Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna

Hai Gaess, gimana kabar perubahan Iklim di tempat kalian? Kabarnya nih, perubahan ekstrim yang ada di wilayah Indonesia khususnya di kota Semarang dan Jakarta berpotensi tenggelam lho. Waduuh, seram ya, Gaes.

Gimana nggak seram ya, karena di kota manapun tentu ada saja penduduk yang menempati wilayah tersebut. Ngebayangin kalau beneran tenggelam, duh, kasihan dong bagaimana nasib warga di sana?!

Dua tahun yang lalu, melansir cnnindonesia, pada 20/8/2021, Ahli lingkungan memprediksi bahwa dalam 10 tahun ke depan Jakarta dan Semarang dikabarkan bakalan tenggelam. Mereka (para ahli lingkungan) mengungkap ada tiga faktor penyebabnya yaitu fenomena pemanasan global, pencairan gletser, hingga penurunan air tanah. Dan salah satu efek yang dapat dirasakan oleh masyarakat dunia adalah perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan temperatur air laut sehingga menyebabkan muka air laut relatif mengembang dan memiliki volume yang banyak. Malah sebagian ahli juga menilai bahwa proses tenggelamnya Jakarta secara perlahan memang tidak bisa dihentikan. Antisipasinya tentu tidak bisa dilakukan sendiri ya, Gaess. Para ahli juga berpendapat bahwa butuh peran dari masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Jadi, jangan sampai hanya segelintir orang saja yang peduli.

Kalau dipikir, mungkin hal ini benar ya, Gaess. Namun, jika kita telusuri lebih dalam lagi berbagai permasalahan lingkungan di negeri khatulistiwa ini, sesungguhnya pemainnya bukan skala rumah tangga. Sebab akan sulit diterima bila yang dipersalahkan adalah skala rumah tangga.

Dampak kerusakan tentunya tak akan sedahsyat ini. Bila dicermati, ada faktor terbesar penyebab krisis iklim ini yaitu adanya kerakusan perusahaan-perusahaan kapitalis yang membuang limbah sembarangan, deforestasi hutan, emisi karbon dan sebagainya.

Lagian juga dari dulu-dulu, para pemilik modal yang memiliki perusahaan berbasis sekuler kapitalisme akan menjadikan prinsip modal sekecil-kecilnya dan keuntungan sebesar-besarnya. Hingga akhirnya seringkali mengabaikan aspek pelestarian lingkungan. Terus lagi, tidak memperhatikan sisi amdal yang sesungguhnya sangat penting bagi jahatnya lingkungan alam.

Para pemilik modal tersebut dengan hawa nafsunya membangun pabrik-pabrik besar  untuk memperbesar bisnis (usaha) mereka. Akan tetapi tidak membangun sarana-sarana pembuangan lingkungan limbah yang aman. Mereka hanya cukup membuat saluran air langsung ke selokan atau ke sungai. Tidak jarang kita lihat air di parit atau selokan itu berwarna warni, tak terkecuali dengan air sungai yang berbusa dan berwarna warni pula. Ulah dari limbah pabrik itu sendiri.

Ini menunjukkan bahwa selokan atau sungai sudah tercemar oleh zat-zat yang berbahaya, khususnya bagi kesehatan dunia. Karena setidaknya akan mencemari air yang dikonsumsi oleh warga setempat yang berada di wilayah tersebut.

Kelestarian Alam terjaga dalam Islam

Tentu akan sangat jauh berbeda bila peraturan hidup manusia diatur dengan sistem yang sohih yakni Islam. Sistem Islam dipastikan sangat menjaga sekali kelestarian alam. Sebab, Islam sebagai agama yang syamil memiliki aturan tersendiri bagaimana sebaiknya mengelola lahan dan lingkungan.

Islam berpandangan bahwa segala hal baik air, hutan maupun lahan semuanya adalah ciptaan Allah azza wa jalla. Dia diciptakan tidak lain untuk kesejahteraan umat manusia bukan sekedar komunitas.

Tujuan alam itu diciptakan yaitu bukan untuk dirusak, bukan untuk dieksploitasi secara berlebih-lebihan atau dicemari atau bahkan dihancurkan. Melainkan semata agar difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan.

Peringatan bagi manusia, sebagaimana yang ada dalam terjemah surat ar Rum ayat 41, yang berbunyi, bahwa telah tampak kerusakan yang ada di darat dan yang ada di laut disebabkan ulah tangan manusia. Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari akibat ulah mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.

Abu Hayyan Al Andalusi dalam menafsirkan ayat ini, merupakan penegasan, larangan semua bentuk kerusakan. Dan upaya pelestarian lingkungan tidak hanya dalam tataran konsep akan tetapi juga terwujud dalam kehidupan muslim.

Maka, sejatinya, pengelolaan hutan, air dan lahan yang merupakan kepemilikan umum semestinya dilakukan sepenuhnya oleh negara demi terwujudnya kesejahteraan dan kemaslahatan bagi umat manusia.

Oleh karenanya, diharamkan untuk menyerahkannya kepada pihak swasta maupun pihak asing untuk dikelola ataupun diprivatisasi. Pengelolaan tersebut harus menyertakan pendapat para ahli agar dapat menjaga kelestariannya. Serta arah pembangunan diorientasikan untuk kepentingan masyarakat. (Muslimah Media Center)

Jadi, Gaess, dengan begitu, aspek ekologis, hidrologis dan lingkungan akan dikedepankan sehingga terjaga betul fungsi hutan dan perairan sebagaimana seharusnya.

Sementara itu, terkait dengan pembangunan infrastruktur akan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah yang diprioritaskan konteks wilayah dan kebutuhan masyarakat sehingga tidak akan ada alih fungsi lahan besar-besaran yang merusak tatanan lingkungan sekitar.

Hal ini juga pernah dicontohkan oleh Baginda Nabi Shallallahu alaihi wasallam, pada saat beliau menetapkan sejumlah kawasan  di sekitar Madinah sebagai Hima. Salah satunya adalah Hima an-Naqi' dekat Madinah yang di dalamnya ada larangan berburu dalam radius empat mil dan larangan merusak tanaman dalam radius dua belas mil. 

Salah satu Khulafaur Rasyidin yaitu Umar bin Khattab pernah menetapkan kawasan lain di dekat Madinah sebagai Hima ar-Rabadhah. Ini lebih mirip hutan tanaman industri karena yang ditanam adalah palam dan beberapa pohon yang dikonsumsi. Orang-orang yang berhak memanfaatkan Hima yaitu bagi orang-orang yang benar-benar membutuhkan.

Masya Allah, ketika Islam diterapkan secara sempurna, betul-betul terlihat memberikan kesejahteraan dan juga kebaikan bagi umat yang ada di seluruh dunia dan juga lingkungannya. Tidakkah kita rindu dengan dirapkannya hukum-hukum Islam, Gaess? Hukum-hukumnya yang tidak pernah berubah dari zaman ke zaman sesungguhnya bila diterapkan dalam kehidupan ini maka akan memberi solusi menyelesaikan perubahan iklim yang ekstrim. Sehingga tidak ada cerita bakal terjadi wilayah yang tenggelam, sebab bisa diantisipasi sejak dini.

Ini tidak akan bisa dilakukan oleh hukum buatan manusia saat ini. Maka dari itu, penerapan tata kelola Islamlah yang   diperlukan umat saat ini untuk memperbaiki bumi. Bukan tata kelola sekuler kapitalis yang menyengsarakan umat. Wallahu a'lam. [Dn]

Baca juga:

0 Comments: