Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna

"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta." (Terjemah Surat Hud ayat 27)

Siapa yang tidak kenal dengan Abu Jahal? Tokoh Quraisy yang memusuhi Nabi, selain Abu Lahab dan Abu Sufyan. Abu Jahal sendiri adalah sepupu jauh Nabi Muhammad. 

Nama asli Abu Jahal adalah Amr Ibn Hisham, namun dulu dikenal sebagai sebagai Abū al-akam atau bapak kebijaksanaan.

Dulunya, Abu Jahal ialah seorang yang cerdas, fasih berbicara, bijaksana, dan berpengaruh di masyarakat. Dia memiliki pengaruh besar di antara orang Makkah.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ia mendapat julukan sebagai bapak jahiliyah (bapak kebodohan).

Mengapa Abu Jahal tidak beriman? Karena dia dihinggapi penyakit gengsi. Semua hal-hal baik dalam diri Abu Jahal tidak mampu menghindarkannya dari kesombongan sehingga enggan menerima kebenaran Islam. Dia merasa takut hidupnya tidak sesuai dengan harapan sehingga harus bersembunyi di balik topeng dan ketidakjujuran.

Sedangkan Rasulullah terkenal sebagai pribadi yang jujur dari sejak kecil hingga dewasa. Beliau digelari al-amin (orang yang dapat dipercaya) karena kejujurannya. Beliau tidak pernah berbohong, menipu, dan tidak pernah berkhianat bila dititipi amanat.

Pada saat Muhammad Shallallahu alaihi wasallam diutus menjadi Rasul, beliau mulai menyampaikan wahyu dari Allah. Mendengar hal ini para pembesar bangsa itu tidak mau atau menjadi pengikut Nabi Muhammad karena mereka adalah para pembesar di Makkah. Sementara itu, pengikut Nabi Muhammad adalah orang-orang miskin.

Hal ini dibuktikan oleh keponakan Abu Jahal, Al- Mansur bin Mukhramah, saat bertanya kepada Abu Jahal, "Wahai pamanku, apakah paman menuduh Muhammad pendusta sebelum dia mengaku sebagai Nabi?"
Abu Jahal menjawab, "Wahai anak saudariku, demi Allah!
في الواقع ، عندما كان محمد لا يزال شابًا ، كان يُدعى الأمين (الموثوق به).

fi alwaqi'e, 'indama kana muhamad la yazal syaaban, kana yud'ea al'amin (almuthsuq bihi). (Sungguh saat itu Muhammad masih seorang pemuda, ia digelari al-amin atau yang dapat dipercaya. Kami tak pernah sedikit pun menyebutnya berdusta." kata Abu Jahal. Al-Mansur melanjutkan, "Wahai paman, mengapa kalian tidak mengikutinya?" Abu Jahal menjawab, "Keponakanku, kami dan Bani Hasyim sering bersaing dalam masalah kemuliaan. Jika mereka memberi makanan, kami juga memberi makanan. Jika mereka menjamu dengan minuman, kami juga demikian. Jika mereka memberi perlindungan, kami juga melakukannya. Hingga pada akhirnya kami sama-sama duduk di atas hewan tunggangan untuk berperang, kami dan Bani Hasyim sama dalam kemuliaan. Lalu, mereka mengatakan, "Di kalangan kami ada seorang Nabi. Kapan kabilahku bisa menyamai kemuliaan ini?"

Jadi, alasan Abu Jahal tidak beriman kepada Muhammad Shallallahu alaihi wasallam adalah karena dihinggapi penyakit iri, Abu Jahal gengsi bukan karena tidak percaya kepada Nabi Muhammad, hingga mereka tidak mau beriman. Padahal mereka mengerti ayat-ayat yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam sangat mengagumkan.

Sebenarnya orang-orang kafir Makkah mengagumi Al-Qur’an. Mereka kagum dengan keindahan bahasa dan makna yang ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Hanya saja mereka tidak mau beriman karena pengikut Nabi kebanyakan para budak dan orang miskin. Mereka tidak mau dihina karena berteman dengan orang miskin. Mereka menyembunyikan kekagumannya dalam hati. Akhirnya mereka tetap kafir dan ingkar kepada risalah Islam.

Keangkuhan di dalam dada menghalangi iman. Abu Jahal dan Abu Sufyan termasuk orang-orang yang mengagumi Al-Qur’an. Pada malam hari, mereka sering menyelinap ke rumah Rasulullah dan diam-diam mendengarkan bacaan Nabi Muhammad saat salat malam. 

Pada suatu malam Abu Jahal keluar menuju rumah Nabi Muhammad. Dia ingin mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari Rasulullah. Begitu pun dengan pamannya Abu Sufyan dan seorang lagi bernama al Akhnas. Namun mereka tidak saling mengetahui. Mereka menyimak bacaan ayat-ayat Al-Qur’an hingga menjelang pagi, lalu pulang. Hingga suatu malam, ketiganya secara tidak sengaja saling melihat satu sama lain. Mereka tentu saja terkejut dan merasa malu. Untuk menutup rasa malunya mereka berjanji untuk merahasiakan perbuatan mereka. Mereka malu, pada siang hari mengejek Rasulullah tapi malam harinya malah mendengarkan bacaannya. Mereka pun berjanji tidak lagi mencuri dengar bacaan Al-Qur’an. Gara-gara penyakit gengsi ini, rasa angkuh mereka telah mengalahkan keinginan mereka untuk mengimani Al-Qur’an.

Ini membuktikan bahwa tidak sedikit orang-orang yang ingkar kepada Al-Qur’an sebenarnya mengakui kebenarannya. Namun, karena angkuh alias rasa sombong, mereka enggan beriman. Dan Allah sangat membenci orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: