Headlines
Loading...
Oleh. Irmawati 
(Aktivis Dakwah Kampus)

Di tengah upaya mewujudkan revolusi mental generasi, justru yang terjadi adalah revolusi perilaku seksual generasi dan kaum perempuan mulai dari gaya hedonisme, seks bebas, hingga kekerasan seksual, yang menempatkan generasi bukan hanya sebagai korban namun juga sebagai pelaku. Walhasil berbagai kasus kriminalitas marak terjadi di sekitar kita akhir-akhir ini, seperti di Sukabumi polisi menangkap tiga orang karena kasus pembacokan. Selain itu, di Yogyakarta dilakukan penangkapan terhadap pelaku yang memutilasi seorang perempuan. Tindakan ini disebabkan karena beberapa masalah mulai dari masalah ekonomi hingga hubungan asmara.

Berdasarkan pernyataan krimonolog dari Universitas Indonesia bahwa tindakan mutilasi dilakukan karena pelaku lebih mengedepankan ego mereka agar tidak tertangkap dengan cara menghilangkan barang bukti. Sehingga tindakan ini dilakukan sangat sadis dan di luar nalar hal ini bisa terjadi (BBC News Indonesia, 22/03/2023)

Kekerasan yang dilakukan oleh generasi muda termasuk pelajar, dan jumlahnya semakin hari semakin subur dan semakin beragam. Mirisnya masyarakat semakin  tidak peduli dengan kondisi generasi yang rusak, bahkan menunjukkan perilaku yang semakin mudah melakukan tindakan kekerasan.

Banyaknya kerusakan dan perilaku amoral yang dilakukan generasi merupakan buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yakni sistem yang memberikan kebebasan perilaku, sementara agama hanya terbatas pada masalah yang mengatur hubungan dengan Allah saja yang berakhir di atas sajadah, di dalam masjid maupun di lingkaran tasbih. Sedangkan dalam beraktivitas manusia berbuat atas asas HAM yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat sesuai kehendak. Walhasil, sekularisme mampu mengikis ketakwaan individu dan merusak fitrah manusia. 

Kondisi ini semakin buruk dengan adanya  liberalisasi media yang mengandung konten pornografi dan pornoaksi yang berperan dalam merangsang naluri seksual generasi bangsa ini dan diberlakukannya sistem pendidikan sekuler saat ini. Akibatnya menyebabkan generasi tidak takut dan taat pada syariat Islam. Islam diemban hanya sebagai agama dan tidak menjadi landasan hidup.

Berbeda dengan Islam. Islam memberi solusi menghentikan pergaulan bebas dan kekerasan seksual dengan cara preventif yakni pencegahan dan kuratif yakni penanggulangannya. Adapun mekanismenya adalah sistem pendidikan dan pembinaan kepribadian Islam, keimanan, dan ketakwaan akan menjadi self control dalam menciptakan lingkungan kondusif dan perlindungan negara. 

Penerapan sistem pergaulan Islam mengatur interaksi laki-laki dan perempuan baik dalam lingkungan sosial maupun khusus dengan berdasarkan akidah Islam, akan mampu menutup peluang aktivitas yang mengumbar aurat atau sensualitas di tempat umum. Selain itu, dalam Islam senantiasa membangun kepekaan kesalehan sosial masyarakat dengan selalu amar makruf dan nahi munkar dengan saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan, juga menyelisihi terhadap segala hal kemaksiatan. 

Negara bertanggung jawab dalam memberantas lingkungan yang tidak baik dengan menghilangkan segala hal yang bisa memicu dan merangsang seseorang melakukan kemaksiatan misalnya pornografi, pornoaksi, tempat-tempat maksiat, memberantas produsen, distributor makanan, hingga minuman haram yang memabukkan. Akan tetapi mekanisme ini hanya bisa dilaksanakan dengan mengadopsi Islam dan meninggalkan sistem sekuler kapitalisme yang menjadi ancaman bagi generasi dengan pergaulan bebas dan ajaran bebas turunan yang dihasilkannya. Wallahualam bissawab. [NI].

Baca juga:

0 Comments: