Headlines
Loading...
Slametden Malem Lekoran, Nuansa Ramadan di Madura

Slametden Malem Lekoran, Nuansa Ramadan di Madura


Oleh. Maya Rohmah 

Ada banyak sebutan yang disematkan pada bulan Ramadan. Bulan Ramadan dikenal sebagai bulan suci, bulan yang penuh berkah, bulan kebaikan, dan bulan keimanan. Kehadirannya sungguh sangat dinanti oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa.

Pada bulan Ramadan, umat Islam lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah karena mereka percaya pada bulan inilah Allah menurunkan ampunan dan juga limpahan rahmat pada umatnya. Mereka memperbanyak taqarrub, iktikaf, sedekah dan menuntaskan puasa satu bulan penuh di bulan Ramadan. 

Bagi orang-orang yang beriman, bulan Ramadan seolah memiliki daya isap yang kuat untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Buktinya, saat Ramadan tiba, banyak masyarakat memenuhi masjid dan musala untuk melaksanakan salat, bertadarus Al-Qur'an, membaca zikir, selawat Nabi, salat sunah, serta amalan-amalan lainnya. Mereka juga berlomba-lomba dalam menebar kebaikan antara sesama.  

Bulan Ramadan mempunyai banyak sekali keistimewaan yang sayang sekali untuk dilewatkan. Di antara banyaknya keistimewaan tersebut, ada dua keistimewaan yang menjadi pembeda dari bulan-bulan yang lain. Dua hal tersebut yaitu Nuzulul Qur'an dan Lailatulqadar.

Nuzulul Qur'an adalah hari diturunkannya Al-Qur’an pertama kali oleh Allah dari daar al-Izzah kepada Rasulullah Muhammad saw. Ayat yang diturunkan pada Nuzulul Qur'an adalah surat Al-Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5. Peristiwa Nuzulul Qur'an terjadi pada tanggal 17 bulan Ramadan. 

Selain Nuzulul Qur'an ada lailatulqadar.
Lailatulqadar adalah malam yang satu malam pada malam tersebut lebih baik dari pada seribu bulan. Pada malam tersebut Allah menurunkan para malaikat-Nya ke alam dunia membawa rahmat untuk makhluk-makhluk-Nya yang taat beribadah kepada-Nya sampai terbitnya fajar. Pada malam tersebut itu pula Allah menurunkan Al-Qur'an dari Lauh Mahfudz ke daar al-Izzah secara utuh. Malam lailatulqadar itu terjadi pada sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadan. 

***

Tujuh tahun terakhir sudah, saya, suami, dan keempat anak kami tinggal di Madura. Tepatnya di kabupaten Pamekasan. Ada beberapa hal unik yang menjadi perhatian saya selama tinggal di sini. Salah satunya tentang apa yang masyarakat Madura lakukan di bulan Ramadan. Sebelum masuk Ramadan, masyarakat Madura melakukan ziarah kubur. Setelah masuk Ramadan, mereka giat memakmurkan masjid dan musala terutama di 10 malam terakhir bulan Ramadan.

Saking istimewanya malam-malam tersebut, sehingga tradisi "slametden" (Indonesia: selamatan) pada malam-malam itu menurut mereka menjadi sesuatu keharusan dan sakral untuk dilakukan. Apalagi dalam menyambut malam lailatulqadar atau yang disebut oleh orang Madura dengan "malem lekoran". Penamaan malem Lekoran berdasarkan waktu pelaksanaannya. Sedangkan lekoran itu sendiri adalah penyebutan bilangan dari 21 sampai dengan 29. 

Jadi, "malem lekoran" adalah malam-malam pada tanggal ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan yaitu pada tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29. Di sanalah diperkirakan terjadinya lailatulqadar, sebagaimana sabda Nabi Saw., "Carilah malam lailatulqadar di malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim).

Uniknya, masyarakat Madura tidak melakukan "slametden malem lekoran" di semua tanggal ganjil di atas. Akan tetapi pada umumnya  dilakukan pada tanggal 21, 25, dan 27 saja. Padahal bisa jadi lailatulqadar jatuh pada tanggal-tanggal lainnya yakni pada tanggal 23 atau 29. 

Dalam melakukan tradisi tersebut, sebagian masyarakat Madura mengundang tetangga dekat dan kerabat-kerabatnya untuk berdoa dan melaksanakan buka puasa bersama. Ada pula yang langsung membacakan doa-doanya lalu mereka mengunjungi rumah yang satu dan rumah lainnya untuk memberikan makanan. 

Sebagian lainnya lagi melaksanakan tradisi slametden malem lekoran tersebut di musala-musala atau masjid-masjid tempat dilaksanakannya salat tarawih berjemaah. Saling berbagi makanan dilakukan setelah salat tarawih. Kebersamaan begitu terasa pada momen ini. 

Uniknya lagi, "plotan" (Indonesia: ketan) menjadi penganan wajib yang disuguhkan dalam tradisi slametden malem lekoran. Baik plotan yang langsung dimasak tanpa campuran, plotan yang dicampur, atau makanan berbahan ketan seperti leppet (Indonesia: lepet), kue lopis, dan lain sebagainya.

Jika sudah melakukan slametden dengan plotan atau makanan berbahan plotan, maka boleh pada tanggal-tanggal lekoran yang lain dilakukan dengan penganan khas lainnya seperti serabih (Indonesia: serabi) dan kue kocor atau ghuddhu (Indonesia: kue cucur).

Itulah tradisi slametden malem lekoran di Madura. Namun hal terpenting dari malam-malam itu adalah dipanjatkannya doa oleh seluruh masyarakat Madura yang memohon keselamatan dunia dan akhirat. Semoga umat Islam Madura khususnya dan seluruh umat Islam di dunia pada umumnya mendapatkan hidayah, rahmat, dan perlindungan dari Allah Swt. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: