeri ini menerapkan sistem kapitalis. Rakyat akan semakin terpinggirkan, sebaliknya pemilik modal sajalah yang berjaya. Derajat kemiskinan semakin tinggi, kesejahteraan, kesehatan, bahkan keamanan menjadi jaminan yang langka bagi warga negaranya. Kondisi ini tentu saja berbeda jauh dengan kondisi masyarakat yang penguasanya menerapkan sistem Islam.

Islam sebagai sebuah agama, tidak hanya diperuntukkan bagi individu-individunya saja. Tetapi Islam memuat berbagai aturan yang diperuntukkan bagi masyarakat secara keseluruhan, bahkan bagi negara. Dengan penerapan aturan itu Islam mampu memimpin dunia selama 13 abad lamanya. Islam sebagai sebuah sistem mampu menaungi dan memberikan kesejahteraan, jaminan kesehatan, kemakmuran, bahkan keamanan bagi warganya. Lebih-lebih Islam telah mampu menguasai 2/3 wilayah dunia, semuanya merasakan lezatnya kesejahteraan dalam negara Islam.

Ini semua bisa terwujud karena tonggak keimanan yang kokoh yang tertancap pada diri individu-individu muslim termasuk pada para pemimpinnya. Karena dalam Islam, segala sesuatunya dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Urusan dunia tak terpisahkan dengan urusan akhirat. Sebagaimana ditegaskan oleh Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Ibn Umar RA, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam yang berkuasa atas masyarakat bagaikan penggembala dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyatnya).”

Dengan demikian, pemimpin mulai dari pimpinan tertinggi sampai terendah akan melaksanakan tugas dan kewajibannya secara nyata. Selanjutnya pertanggungjawaban tidak hanya pada manusia tetapi juga pada Allah Swt., kelak di Yaumil hisab. Oleh karena itu, penguasa atau negara pasti akan memprioritaskan urusan pengayoman terhadap kehidupan rakyat, sebab itulah cerminan dari posisinya sebagai raa’in dan junnah. Negara tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang mengabaikan nasib mereka. 

Alhasil, penguasa melalui penerapan sistem Islam akan berupaya memenuhi kebutuhan rakyatnya sampai tataran per individu bukan hanya per keluarga. Baik kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanannya.

Demikian pula dengan urusan lapangan pekerjaan, termasuk masalah ojol ini. Negara Islam akan mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan dan membawa kesejahteraan bagi para driver yang notabene mereka adalah pemimpin dalam keluarga masing-masing, sehingga nasib mereka tidak akan konyol seperti dalam sistem yang diberlakukan saat ini. Wallahualam bissawab. [rn].

Baca juga:

0 Comments: