Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna

Manusia pada dasarnya bisa bangkit dengan persepsi terhadap segala sesuatu. Manusia selalu mengatur tingkah lakunya dalam kehidupan ini sesuai dengan persepsinya terhadap kehidupan. Begitu pun, apabila kita ingin mengubah tingkah laku kita yang jelek menjadi baik, yang rendah menjadi luhur, tidak ada jalan lain kecuali harus mengubah persepsi kita terlebih dahulu. Tak dipungkiri bahwa hidup di zaman sekarang tidak semudah yang kita bayangkan. Terkadang seorang guru yang digugu dan ditiru pun kewalahan dalam menghadapi muridnya yang hiperaktif.

Lalu, dia pun mencari caranya untuk mengubah persepsi anak tersebut agar menjadi persepsi yang benar tentang kehidupan. Bagaimana seharusnya ia bertingkah baik.

Allah selalu mengingatkan dengan pesan cinta-Nya dalam QS. ar-Rad: 11, 
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."

Pada hakikatnya, setiap manusia berhak mendapatkan kenikmatan penuh, karena fitrah  mereka suci, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam QS. ar-Rum: 30, 
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu."

Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wassalam bersabda, 
Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci." (HR. Bukhari)

Dalam kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil,  hal 183, disebutkan bahwa Allah tak mengganti sesuatu yang ada pada hamba-Nya dengan kesehatan dan kenikmatan sampai mereka mengubah dengan diri mereka dari keadaan yang buruk menjadi keadaan yang baik.  

Tak hanya itu. Manusia juga harus menjaga agar anugerah yang baik-baik dari Allah tak berubah menjadi buruk disebabkan pola pikir dan pola sikap yang salah .

Nah, kalau kita berbicara tentang anak yang hiperaktif, maka mengatasi anak tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pendidik/guru, dan orangtua. Hal inilah yang juga membuat banyak guru bertanya tentang cara mengatasinya dalam Islam. Namun, ada juga yang tidak peduli, tidak mau dibuat pusing dengan beragam tingkah laku anak-anak di kelas. Entah karena guru sudah lelah mengingatkannya atau karena telah terjebak dalam konsep pendidikan hari ini (dilarang berkata "jangan").

Akan tetapi, Sob, sayang sekali kalau ada anak hiperaktif yang dibiarkan dengan alasan di atas. Seandainya mereka mengetahui cara mengatasi anak tersebut, tak akan ada orang tua atau guru yang merasa kelelahan. Lelahnya mereka dalam mengajar bukan karena tingkah laku anak tersebut, melainkan kesalahan dalam menerapkan sistem pengajarannya.

Lantas, bagaimana jika sudah terlanjur terjadi?

Tenang, Sob. Dengan konsep Islam, insya Allah semua akan menjadi mudah. 
Emang bisa? Ya, bisa banget Sob, sebab aturan Islam itu jika dijalankan akan memudahkan bukan menyulitkan. 

Oleh karena itu, yang butuh dibangun dari generasi muda hari ini sebetulnya karakter imannya. Ini adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah anak atau generasi  muda, termasuk hiperaktif sekalipun.

Islam adalah peradaban besar yang mempunyai sejarah yang sangat panjang, dan dikenal oleh siapapun. Tersebarnya Islam bukan karena penjajahan/penguasaan, melainkan karena akhlak mulia, dan kerelaan masyarakat dalam menerima Islam. Luar biasa bukan?

Islam juga mengajarkan karakter dan moral yang mulia, jauh berbeda dari agama penjajah. 

Dari Jundub bin Abdillah, ia  berkata: 
"Dahulu kami ketika remaja bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam, kami belajar iman sebelum Al-Qur'an. Kemudian setelah kami belajar Al Qur'an, bertambahlah keimanan kami. Sedangkan kalian sungguh pada hari ini justru belajar Al Qur'an dulu sebelum belajar iman." Hadis ini diriwayatkan At-Thabrani, Al-Baihaqi, dan Ibnu Majah.

Nabi shalallahu 'alaihi wassalam pun menggambarkan bahwa at-Tabi'in adalah generasi terbaik setelah sahabat. Tentunya di sini ada penurunan kualitas. Demikianlah jika dipandang dari kacamata sahabat.

Apa kabar generasi hari ini? Jelas jauh sekali perbedaanya ya, Sobat. Generasi tabi'in adalah generasi yang luar biasa hebat. Yang lebih penting lagi, di masa keemasannya dulu, Islam telah memakmurkan bumi.

Namun, kalau melihat generasi muda sekarang ini, kebanyakan dari mereka tidak belajar Al-Qur’an apalagi Iman. Bukan karena muda mudinya tak pandai pengetahuan, melainkan karena mereka meninggalkan adab dan ilmu. Parah banget kan, Sob. 

Nah, untuk mengembalikan generasi muda seperti sahabat, maka dibutuhkan cara 'not mediocre' alias tidak biasa-biasa saja. Artinya, butuh waktu yang tidak sebentar, yang melibatkan sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara. Diharapkan, kelak generasi masa depan akan tumbuh menjadi generasi yang saleh dan salehah.

Inilah pentingnya bagi orang tua  untuk mengajarkan tiga hal  kepada putra putrinya. Di antaranya:
Pertama, mengajarkan tentang keimanan akan al-Quran beserta kedudukannya.  
Kedua, mengajarkan tentang kewajiban untuk mengarahkan diri kepadanya seraya mentadaburi ayat-ayatnya. 
Ketiga, mengajarkan tentang rukun iman yang enam dan tiga pembagian tauhid hingga dia memandang penting untuk mengambil faidah dari al-Quran. 
Keempat mengajarkan putra putrinya agar tidak menyenangkan keinginannya untuk sekadar membaca tilawah akan tetapi di sisi lain mengabaikan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukumnya.

Jadi, Sob, iman sebelum Al-Qur’an itu bukan berarti mengesampingkan belajar Al-Qur’an sejak dini ya, tapi kita sejatinya dituntut agar mengutamakan untuk belajar dan mengajarkan tentang iman kepada Allah , kekuasaan-Nya, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan juga mengajarkan Al-Qur'an beserta makna-maknanya. 

Alhasil, ketika generasi muda belajar Al-Qur’an, diharapkan iman mereka akan bertambah. Dengan bangkitnya persepsi manusia tentang sesuatu dengan benar, takkan ada lagi deh ceritanya dunia miskin moral, atau anak tumbuh berkembang nakal hingga orang tua kebingungan dan kewalahan seperti yang terjadi di zaman sekarang. 

Wallahu a'lam. [Dn]

Baca juga:

0 Comments: