Headlines
Loading...
Oleh. Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berpendapat atas langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan. "Peristiwa ini sudah sepatutnya juga menjadi peringatan kepada BUMN lain untuk benar-benar bekerja secara profesional dan transparan sesuai dengan peta jalan yang telah ditetapkan," kata Erick. ( cnnindonesia.com, 29/4)

Sebelum Destiawan, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka, yakni Direktur Operasional II PT Waskita Karya periode 2018 sampai dengan sekarang (berinisial BR), Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya periode Juli 2020 - Juli 2022 (berinisial THK), lalu Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya periode Mei 2018 - Juni 2020 (berinisial HG) dan (berinisial NM), Komisaris Utama PT Pinnacle Optima Karya. 

Tindakan korupsi di tubuh BUMN yang kini menimpa Destiawan, yang melawan hukum dengan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supplay Chain Financing (SCF) untuk pembayaran proyek pekerjaan fiktif, menunjukkan betapa korupsi bagai arus air bah yang sulit dibendung, meskipun sudah ada badan khusus yang bertugas untuk menyelesaikan kasus tersebut, yakni KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Makin ke sini makin banyak saja para pejabat di  lembaga-lembaga pemerintahan yang terjerat kasus korupsi. Mulai dari lembaga keuangan, pendidikan, kesehatan, perpajakan, dan kini BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Jika kita menilik fakta, sistem politik Demokrasi adalah sistem politik yang berbiaya mahal. Seseorang yang ingin naik menjadi pemimpin dan pejabat, haruslah mempunyai modal besar. Untuk kampanye, mencari dukungan, dan untuk memenuhi hasrat petinggi yang memperjualbelikan jabatan. Jika modal yang dimiliki kurang, segala macam cara culas akan dilakukan termasuk dengan korupsi. Ditambah gempuran gaya hidup hedonisme membuat banyak orang tergoda untuk bergaya hidup mewah, termasuk para pejabat dan keluarganya. Di tengah arus Sekulerisme Kapitalisme, korupsi akan menjadi tradisi yang diminati banyak orang hingga turun temurun, dari generasi ke generasi.

Terus berulangnya kasus korupsi menunjukkan rusaknya moral individu di negeri ini, yang diakibatkan oleh gagalnya sistem pendidikan yang ada dalam mencetak generasi saleh, amanah dan bertanggung jawab. Seorang pejabat yang bertugas untuk memelihara kesejahteraan masyarakat justru menjadi batu sandungan. Mereka bukannya memperbaiki keadaan masyarakat yang saat ini terhimpit ekonomi oleh banyak sebab (karena inflasi, naiknya harga bahan pangan, pandemi, resesi, dsb). Yang ada justru mereka menciptakan ketidakstabilan di semua lini kehidupan. Dari aspek ekonomi, politik, hingga kedaulatan bangsa dan negara. Dampak buruk korupsi lambat laun terus meningkat, seperti bertambahnya utang negara, bertambahnya penarikan pajak, menurunnya kepercayaan para investor, dll.

Korupsi yang sudah menjadi tradisi tak  akan berhenti tanpa perubahan sistem pemerintahan. Sekularisme Kapitalisme juga penerapan sistem lain buatan manusia adalah penyebab terjadinya hal ini. 

Sejak empat belas abad yang silam, Allah telah menyempurnakan agama bagi umat akhir zaman yang menjamin kestabilan dan keharmonisan kehidupan. Sistem Kekhilafahan Islam yang telah dijalankan selama 14 abad itulah, terbukti mampu mencegah tindakan korupsi dan penyalahgunaan dana dan wewenang. Islam memandang korupsi adalah bagian dari jarimah (kemaksiatan/kriminalitas) yang harus diberantas. Selain merugikan negara, korupsi juga berdampak buruk bagi kehidupan seorang Muslim di akhirat nanti. Negara bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan hukum Islam secara komprehensif dan menutup peluang terjadinya tindakan korupsi. Hukum Islam lebih bersifat preventif (pencegahan) sehingga tidak akan ditemui tradisi buruk korupsi seperti yang terjadi hari ini.

Struktur pemerintahan yang sesuai dengan Al-quran dan As Sunnah, akan menyeleksi pemimpin dan para pejabat yang terpilih dari tingginya keimanan, kezuhudan dan ketakwaannya kepada Allah  SWT, di samping karena profesionalitasnya. Dengan kriteria ini para pejabat akan mampu mengontrol dirinya terhadap tindakan buruk seperti korupsi dan penyalahgunaan dana dan wewenang. Mereka akan menunaikan amanahnya dengan penuh tanggung jawab, baik kepada manusia lebih-lebih kepada Allah Swt. Sistem politik Islam yang bermakna menunaikan tanggung jawab untuk mengurusi urusan umat, membuat para pejabat bekerja sepenuh hati dan tulus ikhlas sesuai tuntunan Islam, bukan politik transaksional apalagi tunduk pada kepentingan oligarki dan pemilik modal.

Manusia tempatnya salah dan lupa. Manusia juga berpeluang terpeleset lidah dan tindakannya, termasuk para pejabat. Dalam Sistem pemerintahan Islam akan  diberlakukan juga sanksi dan hukuman sebagai pencegah dan tentu menjerakan bagi pelakunya. Koruptor akan dihukum sesuai dengan kadar kejahatannya. Mereka akan dipublikasikan, distigmatisasi, ditarik hartanya, dicambuk bahkan dihukum mati. 

Inilah kesempurnaan hukum Allah. Mampu menyejahterakan dan menjaga harmonisasi kehidupan. Juga mampu mengaktifkan kontrol dari semua lini, termasuk individu, masyarakat dan negara. Bahkan sistem sanksinya dapat menebus dosa dan siksa Allah nanti di Yaumil hisab (zawajir). Wallahu a'lam bi ash-Shawaab. [My]

Baca juga:

0 Comments: