Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna

Surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa bisa diumpamakan seperti taman yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Demikian pula buahnya yang tak henti-henti sedang naungannya. Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa.  Sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Terjemah QS. ar-Rad: 35)

Gaess, sebagai umat Islam, tentu kalian merasa bahagia sekali menyambut kedatangan tamu ini, bukan? Yap, gimana nggak bahagia ya, Gaes, karena kita berada di bulan penuh keberkahan, bulan penuh ampunan, bulan di mana pahala dilipatgandakan. Siapa yang tak ingin mendapatkan itu semua di bulan yang mulia? Hingga dikatakan bahwa perumpamaan surga itu dikhususkan bagi orang yang bertakwa. Siapa yang tidak ingin menggapai surga? Semua pasti menginginkannya, ya nggak?

Eh, ada tapi-nya nih. Walaupun demikian, masih ada juga yang merasa berat menyambut kedatangan tamu ini. Lha, berat kenapa memangnya? Ya, beratlah, sebab bagi sebagian orang, syarat Ramadan itu berat,  karena tak bisa makan dan minum. Yang dibayang-bayangi itu rasa laparnya, rasa hausnya, kemudian harus bangun di malam harinya juga. Hayo siapa nih yang masih merasa berat? Apalagi bagi emak-emak nih yang harus terbiasa untuk menyiapkan sahurnya ditambah sholat tarawih, baca al-Qur'an, dan lain sebagainya.

Gaess, berbicara soal rasa, tentu ada yang sudah merasa ringan menjalankan ibadah di dalamnya karena sudah terlatih dan terbiasa di tahun-tahun sebelumnya hingga tidak menjadikannya beban, sebab itu adalah kewajiban. Namun ada juga yang tidak sedikit merasa berat. Rasa berat itu sendiri yang harus bisa kita lawan ya, Gaess. Tentunya dengan rasa semangat menjalankannya karena Allah semata. 

Sudah sepatutnya kita tampakkan rasa gembira kita dalam momen ini dengan penuh cerita. Hadirkan bahwa Ramadan itu menyenangkan. Sebagai seorang muslim yang taat dan mengharapkan rida Allah ta'ala, sikap ini bukan hanya dimiliki oleh kita, tapi kita juga berharap seluruh anggota keluarga juga merasakan hal yang sama. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membahas bagaimana supaya keluarga kita bahagia dengan ramadan ini. 

Kalau kita membaca sirah atau perjalanan sejarah bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya begitu bahagia dalam menyambut kedatangan Ramadan, perasaan bahagia ini adanya di hati ya. Akan tetapi rasa itu tidak mungkin datang tiba-tiba. Rasa itu pasti diawali dengan adanya pemikiran yang benar. Dari pemikiran itu, kita paham bahwa sesuatu itu adalah yang membahagiakan. Maka hal-hal yang baik saja yang akan dilakukan. Nah, supaya kita bahagia menghadapi Ramadan ini, pemikiran kita, pemikiran keluarga kita, baik sebagai anak, suami, atau ibu, maupun umat islam tentang Ramadan ini harus benar. Jangan sampai kita memiliki pemahaman salah tentang ramadan.

Bagaimana pemikiran yang benar tentang Ramadan itu?

Ramadan adalah kewajiban dari Allah. Ini yang harus kita pastikan apakah keluarga kita dan umat islam sudah memahami tentang hakikat Ramadan. So, jangan sampai, Ramadan hanya dianggap sebatas rutinitas atau kebiasaan dan lemah dari aspek pemahaman. 

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 183, "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa..."
Dalam ayat ini, yang harus kita tanamkan dalam diri, keluarga kita dan umat Islam, bahwa puasa Ramadan itu adalah kewajiban dari Allah Swt., yang akan mewujudkan tujuan takwa, bukan tujuan yang menyengsarakan umat Islam. 

Bila pemikirannya sudah benar, maka pemahamannya juga harus benar. Jadi antara pola pikir dan pola sikap harus seiring sejalan. Muslim yang memiliki pemahaman yang benar semestinya memiliki keimanan yang kokoh ketika dihadapkan dengan sebuah kewajiban. Harus kita pastikan, apakah kita  dan keluarga kita sudah memahami amalan Ramadan beserta trik atau tata cara yang akan melahirkan rasa senang dan bahagia? 
Di sinilah kita harus menjauhkan apa-apa yang bisa melahirkan pemikiran dan perasaan tidak enak tadi. 

Memang ya Gaess, tak dipungkiri, saat ini kita hidup di era yang penuh dominasi kapitalisme dan sekularisme yang memicu rasa berat.  Lebih-lebih untuk emak-emak, di mana harga kebutuhan pokok kian naik, apalagi menjelang lebaran. Berbagai kesulitan yang lain juga sudah tergambar mulai sekarang. 

Bagaimana agar keadaan-keadaan tersebut tidak menjadi tekanan bagi kita dan umat islam? Karena fakta buruk yang dilahirkan oleh sekularisme dan kapitalisme seperti krisis moneter, kesulitan hidup dan bagaimana kriminalitas semakin meningkat bahkan dilakukan oleh anak di bawah umur, kalau itu dibiarkan hanya sebuah kesulitan belaka tanpa ada penjelasan bagaimana solusinya, sudah pasti umat itu akan tetap berada dalam keresahan, kebingungan, sehingga bahagia menghadapi ramadhan ini sulit, karena perhatiannya justru kepada keadaan kehidupan yang begitu menekan.
Seperti nya hampir semua emak-emak merasakan hal yang sama, ya.

Oleh karena itu, pada bulan Ramadan 1444 H ini, kita juga harus menjelaskan kepada umat bahwa kehidupan ini akan semakin sulit ketika akar masalahnya yaitu sekularisme kapitalisme tidak segera kita akhiri. Mencerdaskan umat dengan solusi islam adalah amal yang bisa kita lakukan, karena kezaliman kapitalisme sekularisme semakin tampak. Solusi Islam akan melahirkan  kesejahteraan. Dengan demikian, umat masih mempunyai setitik harapan. Mudah-mudahan pemahaman ini akan melahirkan semangat mereka untuk memperjuangkan islam.

So, sudah saatnya menghadapi ramadan dengan penuh semangat ingin kebaikan dan kebaikan keberkahan itu hanya akan didapat ketika sekularisme kapitalisme dicampakkan, kemudian menerapkan islam secara keseluruhan dalam aspek kehidupan, maka bahagia ini, bukan hanya akan dimiliki oleh kita, tapi juga akan dirasakan oleh anak, keluarga kita dan umat islam khususnya.

Indahnya Ramadan pada Masa Kekhalifahan Utsmani.

Posisi Ramadan yang agung ini mendapat perhatian besar dari Khil4f4h. Pada masa Khil4f4h Utsmani, menjelang Ramadan, hakim Istanbul akan mengirim banyak ahli ke berbagai daerah untuk mensurvei munculnya bulan sabit. Terus, bila sudah muncul, maka berita itu akan disebarkan ke seluruh penjuru negeri. Bahkan, orang pertama yang mampu melihat hilal Ramadan akan diberi hadiah khusus lho dari negara, Gaes, karena ia menjadi orang pertama yang memberi kabar gembira bahwa bulan mulia telah tiba.

Lima belas hari sebelum Ramadan, Khalifah telah memerintahkan pembentukan lembaga khusus untuk memantau makanan di pasar dan mengatur harga. Pada waktu yang sama, kepala astronomi istana telah mempersiapkan dan menyerahkan jadwal imsakiyah kepada Sultan atau Khalifah.

Sebelum datang Ramadan, Sultan biasanya mengeluarkan dokumen yang memuat beberapa aturan untuk mengingatkan masyarakat. Di antara peringatan dalam dokumen tersebut adalah keharusan bagi penceramah untuk mengingatkan orang-orang salat berjemaah di masjid. Perintah kepada pemberi informasi untuk memperingatkan orang-orang di jalan-jalan bahwa tidak ada yang mengunjungi rumah tanpa memberitahu pemilik rumah. Tidak mengambil makanan dan minuman di jalan-jalan pada siang hari saat Ramadan, serta meminta masyarakat untuk mendoakan eksistensi kekhalifahan Utsmani selama berpuasa.

Pelaksanaan salat tarawih di istana dihadiri oleh Sultan. Pada malam al-qadar, Sultan, menteri, dan negarawan melakukan salat dan doa di Hagia Sophia. Mereka memerintahkan untuk menyalakan lampu dan lentera berwarna-warni di jalan-jalan, alun-alun Medan Toubkhana Istanbul .

Termbihname

Khil4f4h Utsmani sangat menghormati non muslim. Oleh karena itu, menjelang Ramadan pemerintah menerbitkan Termbihname (semacam surat peringatan) untuk setiap muslim agar menghargai mereka yang tidak beragama Islam selama bulan puasa.

Pemerintah Utsmani sendiri memang sangat meninggikan derajat non muslim. Oleh karenanya, pemerintah mengeluarkan surat yang tujuannya mengingatkan bagaimana berperilaku di bulan Ramadhan untuk menghargai satu sama lain.

Zimem Defteri

Ada pun tradisi menarik lainnya Gaes, yang biasa dilakukan oleh orang-orang kaya Utsmani selama Ramadan, yaitu melunasi utang-utang saudara muslim yang kesusahan. Kebiasaan ini dinamakan dengan Zimem Defteri (buku utang).

Disebutkan, para orang kaya Utsmani biasanya akan mendatangi siapa saja, bahkan yang tidak mereka kenal sama sekali. Lalu, mereka akan membayarkan semua utang yang dimiliki saudara tersebut. 

Masya Allah beruntung sekali orang-orang dulu bisa merasakan suasana seperti ini ya. Tradisi Ramadan lain yang selalu dilakukan masyarakat Turki Utsmani selain dua tradisi ini, ialah tradisi atau kebiasaan membiarkan pintu rumah terbuka lebar saat waktu berbuka puasa (iftar).

Konon, pintu rumah tersebut sengaja dibiarkan terbuka agar mereka yang tidak mampu dapat masuk dan ikut bergabung menikmati hidangan buka puasa bersama. Para pemilik rumah biasanya akan berlomba-lomba menyiapkan makanan bagi siapa saja yang ingin mampir. Mereka bahkan tidak jarang lho, memberikan bantuan kepada saudara sesama muslim. Sungguh Indah Ramadan tersuasanakan dengan penuh ceria dan bahagia.

Bahkan, ada orientalis dan penulis Inggris Dorina Nive yang menghabiskan 26 tahun hidupnya di Istanbul untuk  menegaskan bahwa semua kebiasaan ini berlangsung selama Ramadan di kota itu hingga akhir abad ke-19 pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II. Luar biasa sekali bukan?

Demikianlah, Ramadan pada masa Kekhalifahan Utsmani. Kesungguhan Khil4f4h dalam menyambut Ramadan dan menjalankan amal sepanjang Ramadan merupakan wujud ketakwaan hakiki, baik dari individu masyarakat maupun negara. Tidakkah kita merindukannya? Wallahu a'lam bishawwab. [Dn]. 

Baca juga:

0 Comments: