Headlines
Loading...
Fenomena Thrifting Marak, antara Hedonisme dan Potret Buram Kemiskinan

Fenomena Thrifting Marak, antara Hedonisme dan Potret Buram Kemiskinan

Oleh. Ratna Kurniawati, SAB

Fenomena pemakaian pakaian bekas impor luar negeri dan bisnis pakaian bekas yang dikenal dengan istilah thrifting bukan merupakan hal baru di Indonesia.
Tren thrifting kini menjadi pembicaraan yang hangat ketika larangan impor pakaian bekas luar negeri karena mengganggu industri tekstil di Indonesia.

Kementrian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas luar negeri seperti yang tertulis di dalam Permendag Nomor 18 tahun 2021 tentang barang yang dilarang ekspor dan impor antara lain kantong bekas, karung bekas dan pakaian bekas. Peminat yang banyak dan harga miring menjadi alasan tren ini menjamur dan pedagang tetap menjual meski dilarang. Fashion pakaian bekas impor dianggap menjadi solusi bagi sebagian orang yang menginginkan tampil menarik tanpa mengeluarkan budget tinggi. Sedangkan bagi pedagang ini menjadi peluang usaha ditengah masa sulit ekonomi pasca pandemi. 

Fenomena di atas menunjukkan bahwa gaya hidup masyarakat yang hedonis dan brandminded. Selain itu juga menunjukkan potret kemiskinan masyarakat yang butuh pakaian murah. 

Dikutip dari Kompas.tv tanggal 18 Maret 2023 Presiden Joko Widodo memberi penegasan soal thrifting impor. Presiden menilai bisnis impor pakaian bekas sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri serta meminta untuk menindak dan mengawasi pelaku usaha thrifting tersebut.

Permasalahan dalam Industri Tekstil di Indonesia

Sebenarnya terletak pada kebijakan negara untuk tidak membuka kran impor selebar-lebarnya sehingga mengancam industri dalam negeri sendiri. Seharusnya pemerintah dapat mendukung industri tekstil dalam negeri dengan menutup kran impor atau paling tidak, dapat membatasi yaitu dengan hanya boleh impor yang barang tersebut tidak diproduksi dalam negeri. Apabila produk tersebut masih dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri sebaiknya impor dilarang. 

Pemerintah dapat mendukung industri tekstil dalam negeri dengan cara misalnya menggratiskan industri tekstil dari pungutan pajak, membantu perusahaan tekstil untuk supply bahan baku tekstil yang jaraknya dekat dan terjangkau sehingga bisa menghemat biaya produksi dan transportasi.

Selain itu diperlukan juga dukungan pemerintah seperti modernisasi alat dan mesin mutakhir pada industri tekstil. Dukungan lainnya dapat berupa penyerapan produk tekstil dalam negeri dengan cara kepala negara dan para pejabat memakai produk lokal dalam negeri bukan malah menyuruh rakyat belanja produk lokal tetapi mereka memakai produk impor mahal. 

Apabila semua solusi dijalankan, tekstil Indonesia tidak hanya menjadi penguasa pasar domestik tetapi juga dalam kancah dunia setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Solusi di atas, akan dapat dilaksanakan ketika penguasa memahami bahwa tugasnya mengurus dan mengayomi urusan rakyat. Bukan seperti sistem kapitalis sekuler saat ini yang mencari keuntungan sendiri tanpa memperhatikan urusan rakyat. 

Sungguh berbeda dengan pemimpin dalam Islam yakni pemimpin yang memperhatikan kepentingan rakyat dan menjamin rakyatnya sejahtera. Pemimpin yang bisa mewujudkan solusi di atas adalah pemimpin dalam sistem Islam, yaitu menyadari bahwa setiap kebijakan yang diambil dalam pemerintahannya akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Kepemimpinan yang hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam yang berlandaskan akidah dan syariat Islam dalam naungan Khil4f4h. Wallahu a'lam bishawab. [YT].

Baca juga:

0 Comments: