Headlines
Loading...
Oleh. Bunda Erma S.Pd (Pemerhati Keluarga dan Generasi)

Dirilis dari cnnindonesia.com, 5 Mei 2023,  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masih ada sebanyak 7,99 juta pengangguran per Februari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 5,45 persen angkatan kerja yang berjumlah 146,62 juta orang. 

Masih dari cnnindonesia.com, pengangguran terbanyak menurut jenis kelamin, ada pada laki-laki sebesar 5,83 persen dan perempuan sebanyak 4,86 persen. Hal ini sejalan dengan jumlah angkatan kerja yang memang masih didominasi oleh kaum laki-laki. 

Sedangkan, jika berdasarkan wilayah,  pengangguran di perkotaan lebih besar dibandingkan pedesaan. Pengangguran di perkotaan tercatat sebanyak 7,11 persen dan di pedesaan hanya 3,42 persen.

Pada tahun ini, jumlah pengangguran memang bisa ditekan dibandingkan dengan periode tahun lalu. Angka pengangguran pada Februari 2023 turun 410 ribu orang dari 8,40 juta jiwa menjadi 7,99 juta orang dibandingkan pada Februari 2022. Namun jumlah ini masih lebih tinggi dari level sebelum pandemi covid 19 pada 2020.

Dari jumlah pengangguran yang dirilis BPS ini, pengangguran terbanyak berasal dari tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yaitu sebesar 9,60 persen. Sedangkan pengangguran kedua tebesar berasal dari lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), yaitu sebesar 7,69 persen.

Gagal Menyediakan Lapangan Kerja

Maraknya pengangguran menunjukkan kegagalan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan. Sementara maraknya siswa SMK yang menganggur menggambarkan adanya kesalahan rancangan pendidikan dalam kaitannya dengan program pembangunan.

Faktanya, jumlah angkatan kerja terus bertambah jauh lebih besar dibandingkan dengan penciptaan lapangan kerja. Pemerintah sendiri berlepas tangan dalam menciptakan lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya. Pemerintah malah menyerahkan kepada para korporasi atau pemilik modal dengan membuka kran investasi yang besar bagi mereka, lalu pemerintah menyerahkan serapan tenaga kerja pada mekanisme pasar.

Padahal faktanya, memudahkan investasi yang diberikan pemerintah kepada para investor, nyatanya lebih cenderung bersifat padat modal ketimbang padat tenaga kerja. Hal ini, lagi-lagi menunjukkan lemahnya industrialisasi negeri ini. sebab penerapan ekonomi kapitalisme meniscayakan industri yang ada bukan berdasarkan kebutuhan, namun mengikuti pesanan oligarki. 

Pada saat yang sama sistem pendidikan yang komersial saat ini, telah membatasi rakyat untuk mengenyam pendidikan tinggi, sehingga rakyat hanya sebatas memiliki pengetahuan dan skill yang dibutuhkan untuk bekerja saja. Padahal pengangguran yang tidak teratasi dengan baik akan berdampak negatif terhadap kondisi ekonomi. 

Tingginya kemiskinan akan mengurangi kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan asasiyah, termasuk gizi yang cukup, pendidikan, dan kesehatan. Apalagi dalam sistem kapitalis saat ini, kebutuhan asasiyah tersebut hanya dapat dijangkau dengan materi. 

Pengangguran juga berdampak pada tingginya angka kriminalitas. Ketiadaan pendapatan, ditambah lemahnya keimanan akan mendorong seseorang melakukan tindakan kriminalitas. 

Secara luas, pengangguran akan mengakibatkan produktivitas suatu negara menjadi tidak optimal. Sebab sebagian penduduk yang produktif menjadi tidak terbedayakan. 

Sistem kapitalisme telah nyata membiarkan rakyat kebingungan mencari pekerjaan dan hidup dalam kesengsaraan.

Islam Mewajibkan Negara Menyediakan Lapangan Kerja

Berbeda dengan Islam,  Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang memadai sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Islam memiliki pandangan yang khas tentang kesejahteraan, yakni negara harus memastikan terpenuhinya kebutuhan asasiyah rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara orang per orang. 

Dalam sistem Islam, kekayaan alam (SDA) dipandang sebagai milik umum seluruh rakyat, sehingga pengelolaannya harus diambil alih oleh negara. Hasilnya akan diberikan kepada rakyat demi memenuhi hajat hidup mereka. Negara dilarang untuk menjual kekayaan alam tersebut pada individu swasta, baik lokal maupun asing. 

Kemandirian negara dalam mengelola sendiri Sumber Daya Alam (SDA) juga dalam  membangun infrastruktur yang lainnya tentu dapat membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas bagi setiap warga negaranya. Hal ini akan sangat meminimalisir jumlah pengangguran.

Disisi lain, negara akan memberikan modal kepada orang-orang yang tidak mampu baik modal bergerak maupun tidak untuk memulai bisnis tanpa kompensasi. 

Sedangkan bagi mereka yang lemah , negara akan memberikan subsidi, ini tidak sekedar dibagi rata dan diberikan dalam jumlah yang kecil-kecil. Tetapi mereka juga dijamin oleh pemerintah selama satu tahun agar tidak kekurangan, kemudian dievaluasi pada tahun berikutnya. 

Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW dan para Khulafaur Rasyidin telah mencontohkan dengan membantu rakyat dalam mendapatkan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan modal dari Baitul Mal secara cuma-cuma dalam mengelola tanah pertanian.

Dalam sistem Islam, pendidikan juga gratis hingga perguruan tinggi. Dengan demikian, selain mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian mereka, juga dibekali dengan skill dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjalani hidup dengan baik. Sistem Islam juga merancang sistem pendidikan yang tepat sehingga tidak ada lulusan yang tidak termanfaatkan.

Penerapan sistem Islam telah memampukan negara (Daulah Khilafah) dalam menyejahterakan rakyatnya. Di era pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra. selama 10 tahun, rakyat di berbagai wilayah atau provinsi hidup makmur dan sejahtera. 

Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal, Gubernur saat itu di wilayah Yaman.

Dari mekanisme Islam ini, sangat nampak bahwa hanya sistem Islam yang hanya bisa menyelesaikan masalah pengangguran di sebuah negara, dengan diwujudkan dalam penerapan aturan Islam secara sempurna di bawah institusi Kh!4f4h Islamiyah. [ry]

Baca juga:

0 Comments: