
OPINI
Akankah Bantuan UMKM Solusi Pengentasan Kemiskinan?
Oleh. Ariatul Fatimah, S.Pd (Guru SMA)
Kemiskinan merupakan satu kata yang menghantui sebuah negara dan setiap negara akan berupaya keras untuk mengurangi atau bahkan menghilangkannya. Namun bagaikan pungguk merindukan bulan, kemiskinan ini justru meningkat apalagi pasca Pandemi Covid-19 dimana perekonomian dunia termasuk Indonesia belum sepenuhnya pulih. Berdasarkan data dari BPS jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 juta orang terhadap September 2021. Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,50 persen, naik menjadi 7,53 persen pada September 2022 (bps.go.id,2023/01/16).
Sebagai salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia, pemerintah berharap pada tumbuh kembangnya UMKM yang ada, menurut data yang dilaporkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), total UMKM di Indonesia tembus 8,71 juta unit usaha pada 2022. Dengan jumlah yang cukup besar itu diharapkan mampu memberikan konstribusi terhadap perekonomian negara. Namun faktanya, menurut pemerintah UMKM lebih banyak dihadapkan pada permasalahan modal usaha. Sehingga negara membuat kebijakan untuk memberikan bantuan modal kepada UMKM yang diantaranya melalui PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menargetkan 16 juta perolehan nasabah pada tahun ini 2023. (kompas.com,2023/05/27). Sementara besarnya bantuan tersebut jika mengacu dengan nominal Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) tahun 2021 yaitu sebesar Rp1.200.000 setiap pelaku UMKM.
Setelah UMKM diberikan modal ternyata bukan berarti selesai masalah. Masih banyak halangan UMKM untuk berkembang diantaranya: (1) Harga bahan pokok yang naik akibat inflasi, (2) Variabel cost yang tidak murah seperti air, listrik, bensin, (3) Sulitnya memasarkan barang, (4) Proses yang berbelit dan butuh biaya untuk mengurus surat perizinan usaha, kehalalan produk, (5) Hingga adanya pajak yang harus ditanggung oleh pemilik usaha.
Semua itu tentu tak hanya terselesaikan dengan hanya bantuan modal, apalagi juga tidak semua pelaku UMKM mendapatkannya. Hal ini mengakibatkan UMKM juga seperti hidup segan mati tak mau.
UMKM yang digadang-gadang mampu bertahan ditengah krisis nyatanya tak seindah teori, pelaku UMKM mengeluh omsetnya turun karena daya beli masyarakat turun, hidup berhemat, sehingga tidak sepadan antara biaya produksi dengan keuntungan yang diperoleh.
Jika seperti ini kondisinya, tentulah keinginan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan melalui bantuan UMKM menjadi sangat mustahil untuk direalisasikan. Karena sebenarnya kemiskinan yang terjadi di negeri ini bukan semata-mata karena lemahnya UMKM saja.
Menurut harian Kompas (kompas.com,2023/04/06), penyebab kemiskinan di Indonesia karena beberapa faktor, ada faktor pribadi seperti: Penyakit mental, kecelakaan, kemalasan dan pemborosan. Faktor geografis: tidak ada sumber daya alam yang baik, iklim dan cuaca yang kurang baik sehingga menurunkan produktifitas dan bencana alam. Faktor ekonomi: distribusi kekayaan yang tidak merata, depresi ekonomi, pengangguran dan penimbunan kekayaan. Faktor sosial : sistem pendidikan yang kurang baik, perumahan yang mahal dan salah mengelola rumah tangga.
Nampaklah dari apa yang disampaikan tersebut bahwa kemiskinan ini adalah permasalahan sistemik, karena berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan. Sehingga bantuan modal UMKM hanyalah upaya tumbal sulam pemerintah yang tidak menjadi solusi yang paripurna untuk mengentaskan kemiskinan.
Islam sebagai agama yang tidak hanya mengatur urusan manusia dengan Tuhannya saja seperti ibadah, tapi juga mengatur urusan hubungan manusia satu dengan manusia yang lain (muamalah), menawarkan solusi yang paripurna dalam menyelesaikan kemiskinan. Islam memandang bahwa kemiskinan itu erat kaitannya dengan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat akan terukur dengan terpenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan bahkan juga bisa memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.
Hal itu bisa terwujud karena Islam mengatur terkait dengan kepemilikan dengan pembagian kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara, sehingga tidak semuanya bisa dimiliki oleh individu seperti dalam sistem kapitalisme. Islam mengatur pula bagaimana distribusinya, serta menerapkan sanksi yang tegas atas setiap pelanggaran, seperti korupsi, penimbunan, penguasaan diluar kepemilikan individu.
Islam juga mengatur terkait dengan pos-pos anggaran pemasukan dan pengeluaran negara berdasarkan Al Qur’an, hadits, Ijma’ shahabat dan qiyas. Sehingga dengan Islam yang diterapkan secara kaffah dalam semua aspek kehidupan maka Rahmatan Lil ‘Alaamiin akan terwujud, kesejahteraan rakyat akan tercapai dan kemiskinan akan terselesaikan secara paripurna, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kejayaan Islam saat Khil4f4h masih diterapkan di bumi ini. Wallahu a’lam bish showaab.
Baca juga:

0 Comments: