Headlines
Loading...
Oleh: Rochma Ummu Arifah

Perhelatan pesta olahraga semua negara di Asia Tenggara atau Sea Games sudah usai digelar. Indonesia cukup berbangga diri karena berhasil bertengger di tiga besar pada klasemen terakhir peraih medali terbanyak. Hanya saja, patut dipertanyakan signifikansi keberhasilan ini pada kemajuan dan perkembangan bangsa, di mana pada saat yang sama bangsa ini sedang menghadapi aneka ragam persoalan kehidupan yang tak kunjung berakhir. 

Menyedot Banyak Biaya

Dari gegap gempita dan euforia Indonesia dan warganya pasca perhelatan Sea Games 2023, publik dihadapkan pada fakta mahalnya biaya yang telah dikeluarkan pemerintah untuk hal ini. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dana yang harus dikeluarkan Indonesia sebagai peserta ajang kompetisi olahraga negara-negara Asean ini sebesar Rp852,2 miliar. Dana digunakan untuk beberapa peruntukan mulai dari pembinaan atlet sampai pada pemberian bonus peraih medali di akhir event. 

Menteri keuangan menjelaskan kembali bahwa dana ini didapatkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Selanjutnya ia pun mengklaim bahwa peruntukan anggaran dalam jumlah yang tak sedikit ini sebagai bentuk dukungan negara untuk sektor olahraga, (cnnindonesia.com, 17/05/2023). 

Olahraga dan kemenangan di dalamnya, terlebih dalam kancah internasional dianggap akan mampu meningkatkan prestige negara di mata dunia internasional. Karenanya, negara pun memberikan totalitas dalam menyiapkan dana dan anggaran untuk hal ini. Nominal dana yang disebut menteri keuangan di atas tentu bukan menjadi angka yang kecil tapi sangat fantastis karena mencapai ratusan milyar rupiah. Bisa jadi angka ini dianggap biasa-biasa saja dan sebanding dengan pencapaian yang didapat. Namun, juga perlu dipertanyakan efektivitas dan signifikansi pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan negara dan bangsa ini. 

Prioritas Negara

Besarnya dana yang dikeluarkan negara untuk Sea Games ini tentu saja masih dipertanyakan. Terlebih, saat ini Indonesia masih  dihadapkan pada sejumlah persoalan kebangsaan yang tak kunjung terselesaikan. Sebut saja angka kemiskinan yang masih belum bisa ditekan, terlebih dengan kenaikan harga BBM yang menyebabkan kenaikan harga barang-barang kebutuhan lainnya. Selain itu, sebagian rakyat juga dihadapkan pada persoalan stunting pada bayi. Kembali, yang menjad pemicu adalah kemiskinan yang masih melanda. 

Tak hanya soal kemiskinan, negara ini juga masih berkutat dengan masalah rendahnya kualitas pendidikan dalam negeri. Minimnya gaji yang diberikan terutama kepada guru honorer sejatinya menampakan bagaimana rendahnya penghargaan negara yang diberikan kepada person-person yang memiliki perhatian pada orang yang berjuang demi kemajuan peradaban bangsa. 

Sebaliknya, penghargaan sebesar-besarnya diberikan pada penguasa dan seluruh jajaran yang  terlihat dari tingginya gaji dan banyaknya tunjangan yang mereka dapatkan. 

Nasib yang sama juga dihadapi sektor kesehatan. Para tenaga medis dihadapkan pada minimnya penghargaan atas jasa yang mereka berikan. Perjuangan menyelamatkan jiwa manusia dianggap bukan hal besar yang patut dihargai maksimal. Gaji tenaga medis pun masih jauh dari kata layak dan menyejahterakan. 

Inilah fakta miris di balik gegap gempita penyelenggaraan event olahraga negara di Asia Tenggara ini. Prioritas negara dalam mempergunakan anggaran untuk rakyatnya pun dipertanyakan. Sejatinya, tak akan menjadi masalah mengenai perhatian dan dukungan negara terhadap sektor olahraga yang dianggap mampu meningkatkan citra bangsa di hadapan dunia internasional. Namun, jika keadaan di dalam negeri saja masih carut marut, bukankah seharusnya ada skala prioritas bagi negara dalam mempergunakan anggarannya? Terlebih lagi, anggaran ini sebagian besar diperoleh negara dari pemasukan berupa pajak yang dipungut dari rakyatnya.

Wajah Sekulerisme

Sejatinya bukan hal yang aneh bagi sekulerisme untuk membuang jauh-jauh aturan agama dari tatanan kehidupan bernegara. Agama dianggap tak punya aturan yang mampu digunakan dalam mengatur kehidupan ini. Manusialah yang berhak dan punya wewenang untuk menciptakan aturan demi mengatasi masalah kehidupan. 

Inilah yang terjadi saat negara mengadopsi hukum-hukum sekuler. Aturan agama tak lagi digunakan. Negara tak memandang kekuasaan sebagai amanah. Bahkan mirisnya, kekuasaan yang didapatkan dijadikan sebagai ajang dan kesempatan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi pribadi dan kelompok.

Kemudian, negara pun abai pada nasib dan persoalan rakyatnya. Terlebih, negara seakan kurang sensitif dalam memahami peliknya kehidupan rakyat dengan berbagai persoalan yang menyelubunginya. Negara seakan hanya mampu melihat rakyatnya sebagai alat untuk menambah keuntungan tersebut.

Termasuk dalam hal anggaraan negara,  semisal Sea Games ini. Dari jumlahnya yang besar tersebut, misal dialokasikan untuk hal lain yang sedang dibutuhkan seperti mengentaskan kemiskinan dan stunting pada bayi, tentu akan mampu berbuat banyak karena besarnya dana yang ada.

Hanya saja, negara tak melakukan hal ini. Negara tak menggunakan skala prioritas dalam penggunaan anggaran negara. Negara tak menjadikan usaha mengatasi persoalan rakyatnya sebagai hal yang utama dan pertama harus dilakukan. Justru negara lebih memilih pada hal-hal semu yang dikatakan mampu menaikan pamor dan prestige negara di hadapan dunia internasional. Walaupun sejatinya hal ini juga merupakan hal yang semu karena prestige negara tak banyak dilihat dari sisi keberhasilan dalam dunia olahraga tapi lebih kepada kekuatan bargaining position-nya terhadap negara-negara lain di dunia. Nyata bahwa Indonesia bukanlah negara yang banyak diperhitungkan dalam kancah internasional karena dianggap sebagai negara kecil dan lemah.

Prioritas dalam Negara Islam

Berbeda dengan negara Islam, maka  negara Islam memiliki prioritas utama untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan rakyatnya sampai pada pemenuhan kebutuhan. Tujuannya untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat. Anggaran negara tidak akan dihamburkan untuk hal-hal yang tak memberikan pengaruh langsung pada tujuan ini.

Anggaran haruslah digunakan secara efektif untuk pos-pos pengeluaran yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Misalnya pemenuhan kebutuhan mendasar bagi rakyat, penyediaan lapangan pekerjaan yang padat karya, pemberian fasiltas dan infrastruktur yang memadai untuk kesehatan dan pendidikan karena dua sektor ini menjadi sektor yang amat urgent dalam kehidupan manusia. 

Bahkan, negara akan memastikan adanya pemasukan tetap dan pasti untuk pos pengeluaran ini. Negara akan menyediakan mekanisme khusus untuk menjamin ketersediaan anggarannya dan mengatasi segala persoalan atas ketersediaan ini. Inilah gambaran bagaimana negara memiliki prioritas anggaran sebagai usaha memenuhi kebutuhan dan urusan rakyatnya sampai mampu memberikan kesejahteraan rakyat dalam skala yang maksimal. Insya Allah. [ry].

Baca juga:

0 Comments: