Headlines
Loading...
Impor Gula Kian Menggila, Ketahanan Pangan Hanya Ilusi

Impor Gula Kian Menggila, Ketahanan Pangan Hanya Ilusi

Oleh. Umi Hafizha

Pemerintah kembali akan melakukan impor gula kristal putih sebanyak 215.000 ton pada tahun ini.  Melalui Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA), pemerintah menugaskan kepada BUMN pangan dalam hal ini ID Food dan PTPN Holding untuk mengimpor gula. 

Berdasarkan hasil dari perhitungan Prognosa Neraca Pangan yang telah disusun Badan Pangan Nasional, diperkirakan stok awal gula nasional di Bulan Januari 2023 sebesar 1,1 juta ton. Adapun gula nasional yang dibutuhkan perbulan tercatat sebesar 283 ribu ton. Sehingga kebutuhan gula nasional sepanjang 2023 di perlukan sekitar 314 juta ton.

Pemerintah masih akan memaksimalkan hasil panen dari dalam negeri, sebelum impor gula. Akan tetapi pada Januari hingga Desember 2023 diperkirakan produksi gula yang dibutuhkan dalam negeri sekitar 2,6 juta ton. 

Maka selisihnya harus ditutup oleh pasokan luar negeri. Inilah yang dijadikan alasan pemerintah berencana untuk melakukan impor dari sejumlah negara yakni Thailand, India, dan Australia. Impor ini merupakan tahapan pertama untuk tahun ini. Prosesnya sudah berjalan dan ditargetkan sudah masuk pada Maret atau April bulan ini untuk menambah stok dan  menjaga harga di tengah puasa dan lebaran.(Detik.Com, 26/3/23)

Kurangnya stok untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang sangat besar menunjukkan ketidakmampuan negara memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Sesungguhnya keputusan untuk impor gula dalam jumlah besar menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan  pangan di negeri yang memiliki lahan luas dan subur.

Pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat yang bergantung pada impor jelas akan mengancam kedaulatan negara. Kondisi ini tidak lepas dari paradigma neoliberalisme yang menjadikan negara sebagai pedagang bukan pelayan rakyat. Pengurusan hajat rakyat malah diserahkan pada korporasi yang berfokus untuk meraih keuntungan. Akibatnya, yang menguasai seluruh rantai pangan mulai dari produksi hingga distribusi adalah pihak korporasi. Kedaulatan pangan hanya ilusi. 

Maka dari itu, ketahanan pangan hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Allah Swt, telah melarang umat Islam untuk menggantungkan urusannya kepada negara kafir. Kaum muslimin harus memiliki kemandirian dalam mengatur semua urusan kehidupannya berdasarkan syariat. 

Sejatinya tidak ada larangan impor dalam Islam. Akan tetapi, Islam tidak membolehkan adanya ketergantungan. 
Allah Swt berfirman dalam QS. An-Nisa: 141, 
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman."

Politik dalam negeri khil4f4h  mengurusi dan menjalankan seluruh urusan rakyat dengan syariat Islam kafah. Sedangkan politik ekonomi Islam akan mengarahkan pada jaminan pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu rakyat, di antaranya kebutuhan pangan, papan, sandang, dan kebutuhan dasar berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi semua rakyat tanpa kecuali. 

Selain itu, kebutuhan politik ekonomi Islam juga akan memudahkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kemampuan. Politik ekonomi ini wajib dijalankan oleh pemerintah sebagaimana sabda Rasulullah saw, 
"Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) adalah pengurus (urusan rakyatnya) dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya. (HR. Muslim dan Ahmad)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa tanggung jawab mengelola dan mengatur sektor pertanian dan pangan ada di tangan negara. Tidak boleh terjadi penguasaan sektor pertanian oleh korporasi. Negara akan melakukan pengurusan terhadap petani dan menyediakan berbagai kebutuhan sarana produksi pertanian dengan mudah, berkualitas, dan harga terjangkau. Negara juga akan membuka kemudahan akses permodalan tanpa syarat yang ribet dan tanpa riba, membangun infrastruktur pertanian termasuk meningkatkan kemampuan dan skill dengan teknologi terbaru. 

Maka dari itu, untuk memastikan semua bahan pangan terdistribusi merata ke seluruh masyarakat, negara harus berperan penuh dalam aspek distribusi. Negara Islam akan memastikan harga pangan di pasar stabil dan terjangkau. Hal ini dilakukan dengan pengawasan pasar secara terus menerus supaya tidak terjadi penimbunan barang, kartel, penipuan, dan sebagainya. 

Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, harus ada kebijakan yang menjamin ketersediaan lahan pertanian. Pengaturan Islam akan memaksimalkan penggunaan dan pengaturan lahan pertanian untuk industri dan pemukiman. Negara dalam Islam akan menghindari alih fungsi lahan yang masif dan akan mendistribusikan lahan kepada pihak yang mampu mengelola, sehingga tidak ada lahan yang menganggur. 

Penerapan hukum pertanahan  dalam Islam akan mewujudkan jaminan ketersediaan lahan,  karena Islam memandang kepemilikan lahan sejalan dengan pengelolaannya. Ketika seseorang memiliki lahan, tetapi tidak di kelola, hak kepemilikannya bisa dicabut.

Selain itu, terwujudnya kedaulatan pangan mengharuskan negara untuk menegakkan kebijakan industrinya di atas dasar industri berat. Negara harus memiliki kemandirian industri yang berfokus pada aktivitas produksi bukan sekadar industri untuk konsumsi. Sehingga semua alat dan teknologi untuk pengembangan pertanian dan pangan dihasilkan oleh industri yang di kuasai sendiri, tidak bergantung pada asing. Oleh karena itu, kedaulatan dan ketahanan pangan hanya akan terwujud alam institusi khil4f4h. Wallahu a'lam bishawwab. [Dn]. 

Baca juga:

0 Comments: