Oleh: Ratty S Leman
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah kita sudah sampai di hari ke 11 Syawal 1444 Hijriyah. Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk menikmati hari-hari setelah Ramadan berlalu untuk membuktikan ketakwaan kita apakah masih istikamah, menurun atau naik?
Nafas kehidupan adalah karunia besar yang tidak pantas untuk disia-siakan. Kita masih diberi nafas hidup untuk beristighfar, mohon ampun dan mengumpulkan bekal perjalanan sesudah kematian kelak.
Pilihan tadabur Al Qur'an Juz 6 kali ini tertuju pada Qur'an surat Al Maidah ayat 51. Ayat yang sangat populer beberapa tahun lalu ketika memilih seorang pemimpin. Demikian firman Allah swt yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu) [wali, pelindung atau pemimpin], mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia [wali, pelindung atau pemimpin], maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim".
Ayat di atas bermakna, Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kamu semua, janganlah sekali-kali kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setiamu karena akibat negatifnya lebih banyak dibandingkan positifnya. Selain itu, mereka satu sama lain saling melindungi karena adanya persamaan kepentingan di antara mereka. Oleh karena itu, barang siapa di antara kamu yang tetap saja memilih dan menjadikan mereka sebagai teman setia dengan mengabaikan umat Islam, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka yang sering kali mengabaikan ajaran-ajaran Allah. Sungguh, karena keingkaran mereka, Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang ingkar dan zalim karena selalu mengabaikan tuntunan-Nya.
Allah swt, melalui ayat di atas melarang orang-orang yang beriman agar jangan menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman akrab yang akan memberikan pertolongan dan perlindungan, apalagi untuk dipercayai sebagai pemimpin. Selain dari ayat ini masih banyak ayat yang lain dalam Al-Qur'an yang menyatakan larangan seperti ini terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani. Diulangnya berkali-kali larangan ini dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an, menunjukkan bahwa persoalannya sangat penting dan bila dilanggar akan mendatangkan bahaya yang besar.
Larangan ini berlaku atas diri pribadi. Orang mukmin dilarang menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman yang akrab, tempat menumpahkan rahasia dan kepercayaan seperti halnya dengan sesama mukmin. Begitu juga, berlaku terhadap jamaah dan masyarakat mukmin, bahwa mereka dilarang untuk menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pembela, pelindung dan penolong, lebih-lebih dalam urusan yang berhubungan dengan agama. Kalau hanya untuk berteman biasa dalam pergaulan, apalagi dalam urusan-urusan keduniaan, Allah tidak melarangnya, asal saja berhati-hati dalam pergaulan, sebab bagi mereka sifat melanggar janji dan berbohong untuk mencari keuntungan duniawi adalah biasa saja. Hal yang seperti ini sudah diperlihatkan oleh Rasulullah ketika beliau berada di Madinah. Beliau mengadakan hubungan kerja sama dengan orang Yahudi dan Nasrani dan kadang-kadang mengadakan perjanjian pertahanan dengan mereka, bila hal itu dipandang ada maslahatnya bagi orang-orang yang beriman.
Orang Yahudi dan Nasrani itu rasa golongan dan kesukuan mereka sangat tebal. Karena itu walau bagaimanapun baiknya hubungan mereka dengan orang mukmin, sehingga suka mengadakan perjanjian untuk kerja sama dengan mereka tapi kalau akan merugikan golongan dan bangsanya, mereka tidak akan segan-segan berbalik ke belakang, mengkhianati janji dan memusuhi orang mukmin. Sesama mereka senantiasa tolong menolong, bersatu dalam menghadapi orang mukmin. Lahirnya baik, tapi batinnya selalu mencari kesempatan untuk menghancurkan orang-orang mukmin.
Akhir ayat ini menegaskan, bahwa barang siapa di antara orang-orang mukmin yang menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman akrabnya, maka orang itu termasuk golongan mereka, tanpa sadar, lambat laun orang itu akan terpengaruh, bukan akan membantu Islam, tetapi akan menjadi musuh Islam. Kalau dia telah menjadi musuh Islam, berarti dia telah menganiaya dirinya sendiri. Ketahuilah, bahwa Allah swt tidak akan memberi petunjuk orang-orang yang aniaya kepada jalan yang benar untuk mencapai hidup bahagia di dunia dan akhirat.
***
Islam memang bukan agama yang hanya mengatur hubungan seseorang dengan Tuhannya saja (akidah dan ibadah). Tapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (akhlak, makanan, pakaian). Juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (mu'amalah dan uqubat).
Lengkap sekali Islam mengatur kehidupan ini. Tidak hanya ibadah ritual tetapi semua sektor kehidupan di atur dengan rinci. Bagi manusia dari mulai bangun tidur di pagi hari sampai hendak tidur lagi di malam hari. Dari mulai masalah individu sampai urusan mengelola alam semesta ini. Semua diatur oleh Sang Pencipta, karena sifat Rahman RahimNya.
Manusia sebenarnya dipaksa untuk tunduk patuh pada aturan agamanya bukan tunduk patuh pada perasaannya atau hawa nafsu. Tiada Illah (sesembahan) selain Allah. Illah-illah yang lain harus disingkirkan.
Dalam memilih pemimpin, Islam juga sudah memberi petunjuk. Bagaimana mungkin mengangkat seorang pemimpin yang akidahnya berbeda. Apakah dia akan tahu standar suatu benda (halal, haram) dan standart suatu perbuatan (wajib, sunnah, mubah, makruh, haram). Banyak persoalan-persoalan yang makin hari makin ruwet saja, bahkan konon dipegang oleh ahli yang diakui dunia. Pertanyaannya adalah dunia yang sebelah mana?
Ketika pintar hanya sebuah kepintaran tanpa dibimbing wahyu maka akan liar, dan akan memuja pemikiran itu sendiri. Kepintaran yang tidak membawa rahmat bagi seluruh alam. Lihatlah hari ini, ketika pemimpin tidak menjadi perpanjangan risalah yang telah ditetapkan Sang Pemilik alam raya. Telah tampak kerusakan di muka bumi, disebabkan oleh ulah tangan manusia sendiri. Mereka bilang telah membangun, tetapi hakekatnya adalah merusak bumi. Keberkahan tidak turun dari langit dan tidak keluar dari perut bumi karena manusia tidak patuh pada perintah Rabbnya.
Pembahasan tentang kepemimpinan ini memang penting dan harus dipahami benar oleh umat. Kita juga harus sadar pemimpin yang bagaimana yang akan mengeluarkan kita dari problematika yang semakin hari semakin carut-marut. Jika hanya sekedar ganti pemimpin, berapa kali kita sudah berganti pemimpin dan bereskah persoalan?
Ibarat mobil yang rusak kita ganti sopir terbaik pun tak akan jalan mobil itu. Maka yang perlu dibenahi adalah sistem yang rusak diganti dengan sistem terbaik yang sudah Allah swt persiapkan dan berikan kepada manusia. Kita sebenarnya tinggal menjalankan saja perintah Allah swt ini. Tinggal mau atau tidak, di situ letak persoalannya.
Seharusnya manusia mau melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah. Namun pada faktanya ada saja yang tidak mau patuh sehingga tata kelola dunia menjadi acak adul penuh problematika.
Semoga para pemimpin segera sadar untuk mengembalikan semua persoalan ini sesuai dengan kehendak Allah swt semata bukan hawa nafsu. Sehingga baldatun thoyibatun wa Rabbul Ghafur tercipta. Bahagia dan sejahtera dunia akhirat.
Rasulullah swa bersabda,"Sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad dan Darimi).
Maka mintalah kepada Allah 'Azza wa Jalla dengan suara lirih dan rendah diri,"
(Allahumma inni a'udzubika min imaarati shibyan wa sufahai) "
"Ya Allah, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari pemimpin yang kekanak-kanakan dan pemimpin yang bodoh."
(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad). Wallahu a'lam bishshowab. [ry].
0 Comments: