Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna

As-suhtu atau sesuatu yang haram adalah semua yang haram dan buruk untuk disebutkan.

Allah Ta'ala berfirman dengan surat cintaNya dalam surat Al Maidah ayat 42, yang berbunyi:
Sammaa'uuna lilkadzibi akkaaluuna lissuhti; fa in jaaa'uuka fahkum bainahum aw a'rid anhum wa in tu'rid 'anhum falany-yadurruuka syai'anw wa in hakamta fahkum bainahum bilqist; innal looha yuhibbul muqsitii.

"Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan) yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikitpun.Tetapi jika engkau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil."

Menurut tafsir, ayat ini menjelaskan sifat buruk orang Yahudi, yaitu bahwa mereka sangat suka mendengar berita bohong alias hoax, terutama yang berkaitan dengan pribadi Nabi Muhammad, banyak memakan makanan yang haram, seperti suap-menyuap/risywah, makan riba, dan lainnya.

Padahal, Rasul mengajarkan kepada umatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup itu dengan cara yang halal. Karena bagi siapa saja yang memasukkan makanan yang haram ke dalam perutnya, maka amalan seseorang tersebut tidak diterima selama 40 hari dan setiap orang yang dagingnya tumbuh dari makanan haram atau riba, maka Rasul menggambarkan neraka itu lebih tepat baginya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis riwayat Ibnu Mardawaih.

Ini adalah petunjuk hidup sepanjang zaman (guide for life all the time). Mengapa harus halal yang dipilih? Sebab, Rasulullah saw. bersabda, “Mencari sesuatu yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (H.R. Al-Thabrani dari Ibnu Mas’ud).

Dalam hal ini, pandangan tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa makanan yang halal dan thayyib adalah makanan yang dibolehkan oleh Allah Ta'ala untuk dimakan, menyehatkan bagi diri manusia, tidak membahayakan bagi tubuh dan akal manusia. Dan alamiahnya kadar tubuh manusia diciptakan oleh Allah untuk siap menerima makanan yang halal dan thoyyib saja. Tubuh manusia tidak memerlukan makanan yang haram dan tidak thoyyib (lihat terjemah surat al-Baqarah:168). Semua makanan yang halal yang masih alami ialah asli ciptaan Allah tanpa campur tangan manusia. Kecuali orang-orang yang telah mengalami kerusakan fungsi anggota tubuhnya.

Syariat Islam juga memberikan petunjuk bahwa kita tidak perlu melirik sedikitpun kepada makanan yang haram dan tidak thoyyib, apapun manfaatnya. Sebab, mengharamkan apa yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang diharamkanNya adalah perbuatan yang telah mengikuti langkah-langkah syaitan. Artinya langkah menuju neraka.

Halal-haramnya rezeki yang kita peroleh dan kita konsumsi akan mempengaruhi kualitas hubungan kita dengan Allah yang Maha Kuasa. Sedangkan memakan harta yang haram (suhtu) dari jalan risywah/suap-menyuap termasuk dosa besar, karena termasuk harta yang dilarang oleh Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia dan pelakunya diancam baginda Nabi dengan laknat (terusir dan terjauhkan dari rahmat) Allah.

Sebagaimana yang diriwayatkan Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum." (HR. Ahmad)

Dan diriwayat lain dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu anhu, ia berkata: "Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap". (HR. Abu Daud )

Berbicara tentang harta haram, harta tersebut ada dua macam. Yakni harta karena bendanya dan kedua harta karena cara mendapatkannya.

Pertama, haram karena bendanya. Contohnya Babi dan khamar; mengkonsumsinya adalah haram atas orang yang mendapatkannya maupun atas orang lain yang diberi hadiah oleh orang yang mendapatkannya.

Kedua, haram karena cara mendapatkannya. Contohnya seperti uang hasil suap/uang sogok, gaji pegawai bank, dan penghasilan-penghasilan yang didapat dari hasil mencuri; harta tersebut hanyalah haram bagi orang yang mendapatkannya dengan cara haram.

Di ayat selanjutnya dijelaskan
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram (waaklihimus-suhta). Sungguh sangat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu .” (QS. Al-Maidah: 62)

Maka, sesungguhnya yang suka memakan yang haram (suhta) itu adalah kebiasaan orang-orang Yahudi bukan kebiasaan umat Islam. Maka, umat Islam tidak patut mencontohnya dalam persoalan kehidupan secara keseluruhan.

Oleh karena itu, pentingnya bagi kita memahami ajaran Islam dengan baik dan benar dari amal maupun perbuatan. Apapun yang masuk ke dalam perutnya harus seizin Sang Pencipta, yakni Allah Subhanahu wata'ala. Karena itu adalah wujud keimanan kepada Allah dan dengan menghindari makanan haram agar menjauhkan diri kita dari api neraka, karena daging yang tumbuh dari asupan makanan haram akan menjadi sasaran api neraka di akhirat nanti.

Sejatinya harta yang didapat halal adalah jalan yang diridhoinya sehingga mudah bagi umatnya menjadi soleh, dan sebaliknya harta yang didapat dari cara haram adalah jalan syaitan (satanic way) dan sulit bagi umatnya menjadi insan soleh. Wallahu A'lam.

Baca juga:

0 Comments: