Headlines
Loading...
Oleh. Siti Mariyam, S.Pd

Mengais rejeki di era kapitalis seperti saat ini sungguh tidaklah mudah. Lapangan pekerjaan yang semakin sedikit tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang semakin membludak. Ada yang sudah mendapatkan pekerjaan, namun masih jauh dari kata layak dalam penggajian. Meskipun tidak layak, namun karena mencari pekerjaan juga tidak mudah, maka mau tidak mau pekerjaan tersebut tetap dilakukan.

Kondisi seperti ini pula yang saat ini menimpa para driver ojol (ojek online). Sistem ketenagakerjaan berbasis digiytal ini memang merupakan angin segar karena membuka peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Bahkan beberapa tahun lalu, profesi ojek online (ojol) sempat jadi incaran. 

Namun kini, nasib ojol semakin memperihatinkan. Pendapatan driver ojek online (ojol) kian tergerus akibat potongan aplikasi yang kian tinggi. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengungkapkan soal potongan komisi yang diterapkan aplikator pada para pengemudi ojek online atau ojol. Lily berujar penghasilan pengemudi ojol hingga saat ini tak kunjung membaik lantaran regulasi batas maksimal biasa komisi tersebut kembali menjadi 20 persen. (bisnis.tempo.co, 1/4/2023).

Seperti diketahui, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 telah menurunkan potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi menjadi 15% dari sebelumnya 20%. Namun, aturan tersebut dirubah kembali melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 hanya dalam waktu 2 bulan kemudian. Hal itulah yang membuat pendapatan driver ojol menjadi semakin kecil. 

Selama ini, hubungan para driver ojol dengan perusahaan aplikasi adalah hubungan kemitraan. Akibatnya, pendapatan mereka tidak menentu. Karena status hubungan kemitraan itulah, driver ojol tidak memiliki jaminan pendapatan bulanan seperti upah minimum maupun tunjangan hidup yang layak. Sedangkan di pihak perusahaan, akan meraih profit atau keuntungan yang besar dengan status driver ojol yang demikian. 

Kondisi memprihatinkan yang dialami oleh para driver ojol ini terjadi karena hubungan pekerja ojol dan perusahaan aplikasi ojek online dibangun berdasarkan sistem ekonomi kapitalisme. Di mana perusahaan berdiri semata ingin meraih keuntungan yang besar. Akibatnya, driver ojol dijadikan sapi perah oleh perusahaan kapitalis demi meraup keuntungan tanpa memikirkan kelayakan pendapatan dan kelayakan hidup bagi mereka. 

Sedangkan negara yang seharusnya sebagai pelindung rakyat justru berpihak kepada para pengusaha. Dengan merubah kembali peraturan potongan komisi ojol menjadi 20%, jelas ini menguntungkan para pengusaha dan merugikan driver ojol. Inilah bukti bahwa negara ini tidak memikirkan nasib rakyatnya, bersikap lepas tangan bahkan berpihak kepada pengusaha. Inilah wajah kapitalisme di negeri ini.

Hal ini jelas berbeda dengan Islam. Di mana sistem pekerjaan dalam Islam diatur sedemikian rupa agar sama-sama medapatkan keuntungan antara pekerja dan majikan (pengusaha). Perusahaan mendapatkan keuntungan dari para pekerjanya, dan pekerja mendapatkan haknya berupa upah yang layak atau memadai untuk kehidupannya. 

Rasulullah Saw berpesan kepada para majikan:
Al-Ma’rur bi Suwaid mengisahkan: Suatu hari aku berkunjung ke rumah sahabat Abu Dzar Radhyiallahu ‘anhu. Ketika itu dia mengenakan kain burdah (semacam kain selimut), dan budaknya juga mengenakan jubah serupa. Spontan kami mengajukan saran kepadanya: Wahai Abu Dzar, alangkah baiknya bila engkau menarik kembali kain selimut budakmu, sehingga dapat engkau jadikan pakaian yang bagus. Ada pun budakmu cukup engkau beri baju biasa lainnya. Menanggapi saran kami, sahabat Abu Dzar menjawab: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Mereka adalah saudaramu yang Allah berikan kekuasaan kepada kalian atas mereka. Maka barangsiapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaknya ia memberinya makanan yang layak sebagaimana ia pun makan makanan yang layak. Berilah ia pakaian yang layak sebagaimana ia pun mengenakan pakaian yang layak. Dan hendaknya ia tidak membebaninya dengan suatu pekerjaan yang memberatkannya. Dan kalau pun ia membebaninya pekerjaan yang berat, maka hendaknya engkau membantunya.” (HR. Abu Dawud).

Islam pun melarang sikap saling mendzalimi, termasuk kedzaliman diantara pekerja dan pengusaha. Larangan berbuat zalim ini dijelaskan dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan Abu Dzar Al Ghifari ra sebagai berikut: 

Rasulullah menyampaikan bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi." (HR. Muslim).

Inilah landasan Islam dalam mengatur hubungan antara pekerja dan majikan (pengusaha). Harus saling menguntungkan dan tidak boleh ada kedzaliman. Begitupun negara, harus berperan penting dalam menjaga keharmonisan hubungan tersebut. Negara harus bisa melindungi setiap rakyatnya. Karena dalam Islam, negara (pemimpin) adalah junnah (pelindung) yang akan melindungi rakyatnya. Wallahu a’lam bishawab. [YS].

Baca juga:

0 Comments: