OPINI
Fokus Medali SEA Games, Rakyat Miskin Gemes
Oleh. Siti Nur Rahma
Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan berhasil. Sungguh keberhasilan yang digadang-gadang kini tertunai. Setelah sekian banyak usaha dan dana yang digelontorkan untuk para kontingen olahraga dari Indonesia yang difokuskan meraih medali emas pada ajang SEA GAMES di Kamboja, kini terlihat hasilnya. Hanya sekedar demi prestise, milyaran dana dikucurkan untuk pementasan. Namun alpa dalam target pencapaian untuk kesejahteraan rakyat jelata. Sungguh miris dan tragis.
Pada 17 Mei 2023 lalu, dikutip dari CNN Indonesia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengucapkan selamat kepada para pahlawan olahraga yang berhasil meraih medali di laga bergengsi se-Asia Tenggara yang diselenggarakan di Kamboja itu. Penghargaan luar biasa untuk peraih kepingan medali di kancah Internasional.
Pasalnya, Bu Ani telah menyediakan dana fantastis untuk keperluan manggung di SEA Games Kamboja 2023. Beliau mengatakan di Instagram @smindrawati pada Rabu (17/5), "Rp522 miliar untuk pembinaan atlet-atlet sebelum berlaga di multi-event internasional, Rp55,2 miliar untuk bantuan pengiriman kontingen menuju Kamboja, dan Rp275 miliar untuk pemberian bonus bagi peraih medali (atlet/pelatih/asisten pelatih) SEA Games ke 32."
Dana yang tak sedikit itu diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) negara melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dilansir dari cnnindonesia.com, pada Rabu 17 Mei 2023.
Bu Menteri pun dengan bahagia mengucapkan selamat kepada para atlet Indonesia. Dikutip dari cnnindonesia.com pada 17 Mei 2023 lalu, Beliau berkata, "Saya pastikan, APBN #UangKita akan terus hadir untuk mendukung sektor olahraga Indonesia. Sekali lagi, saya ucapkan selamat dan terima kasih bagi para pahlawan olahraga Indonesia!" tutup Sri Mulyani.
Padahal, sejatinya dalam APBN itu juga ada hak rakyat jelata untuk kesejahteraan hidupnya. Namun seakan dianaktirikan. Seakan rakyat miskin tak lagi jadi prioritas yang seharusnya bersungguh-sungguh untuk segera dientaskan.
Itulah yang terjadi jika sistem kehidupan ini diatur secara bebas oleh tata aturan buatan manusia yang berasaskan kapitalisme sekuler. Yakni mengenyahkan aturan hidup dari Sang Maha Pengatur dalam mengatur segala aspek kehidupannya. Meletakkan agama hanya ada dalam pojok tempat ibadah saja, namun keseharian hidupnya diatur oleh aturan hasil buatan pemilik modal (kapitalis). Menjadikan materi sebagai orientasi hidup, sehingga martabat dan kedudukan negara dianggap tinggi di dunia internasional jika berhasil di sebuah event olahraga. Pantaslah duit milyaran rupiah dianggarkan untuk meraih prestise.
Padahal, Allah Al Khaliq (Sang Pencipta) sekaligus Al Mudabbir (Sang Pengatur) telah menciptakan manusia genap dengan aturan hidupnya. Yang pasti memberikan keberkahan hidup dalam ketaatannya menjalankan perintah Sang Maha Tahu. Sungguh Islam yang sesuai fitrah manusia akan membawa kesejahteraan hidup. Namun manusia banyak yang angkuh dan memilih kehidupan yang jauh dari aturan Ilahi.
Terbukti di event olahraga yang saat ini sedang berlangsung, yang dengan totalitas negara kapitalis menyediakan dana fantastis demi prestise tinggi di mata dunia. Bukti sifat keduniaan lebih diprioritaskan dibanding hal genting yang lebih penting untuk difikirkan, yakni nasib rakyat miskin. Inilah yang terjadi jika nurani dibiarkan hidup tanpa sentuhan aturan Islam.
Terdapat persoalan rumit yang penting untuk segera diatasi sebab terkait nyawa dan masa depan generasi adalah kemiskinan ekstrim, stunting, infrastruktur pendidikan dan kesehatan yang kurang diprioritaskan.
Sedangkan dalam Islam ada prioritas yang tepat dan terbaik untuk ditunaikan oleh individu bahkan negara. Islam mengajarkan untuk beramal sesuai skala prioritas yang disebut dengan istilah fiqih aulawiyat.
Pengertian fiqh al awlawiyyat menurut ulama besar, Syeikh Yusuf al-Qaradhawi secara istilah adalah meletakkan segala sesuatu pada kedudukannya (martabatnya) yang tepat. Sehingga menurut mantan Ketua Ulama Sedunia ini, tidak mengakhirkan sesuatu yang seharusnya dikedepankan (diutamakan) atau mengedepankan hal yang seharusnya diakhirkan. Tidak mengecilkan urusan yang besar dan membesarkan perkara kecil.
Dapat diambil contoh dari sirah nabawi tentang dakwah di Mekkah yang dilakukan Rasulullah adalah dakwah dalam orientasi akidah (tauhid). Ibarat suatu bangunan, butuh adanya pondasi yang kuat agar bisa berdiri kokoh. Sehingga pertanyaannya apakah negara sudah menuntaskan kuatnya akidah rakyat dalam pembentukan kepribadian Islam yang akan mempengaruhi amalnya? Sebab telah banyak tampak kerusakan yang diakibatkan oleh amal perbuatan yang dibenci Allah. Seperti korupsi, aborsi, pencurian, dan sebagainya. Sungguh kerusakan yang tampak nyata untuk segera diselesaikan.
Selain itu dalam aspek ekonomi juga tak kalah menarik perhatian, kemiskinan akut membuat banyak masalah cabang timbul. Dan yang paling genting karena terkait dengan masalah nyawa. Bahkan pendidikan dan kesehatan yang sulit dijangkau menjadi masalah penting yang perlu dikedepankan. Bukan malah mengedepankan hal remeh yang tak seharusnya diutamakan.
Seperti halnya mengedepankan urusan prestise negara (prestise dalam pandangan negara kapitalis) dibanding urusan nyawa rakyat yang tergadai kemiskinan akut yang butuh segera dituntaskan. Sungguh ini perlu perhatian khusus untuk segera dibenahi.
Oleh karena itu, terdapat kondisi umat yang semakin hari semakin butuh panduan, usulan mengenai “fiqih prioritas” amat urgen untuk diterapkan secara luas. Karena problem kehidupan umat hari ini amat kompleks. Segala lininya butuh sentuhan “fiqih prioritas”. Karena skala prioritas dalam ranah pemikiran, sosial, ekonomi, politik dan lainnya, sudah lama tidak benar.
Fenomena uang dihambur-hamburkan untuk urusan seni dan olahraga, sedangkan disaat yang sama dunia pendidikan sedang membutuhkan biaya yang tak diperhatikan. Teringat dengan perkataan Abdullah ibn al-Muqaffa‘: “Tidaklah aku mendapati ada perilaku boros melainkan di sudut lain ada hak yang dihilangkan!” (Lihat, Syeikh al-Qaradhawi, Fī Fiqh al-Awlawiyyāt: Dirāsah Jadīdah fī Dhau’ al-Qur’ān wa as-Sunnah.
Sungguh Islam dengan aturan hidup yang lengkap dan sempurna telah mengajarkan banyak kebaikan untuk kehidupan manusia. Yang membawa kepada kesejahteraan dan keberkahan hingga akhirat. Masihkah kita bertahan dengan sistem selain Islam yang telah jelas kerusakannya?
Wallahu alam bishawab. [Ys]
0 Comments: