Headlines
Loading...
Oleh. Salma

Tahun 2015- 2016 aku mengandung anak ke 6-ku. Seperti kehamilan-kehamilan sebelumnya, tidak ada masalah berarti selama aku hamil. Tak ada yang namanya 'morning sickness', tak ada pantangan makanan apapun, tekanan darah dan berat badan normal. Semua aman terkendali. Alhamdulillah.

HPL bayiku diperkirakan bulan Juli dan kebetulan bertepatan dengan bulan suci Ramadan. Masyaallah. Bahagia rasanya amanah baruku akan lahir di bulan yang penuh berkah. Lantunan doa ku panjatkan semoga persalinanku nanti berjalan dengan lancar dan gangsar, aku dan bayiku bisa melampaui 'perjuangan' itu dengan sukses. Hingga akhirnya hari yang ku tunggu-tunggu itu pun datang.

28 Ramadan aku merasakan kontraksi di rahimku. Munculnya masih belum beraturan. Aku masih tenang di rumah. 'Ini masih awal pembukaan mungkin,' pikirku yang sudah pengalaman 5 kali melahirkan sebelumnya. Hingga kontraksi semakin intens, akhirnya aku memutuskan untuk berangkat ke bidan langgananku. 

Anak 5 ku titipkan di rumah ibuku. Kebetulan bidan langgananku itu rumahnya dekat dengan rumah ibu. Sedangkan rumahku dan rumah ibu agak jauh, masih satu kota tapi beda kecamatan.

Aku mohon doa dari ibu bapak agar persalinanku lancar. Sampai di bidan diperiksa dan ternyata masih pembukaan 2. "Tapi kok rasanya sudah agak sakit ya?" Pikirku. Karena hari sudah malam, aku disarankan untuk menginap sekalian. Karena ini sudah kehamilan yang kesekian, biasanya pembukaan akan berjalan dengan cepat. Begitu kata bidanku dan aku manut saja.

Tapi anehnya, sejak tiba di bidan, aku sudah tidak merasakan kontraksi lagi. Bayiku anteng di dalam sana tanpa melakukan pergerakan pembukaan apa pun. Hingga pagi hari, aku masih tak merasakan apa-apa lagi. Sudah ku lakukan banyak hal agar kontraksi terjadi lagi: jalan-jalan, aku pel lantai kamar bersalin ku, tapi aku tetap tak merasakan apa-apa. Ketika diperiksa lagi, pembukaan memang masih tetap 2. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku memutuskan untuk pulang dulu ke rumah ibu. Itu tanggal 29 Ramadan.

Akhirnya aku pulang ke rumah ibu. Bertemu lagi dengan anak-anak yang bertanya kok adik belum lahir? Aku berupaya lagi untuk melakukan pergerakan yang bisa merangsang proses pembukaan lagi. Hingga sore hari tak terjadi apa-apa. Agak was-was juga, karena sudah tanggal 29 Ramadan, bagaimana kalau besuk sudah hari raya? Tapi ku tepis segala rasa negatif itu.

Akhirnya bada Isya aku merasakan kontraksi lagi, semakin lama semakin intens hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke bidan lagi. Sampai di bidan diperiksa lagi, Alhamdulillah pembukaan sudah bertambah. Tapi entah kenapa, kali ini terasa lambat sekali waktunya. Tapi rasa sakitnya lebih dari biasa. Bu Bidan terus menyemangati ku. Bu Bidan juga ngajak ngobrol bayiku.
"Ayo Dek, Ndang keluar. Besuk bisa jadi sudah hari raya lho...Kalau pas semua lagi berangkat sholat, kamu lahir, siapa yang nolong?" Begitu canda Bu Bidan waktu itu. 

Waktu itu, 29 Ramadan malam, kami masih menunggu juga hasil Rukyatul hilal. Kalau hilal Syawal terlihat berarti besuk sudah 1 Syawal. Kalau hilal tidak terlihat, berarti puasa Ramadan akan digenapkan 30 hari.

Malam itu, malam tak terlupakan bagiku. Rasa sakit yang ku rasakan tak seperti biasanya. Lebih sakit. Saking tak sabarnya, aku minta Bu Bidan untuk memeriksa pembukaan berkali-kali. Waktu berjalan terasa sangat lambat. Ya Allah...laa Haula wa la quwwata Illa Billah.

Tapi akhirnya, bada shubuh esok harinya perjuanganku berhasil. Bayiku akhirnya lahir dengan selamat. Setelah sholat shubuh, abinya langsung mengadzani dan mengiqamatinya. Alhamdulillah.

Dan karena hilal Syawal tidak terlihat, maka puasa digenapkan 30 hari. Jadi bayiku lahir pagi 30 Ramadan. Masyaallah wal Hamdulillah, syukur tak terkira.

Seperti biasa, kondisiku masih akan dipantau 24 jam setelahnya. Biasanya, baru boleh pulang esok harinya. Tapi karena ini sudah tanggal 30 Ramadan, dan ketika dicek sore harinya kondisiku dan bayiku baik-baik saja, kami memaksa pulang.

Waktu itu bada Maghrib ketika kami pulang dari rumah bidan. Sepanjang jalan pulang suasana syahdu sekaligus menegangkan!
Kenapa syahdu? Karena di sepanjang jalan, gema takbir dan tahmid tak henti mengiringi perjalanan kami. Tapi juga menegangkan! Karena anak-anak kampung di sepanjang jalan menyalakan mercon di tengah jalan!
Jadi mobil kami harus berjalan pelan-pelan. Ketika mercon sudah berhenti menyala dan meledak, baru kami bisa jalan lagi. Berhenti sejenak kemudian jalan lagi. Begitu kira-kira sepanjang 1 km an. Untungnya bayiku tidur dengan anteng di pelukanku. Tak lupa kami jemput anak-anak dulu di rumah ibu. 

Aku memutuskan pulang ke rumah sendiri, meski kondisi baru melahirkan. Aku tak ingin merepotkan Ibuku yang pastinya sibuk di malam takbiran begini, hingga esok harinya. Di rumah Ibu juga ada adik dan suami dengan 1 orang anak. Jadi ku putuskan pulang bersama ke-enam anakku.

Alhamdulillah sampai rumah. Alhamdulillah besok berhari raya dengan baju baru, eh...anak baru. Rasa syukur tak henti ku ucapkan. Anak-anak yang lain juga senang ada adik baru. Apalagi besok hari raya. Tapi tak banyak yang bisa kami lakukan malam itu untuk persiapan hari raya. Aku memilih istirahat karena memang kondisi badan belum fit, apalagi 2 malam hampir tak tidur. Suamiku demikian juga. Beliau beberes seperlunya dan kemudian istirahat juga.

Alhamdulillah, dipertemukan dengan tanggal 1 Syawal. Gema takbir tak henti digaungkan sejak tadi malam. Semuanya berbahagia menyambut hari raya Idul Fitri. Begitu pun keluarga kami.

Pagi-pagi semua sudah antri mandi untuk persiapan berangkat sholat Id. Aku masih rebahan, sambil nunggu antrian mandi. Masih agak lemas. Suami yang membantu mengurusi anak-anak yang lain. Ketika suami dan 4 anak besar berangkat sholat, baru aku mulai bangun.

Rumah belum begitu bersih dan rapi. Cucian kotor menumpuk. Maklum ditinggal 2 hari. Belum ada makanan yang bisa disantap pagi itu. Apalagi ketika aku hendak beranjak meninggalkan bayiku di kamar; kakaknya, anak no 5 (usia 2 th) menangis agar adiknya jangan ditinggal.

Ya Allah, nano nano rasanya hatiku saat itu.
Maksud hati ingin bangun bersih diri mumpung bayiku masih tidur, meski badan masih agak lemah, plus perut yang keroncongan, eh, kakak ke lima malah nangis meraung- raung. Sendirian lagi aku di rumah. Beuhhh...rasanya waktu itu nelangsaaa sekali. "Apa aku kena 'baby blues' ya?" He..he...he...
Alhasil aku tetep di kamar: belum mandi, bayiku juga belum mandi, perut lapar..."
Alhamdulillah ala kulli hal.

Baru ketika suami dan anak-anak besar sudah datang, aku mulai beranjak bangun. Bismillah, ku kuatkan ragaku untuk bertugas. Mulai memasak nasi, sambil mencuci baju, membersihkan diri ku dan bayiku. Suami dan anak-anak yang lain pun ikut membantu.

Jadilah hari itu tanggal 1 Syawal, di saat keluarga yang lain bersuka cita, berkumpul dan saling mengunjungi keluarga besar mereka, tapi tidak dengan keluarga kami.

Kami bahagia. Bahagia dengan kedatangan Syawal sekaligus anggota baru keluarga kami. Tapi pagi itu, kami masih ribet di dalam rumah. Pintu masih kami tutup. Belum memungkinkan untuk menerima tamu atau berkunjung-kunjung. Suami dan anak-anak membersihkan rumah setelah sarapan seadanya. Setelah bersih diri dan beres-beres semampuku, aku pun rebahan lagi. Masih agak lemas.

Begitulah, 1 Syawal tak terlupakan bagiku. Bahagia, capek, lemas. Nano nano rasanya. Tapi, penuh kenangan. Tak terlupakan. 

Baca juga:

0 Comments: