Headlines
Loading...
Oleh. Mufida Ummu Abdi

Ketenangan tampaknya masih  berada jauh dari tanah Palestina. Bulan Ramadan seharusnya menjadi momen istimewa bagi setiap muslim dengan memperbanyak ibadah karena limpahan rahmat dan pahala di dalamnya. Namun, hal ini tidak dapat dirasakan oleh saudara seiman kita di Palestina. Sebab, Israel Laknatullah 'alaih telah menodai Ramadan dengan melakukan penyerangan kepada warga Palestina yang tengah beribadah di dalam Masjid Al-Aqsa.

Diwartakan oleh Detik.com, penyerangan yang dilakukan oleh polisi Israel terhadap puluhan jemaah di kompleks Masjid Al-Aqsa, Yerussalem, pada Rabu (5/4) terjadi sebelum fajar menyingsing.

Dilansir dari media Al-Arabiya, Rabu (5/4), Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan tujuh warga Palestina menderita luka akibat peluru karet dan pemukulan dalam bentrokan dengan polisi Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa. Disebutkan bahwa pasukan Israel mencegah petugas medis mencapai masjid.

Menurut keterangan saksi, polisi Israel juga menggunakan granat kejut dan gas air mata. Akibatnya, seorang wanita tua yang tengah duduk di kursi sambil tadarus, membaca Al-Qur'an terkena salah satu granat yang dilempar oleh pasukan Israel dan mengenai dadanya.

Hal ini sangat menyakiti hati kaum muslimin. Pasalnya, penyerangan terhadap warga Palestina terjadi berulang-ulang tidak memandang pria-wanita, tua-muda, bahkan anak-anak. Semuanya menjadi sasaran empuk mereka. Penjajahan yang dilakukan Israel terhadap Palestina telah banyak memakan korban jiwa. Penjajahan ini menyebabkan tidak adanya ketenangan bagi warga Palestina dalam menjalani kehidupan, bahkan untuk beribadah.

Bukan hal yang baru. Telah banyak fakta kejahatan Israel sebelum ini. 
Sedihnya, hal ini akan terus terjadi selama Israel masih menduduki tanah Palestina. Maka, satu-satunya penyelesaian atas masalah ini adalah dengan memerangi dan mengusir para penjajah.

Banyak negara yang mengecam dan melaknat, seperti Indonesia, Arab Saudi, dan Turki. Namun tidak ada satu pun dari mereka yang mengerahkan militernya untuk membantu rakyat Palestina. Aksi mereka hanya sebatas kecaman dan malah menyerahkan kepada PBB untuk segera menindak kekejaman Israel. Penyelesaiannya pun tidak berakhir pada titik temu. Buktinya, tidak ada tindakan nyata dari organisasi itu selain menawarkan solusi dua negara. 

Yang terbaru, dalam tayangan video 20.detik.com, PBB hanya menghubungi seluruh pihak terkait untuk meredakan situasi. Lalu, apakah tindakan tersebut sudah tepat dan menjamin insiden serupa tidak akan terulang kembali? Sayangnya, tidak. Jika PBB saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan ini, lalu apa yang harus dilakukan untuk membebaskan Palestina?

Sebenarnya sederhana saja. Tinggal menyatukan seluruh negeri muslim dan mengerahkan setiap kekuatan militernya untuk memerangi dan mengusir Israel dari tanah Palestina. Namun, hal tersebut mustahil dilakukan. Mengapa? Karena ada sekat yang memisahkan antar negara, yaitu 'nation state' (negara bangsa). 

Menurut KBBI, negara kebangsaan adalah suatu istilah politik yang berarti warga negara yang tinggal di suatu negara juga merupakan bangsa yang sama. Jadi, suku bangsanya hanya satu. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan, atau nasionalisme, yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya.

Sejak sistem kapitalis Barat menguasai dunia, banyak negara kecil yang dibentuk oleh Barat dan pemimpin setiap negaranya ditentukan. Lalu, dibuatlah mainset dalam benak warga negaranya, bahwa ini negara mereka yang harus mereka bangun sendiri sedemikian rupa, tanpa perlu memikirkan negara lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pembangunan negaranya. Selanjutnya pemikiran mereka disusupi dengan paham nasionalisme dengan dalih untuk kemajuan negara. 

Sedihnya, sebagian besar paham ini juga menyerang kaum muslim. Memang itulah tujuan Barat. Dengan menanamkan paham tersebut, secara otomatis perasaan umat kepada saudara seiman di luar negaranya akan mati. Paham ini mengakibatkan pemimpin muslim di setiap negara menganggap masalah Palestina adalah masalah mereka sendiri. Mereka yang harus menyelesaikannya sendiri. Negara lain tidak perlu turut campur, apalagi sampai mengerahkan kekuatan militer demi memperjuangkan Palestina. Begitu pula perlakuan mereka terhadap umat Islam yang tengah tertindas, seperti Rohingya, Uighur, Kashmir, dan masih banyak lagi.

Setelah melihat dan meneliti fakta, konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel tidak akan pernah usai selama sistem kapitalis yang melahirkan paham nasionalis tetap berkuasa di bumi. Kapitalisme-lah penyebab negeri kaum muslimin tersekat-sekat. Akibatnya, tidak ada rasa persaudaraan terhadap saudara seiman yang berbeda wilayah dengannya.

Di samping itu, Barat telah berhasil melenakan generasi umat Islam dengan beraneka ragam hiburan. Melalui: 
- Menghadirkan banyak 'idola' pengganti yang menarik hati serta menciptakan berbagai polemik bagi setiap individu muslim. 
- Menciptakan polemik bagi rakyat seperti ketidakmampuannya untuk menjangkau seluruh kebutuhan hidup, mahalnya bahan pokok, tingginya angka kemiskinan, dan masih banyak lagi. Akibatnya, umat lebih disibukkan dengan urusan pribadinya hingga tak ada waktu untuk memikirkan urusan saudara seimannya. Begitu pula, sikap fanatik yang seharusnya diberikan kepada sesama muslim, beralih kepada idola-idola semu yang jauh dari nilai-nilai Islam. Efeknya, tidak ada semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan saudara muslim.

Sungguh berbeda 180° dengan Islam yang memandang kaum muslimin ibarat satu tubuh. Bila ada salah satu bagian tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh pun ikut merasakan sakit. Seperti sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam berikut:
"Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari hadis ini dapat diambil pelajaran bahwa, karena satu tubuh, maka seharusnya kita dapat merasakan penderitaan yang tengah terjadi pada saudara kita di luar sana. Menganggap apa yang terjadi kepada mereka adalah penderitaan kita juga. Sebagaimana bila ada anggota tubuh yang sakit, kita akan berusaha sekuat tenaga untuk mengobati sakit itu hingga tidak terasa sakit sama sekali. Maka, seharusnya kita pun harus menyelesaikan penderitaan saudara seiman kita dengan aksi nyata. Dengan demikian, penderitaan mereka bisa segera mereda dan menghilang seluruhnya.

Bila pelajaran dari hadis ini menancap kuat di hati, dan diiringi dengan keimanan yang kuat, maka, akan memberikan output luar biasa. Ghirah persaudaraan setiap individu muslim akan berkobar dan menginginkan untuk merebut kembali tanah haram yang telah lama dijajah oleh Israel laknatullah. Maka, pembebasan Palestina akan sangat mudah dilakukan. Begitu pula dengan pembebasan saudara-saudara seiman lain yang tengah tertindas.

Sebelum itu, Islam sebagai agama dan ideologi harus diterapkan dahulu secara keseluruhan dalam institusi negara. Karena, di dalam sistem Islam tidak ada 'nation state'. Seluruh wilayah yang berada dalam naungan Islam, menjadi satu negara, yaitu Negara Islam. Dengan ini, kaum muslimin akan sangat mudah dalam memperjuangkan kemerdekaan suadaranya tanpa harus teracuni oleh paham Nasionalisme yang mematikan hati nurani.

Selanjutnya, Negara Islam pun akan menumbuhkan semangat jihad kepada seluruh muslim. Sebagaimana perintah Allah dalam QS. Al-Baqarah: 216. 
"Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui."

Di samping mewajibkannya, negara juga wajib memberikan pelatihan militer kepada setiap muslim dan penguatan akidah dan ibadah, sehingga terbentuk pasukan tentara yang kuat, baik fisik maupun kepribadiannya. Selain memperkuat pasukan, negara juga akan menyediakan segala komponen pelengkap, seperti baju perang, senjata, kendaraan, bekal makanan, dan lain-lain.

Begitu pula dengan konsep ekonomi berbasis Baitulmal, yang membagi kepemilikan menjadi 3 kelompok, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Pembagian ini menjadikan negara memiliki pemasukan anggaran yang sangat mencukupi dalam memenuhi segala kebutuhan rakyat.

Kepemilikan umum yang merupakan milik rakyat berupa gas bumi, emas, hasil laut, dan lain-lain akan dieksplorasi dan diolah sendiri oleh negara. Kemudian hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat. Negara juga akan melarang segala bentuk privatisasi atas kepemilikan ini baik oleh swasta apalagi asing. Sehingga, fokus umat akan beralih untuk berjihad demi saudara semuslim tanpa khawatir kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi.

Maka, penyelesaian polemik Palestina tidak akan pernah terwujud bila Kapitalisme tetap kokoh menduduki dunia. Umat Islam hanya bisa sebatas mengecam atau memblokir produk dari Israel, tanpa ada tindakan nyata lain yang dapat menyelamatkan Palestina. Lain halnya dengan sistem Islam yang memiliki solusi nyata dalam segala aspek kehidupan. Oleh sebab itu, sudah saatnya Kapitalisme berganti dengan sistem Islam agar rahmat Allah  turun bagi seluruh alam. Wallahu a'lam. [Dn]. 

Baca juga:

0 Comments: