Headlines
Loading...
Oleh. Arik Rahmawati

Meski Bank Syariah Indonesia sekarang berangsur-angsur pulih dalam pelayanannya, akan tetapi bagi para nasabah rasa was-was itu tetap ada. Para nasabah yang ada di daerah Aceh sebagian menarik uang mereka dari BSI berpindah ke bank lain. (Infoacehtimur.com 11/5/2023). 

Padahal bisa jadi kejadian seperti ini tentu saja bisa menimpa bank-bank yang lainnya juga jika tidak ada penanganan yang tepat dalam rangka melindungi data rakyat dari kejahatan Cyber. 

Kasus tidak normalnya bank BSI dalam memberikan pelayanan publik sepekan yang lalu patut kita cermati dengan seksama. Tentunya ini menjadi preseden yang buruk ketika lembaga keuangan yang berlabel syariah terbesar nasional yang jelas-jelas memiliki keamanan cyber bisa mendadak lumpuh di tangan cyber crime geng ransomware LockBit tersebut. 

Pada hari Sabtu (13/5/2023) muncul pernyataan dari geng criminal cyber ransonware Lock Bite melalui akun Twitter Fusion Intelligence Center (Dari Tracer) yang mengatakan bahwa ia mencuri sekitar  1,5 terabyte data pribadi. Kondisi ini semakin menegangkan para nasabah (www.cnn.indonesia.com 15/5/23).

Dikutip dari www.cnnindonesia.com(15/5/2023) bahwa data yang bocor adalah nama, nomor ponsel, alamat, saldo di rekening, riwayat transaksi, tanggal pembukaan rekening, informasi pekerjaan dan lain sebagainya. 

Seiring dengan perkembangan teknologi digital hari ini maka kasus kebocoran  data sering terjadi. Kasus BSI yang diretas adalah salah satu contoh. Hal ini tentunya akan menggiring kita pada satu pertanyaan yang sama bahwa lantas siapa yang harus bertanggungjawab jawab atas jaminan keamanan dan perlindungan data rakyat. 

Perlu diketahui bahwa data digital adalah sesuatu yang sangat berharga bagi para pengelolanya untuk mendapatkan cuan sebanyak-banyaknya. Dikutip dari www.cnn.indonesia 11/12/2021 bahwa pada tahun 2021 Nielsen IQ merilis bahwa jumlah konsumen belanja online Indonesia mencapai 32 juta orang. Jumlah tersebut melesat mencapai 88 persen dibanding tahun 2020 yang hanya 17 juta orang. 

Bagi perbankan data pribadi nasabah harus dijaga secara rahasia dan hati-hati agar mereka terus mendapatkan keuntungan dari nasabahnya. Sedangkan bagi para hacker data tersebut juga bisa menghasilkan pundi-pundi uang jika berhasil mereka retas.  Data digital rakyat akan menjadi sangat penting bagi kedua belah pihak. 

Sistem Sekuler Kapitalisme Akar Masalahnya

Kasus kebocoran data yang saat ini sering terjadi menjadi sesuatu yang niscaya dalam sistem kapitalisme seperti saat ini. Sistem ini membuat cara pandang manusia hanya berorientasi pada materi untuk mencari keuntungan dengan berbagai macam cara meski harus merugikan orang lain. Standar kehidupan bukan lagi halal dan haram. Sistem sekuler saat ini mengagungkan kebebasan salah satunya bebas bertingkah laku. Sehingga produk yang dihasilkan dalam sistem sekuler  adalah banyak penipu dan penjahat lainnya. 

Negara tentunya harus hadir di tengah-tengah umat yang terbelit akan persolaan ini. Negara harus hadir dalam menyelesaikan masalah ini. 

Akan tetapi sayangnya sistem kapitalisme telah membuat negara tidak berperan sebagaimana mestinya. Disfungsi ini membuat negara tidak mampu memberikan jaminan sebagai penyedia utama keamanan, ketentraman, keselamatan dan kenyamanan bagi setiap  warganya. Negara kapitalisme hanya menjadi regulator dan fasilitator.  Sehingga tidak heran kalau negara hanya memiliki kewenangan membuat rancangan undang-undang perlindungan data pribadi ( RUU PDP).  

Khil4f4h Sebagai Solusi Kebocoran Data 

Semua kekacauan ini tentunya tak akan terjadi jika negara diatur oleh sistem pemerintahan Islam yakni Khil4f4h. Mengapa harus Khil4f4h? Ya karena Khil4f4h adalah  negara yang hadir dalam rangka sebagai perisai yang akan melindungi rakyatnya. 

Rasulullah bersabda,
Imam atau Khalifah adalah perisai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Sesungguhnya al-imam (kh4lifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Kh4lif4h) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (kh4lif4h) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad). 

Dengan demikian Khil4f4h akan bertanggungjawab penuh dan menjadi pelindung bagi setiap warganya. Dengan landasan inilah maka kasus peretasan tak akan mudah terjadi bahkan tidak mungkin terjadi di dalam negara Khil4f4h sebab negara Khil4f4h akan selalu proaktif dalam menjaga, melindungi dan menjamin keamanan data rakyat termasuk menjaga harta rakyat. Lebih dari itu Khil4f4h akan menjaga data pribadi  karena ia termasuk dalam upaya pertahanan nasional.  

Khil4f4h sangat memahami arus digitalisasi yang menawarkan kecepatan dan kemudahan namun pada saat yang sama juga berpotensi membawa kejahatan online seperti hacking atau social engineering. Khil4f4h akan mengerahkan tim IT negara untuk menciptakan mekanisme perlindungan terkuat dengan teknologi yang terkuat dan tercanggih saat ini. Khil4f4h akan terus melakukan inovasi, riset, evaluasi teknologi dan peningkatan layanan. Tugas ini akan diemban secara penuh oleh khil4f4h.

Khil4f4h tidak akan membiarkan swasta menjadi pelayan utama perlindungan data warga negara seperti negara kapitalisme saat ini. Pihak swasta hanya membantu dan mendukung dalam pelayanan urusan umat bukan sebagai pelayan utama.

Khil4f4h akan memastikan kelayakan para pegawai negara khususnya mereka yang melayani pendataan digital. Mereka adalah orang-orang yang amanah dan profesional. Kriteria ini akan menjadi penjaga dari sisi human error. Pegawai yang amanah akan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya karena adanya idrak sillah billah sehingga dia tidak akan melakukan keculasan serta kelalaian dalam pekerjaannya. Sementara  pegawai yang profesional akan membuat pelayanan serba cepat, mudah dan tak berbelit-belit karena ia telah ahli di bidangnya. 

Jika semua upaya sudah dilakukan namun masih ada peretasan maka Khil4f4h akan memberi sanksi yang tegas yang membuat jera siapapun yang masih melakukan peretasan tersebut. Tindakan peretasan, kecurangan, penipuan dan seluruh jenis kejahatan cyber yang lainnya yang membuat data bocor adalah tindakan yang merugikan orang lain bahkan negara maka akan diberi sanksi takzir.  

Syaikh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya Nidhomul Uqubat fil Islam beliau menjelaskan bahwa takzir adalah sanksi pidana untuk perbuatan perbuatan atau kejahatan kejahatan yang hukumannya itu tidak diatur oleh nash Al Qur'an dan hadist. Adapun hukuman akan diserahkan pada ijtihad sang qadhi (hakim) atau khalif4h. Hukuman akan diberikan sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Hukuman paling ringan adalah pewartaan hingga yang paling berat adalah hukuman mati. 

Keistimewaan sanksi yang diterapkan oleh kh4lif4h ini ada dua yakni efek jawabir artinya penebus dosa pelaku dan zawajir sebagai pencegah di tengah-tengah masyarakat. Jika negara telah memberikan perlindungan yang optimal, para pegawai menjalankan tugasnya dengan amanah dan benar serta pelaku peretas data dihukum sesuai dengan kadar kejahatannya tentunya perlindungan data warga bukan sesuatu yang mustahil diwujudkan. Semua ini niscaya terwujud jika umat berada di bawah naungan negara Khil4f4h. [Ys].

Baca juga:

0 Comments: