Headlines
Loading...
Cukupkah Bersabar, Saat Kemuliaan Islam Dihina?

Cukupkah Bersabar, Saat Kemuliaan Islam Dihina?

Oleh. Mirojul Lailiyah
(Aktivis Muslimah Gempol)

Seorang pengemban dakwah memang sudah biasa akan memiliki banyak musuh dalam hidupnya. Karena usaha baiknya yang ingin menyebarkan kebenaran pasti akan selalu ditentang oleh kebanyakan manusia yang lemah iman atau tidak beriman.

Sejak dulu para nabi dan sahabatnya juga kerap disiksa, bahkan diancam pembunuhan oleh kaum kafir dan munafik di sekitar mereka. Penghinaan dan penolakan dakwah itu masih berlanjut hingga sekarang.

Seperti yang diberitakan dalam www.detik.com (28/4/2023), kasus penistaan agama dilakukan oleh seorang warga negara asing. Yang bersangkutan meludahi seorang imam masjid di wilayah Bandung pada Jumat, 28 April 2023 lalu. Aksi hina yang nyaris juga bernuansa kejam dengan suatu pukulan yang hampir melukai korban itu, ternyata hanyalah akibat rasa tidak sukanya si pelaku akan suara Murottal yang diputar keras dalam masjid.

Adapun imam masjid, Muhammad Basri Anwar yang menjadi korban menyatakan,  "Kejadian ini, banyak pelajaran yang saya dapatkan, zaman rasul kita diludahi, dilempar masih sabar, pelajaran yang saya ambil sabar itu luar biasa." 

Lantas, kesabaran macam apa yang dimaksudkan itu? Apakah cukup sekadar saling memaafkan tanpa ketegasan yang membuat penistaan agama itu kembali berulang?

Makna Sabar

Sabar memang suatu sifat mulia yang dapat mengantarkan pelakunya ke alam surga. Apalagi kesabaran dalam berjuang demi Allah Swt. itulah yang menjadi salah satu unsur ujian-Nya untuk menilai keimanan seorang hamba.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Muhammad: 31: 

ÙˆَÙ„َÙ†َبْÙ„ُÙˆَÙ†َّÙƒُÙ…ْ Ø­َتَّÙ‰ٰ Ù†َعْÙ„َÙ…َ ٱلْÙ…ُجَٰÙ‡ِدِينَ Ù…ِنكُÙ…ْ Ùˆَٱلصَّٰبِرِينَ ÙˆَÙ†َبْÙ„ُÙˆَا Ø£َØ®ْبَارَÙƒُÙ…ْ 

"Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.

Kisah nyata kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya sejak dulu telah memberikan contoh kesabaran murni yang mengandung sikap lemah lembut, sehingga mereka tulus memaafkan musuh-musuhnya yang menyiksa mereka.

Rasulullah sendiri tidak pernah marah dan menyimpan dendam untuk membalas aksi kejam dan hina yang dilakukan oleh pamannya, Abu Jahal yang juga merupakan musuh besarnya dalam berdakwah. Meskipun beliau pernah dilempari pamannya dengan kotoran hewan saat salat dalam masjid, beliau tetap tidak berusaha membalasnya ketika beliau sudah berhasil menaklukkan kota Mekkah. 

Namun demikian, kesabaran bukanlah sikap diam dengan alasan “ tidak mau makin ribut menambah masalah ”. Dalam Islam, diam ketika melihat peristiwa kezaliman adalah suatu bentuk kelemahan iman.

Oleh karena itu, kesabaran yang menyangkut masalah pribadi, berupa memaafkan orang bersalah yang menyakiti hati, memang mulia. Akan tetapi, kemarahan bagi seorang pengemban dakwah, ketika kebenaran agama Islam sempurna itu dihina tetap harus muncul secara tegas untuk membalas pelaku, bukan kejam dalam bertindak. 
Seperti dalil hadis sahih darhi Aisyah ra:
"Demi Allah Swt., tidaklah Rasulullah saw membalas sesuatu yang ditujukan pada dirinya, kecuali ketika kehormatan agama Allah Swt. dilanggar, maka beliau pun marah semata-mata karena Allah Swt." (HR. Bukhari) 

Kesabaran murni seorang pengemban dakwah yang bercita-cita mendekatkan dirinya menuju surga yang diridai Allah Swt. adalah kesabaran yang terus bersemangat untuk menghadapi berbagai penindasan dalam menyebarkan kebenaran ajaran sempurna-Nya.

Sehingga, kesabaran untuk memaafkan pelaku peludahan itu memang kesabaran pribadi sang imam masjid yang berkarakter mulia. Namun beliau seharusnya juga bangkit melawan pelaku peludahan yang tidak bertoleransi agama, disebabkan rasa tidak sukanya pada aktivitas dakwah berupa lantunan ayat Al-Qur'an yang ditampakkannya dalam aksi kekerasan.

Kebangkitan untuk melawan pelaku penghinaan agama, agar aksi penghinaan itu tidak diulangi lagi oleh semua orang adalah dengan tuntutan berjuang merubah sistem sekuler negeri ini yang memisahkan agama dari kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, undang-undang (hukum) sekuler  negeri ini yang sudah disoroti banyak pihak terlalu ringan hingga tidak membuat para pelaku bertaubat dan orang lain juga tidak takut untuk sama-sama menghina agama, dapat dirubah dan diperbaiki. Lalu, toleransi beragama akan terwujud nyata. Masyarakat pun akan hidup tenang dan rukun. [Dn]

Baca juga:

0 Comments: