Headlines
Loading...
Oleh. Ramsa

Aduhai sedihnya hatiku, kala menyaksikan korban gugur
Bukan di medan laga 
Atau di ring tinju
Namun, dia gugur dihajar teman sekolah.

Entah karena sebab apa, orang tuanya pun tak tahu. Tak ada yang mampu mengungkap alasannya karena korban telah tiada. Semoga hal demikian tidak lagi berulang.

Sesak dada ini membaca berita yang tayang di media online, seorang anak laki-laki usia sembilan tahun tewas setelah diduga dikeroyok kakak kelasnya. Anak tersebut masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar. Sungguh peristiwa yang menyayat hati bagi orang tua, guru, dan siapa pun yang peduli pada generasi dan pendidikan.

Berita ini sebagaimana dikabarkan oleh TribunTangerang.com tanggal 20 Mei 2023. Korban merupakan warga Sukaraja, Sukabumi Jawa Barat. Siswa yang naas ini sudah merasakan sakit sejak tanggal 15 Mei, namun pada esok harinya sang korban tetap minta masuk sekolah. Hal ini berujung pengeroyokan berikutnya. Akibatnya korban harus dilarikan ke rumah sakit, selama tiga hari di rumah sakit mengalami kritis lalu nyawanya pun tak bisa tertolong.  

Generasi Nirempati: Potret Buram Pendidikan 

Pemandangan yang tak elok, kala melihat anak-anak saling tendang, saling sikut, atau saling memukul dengan sajadah. Kejadian seperti ini tampak sepele namun kalau dibiarkan bisa berujung perkelahian hebat. Di dunia pendidikan fenomena ini memang marak terjadi. Entah ini hanya dianggap permainan atau guyonan, namun bagi siapa yang memiliki empati pada generasi, tentu hal demikian tak akan didiamkan.  

Kala guru menegur, menasihati atau mengingatkan sang anak terkadang anak tidak bisa terima. Anak-anak jadi membawa masalah keluar sekolah dan adu jotos di luar sekolah. Orang tua yang harusnya bisa jadi penengah dan legowo dengan kenakalan anak malah terkadang tak bisa kontrol emosi, sehingga masalah jadi membesar. 

Generasi hari ini jauh dari empati. Sulit menyadari pentingnya kenyamanan bersama, saling menyayangi, dan bersahabat. Siswa-siswi yang kerap melihat temannya diganggu atau bahkan dirundung seolah tak mau tahu, cuek saja dengan keadaan. Parahnya lagi terkadang malah asyik membantu teman yang jadi pelaku perundungan ini. Sungguh tak punya nurani. 

Adakalanya dengan santai mengakui bahwa dirinya pelaku perundungan atau kekerasan pada teman sekelas hanya karena merasa gabut, belajar enggak asyik. Naudzubillah. Kondisi semacam ini marak di lembaga pendidikan. Dan sering kali guru pun tak mampu bertindak, karena lemahnya aturan di sekolah, atau ketakutan sekolah memiliki citra negatif. 

Pendidikan Basis Keteladanan 

Pendidikan ibarat tempat atau lahan semai generasi. Jika lahan ini tertata, teratur dengan norma dan aturan yang tegas, atau dilengkapi panduan yang Islami insyaallah akan tumbuh jadi baik. Pendidik yang bertakwa, bertanggung jawab akan mendedikasikan dirinya dalam mengedukasi anak-anak dengan akhlak mulia dan keteladanan yang baik. Akan berusaha mengedepankan nilai-nilai agama dalam mendidik. 

Sekolah akan aktif melibatkan orang tua dalam pendidikan anak di rumah agar tercipta sinergi pendidikan di rumah dan sekolah. Orang tua juga akan bekerja sama dengan orang tua lainnya di lingkungan agar menjadi benteng dalam mencerdaskan anak, sekaligus menciptakan ketakwaan pada anak-anak di mana saja berada.  

Jika di sekolah ada keteladanan yang baik,  di rumah juga menerapkan hal yang sama maka akan lebih mudah mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman. Setiap kenakalan atau kemaksiatan akan ditegur dan diberi sanksi yang mendidik hingga kenakalan atau kejahatan tidak terulang. 

Diakui atau tidak maraknya kasus perundungan, pengeroyokan atau pembantaian di tengah siswa atau di lingkungan pendidikan sering kali dipicu oleh tontonan yang dianggap tuntunan. Setiap kali melihat tayangan dari sosial media yang berupa perkelahian, pemukulan atau ejekan maka dengan mudah diikuti oleh siswa-siswi yang masih minim penyaring dalam bertindak. Akhirnya lebih banyak mengikuti tanpa pikir panjang. Sungguh tidak terbayangkan nasib generasi bangsa ini jika kasus demi kasus serupa terus berulang. 

Hal lain yang memicu peristiwa demi peristiwa naas ini terus terjadi adalah lemahnya aturan dan hukum di negeri kita.  Jika pelaku adalah pelajar maka hukumannya berupa sanksi yang diatur secara kekeluargaan. Bisa jadi hanya dinonaktifkan dari sekolah atau dipindahkan ke sekolah lainnya. Hukuman yang tak punya efek jera. Inilah efek domino rusaknya sistem atau aturan hidup dalam sistem demokrasi yang liberal atau serba bebas. Siapa pun bebas berbuat sesuka hati. 

Pendidikan Hebat dan Berkualitas Dunia

Berharap pada pendidikan hari ini akan melahirkan generasi hebat, ibarat menggantang asap. Jauh dari kenyataan. Namun, masih ada harapan besar kemungkinan bangkitnya generasi terbaik dari pendidikan yang menggunakan pola pendidikan Islam, dengan kurikulum yang  bernapaskan akidah Islam. Semua pelajaran terintegrasi dengan akidah Islam. Pendidikan yang bervisi akhirat, sistem pendidikan yang mendidik generasi berkepribadian Islam, bertakwa pada Allah dan Rasulullah, juga unggul dalam sains dan teknologi. 

Pendidikan yang mampu menghadiahkan generasi terbaik untuk peradaban yakni generasi hebat sekaliber Imam Asy Syafii,  Imam Ar Razi dengan ilmunya yang handal dalam ilmu agama dan sains. Pendidikan yang menjadikan guru, siswa-siswinya takut bermaksiat sekecil apapun, karena tahu ada hari perhitungan amal, ada pertanggungjawaban kelak di hari akhir nanti. 

Pemdidikan yang menularkan empati dan saling sinergi mencerdaskan dan mengajak takwa semua insan, hanya ada dalam pendidikan Islam dalam sistem paripurna yakni Islam kafah. Pendidikan yang menjadikan Al-Qur'an dan Hadis sebagai panduan kurikulumnya. 

Mari baca Qur'an surat Al-Hadid ayat 9: 

هُوَ الَّذِى يُنَزِّلُ عَلٰى عَبْدِهِۦٓ ءَايٰتٍۢ بَيِّنٰتٍ لِّيُخْرِجَكُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Artinya:

"Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu".

Wallahualam. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: