Headlines
Loading...
'Baby Blues' Meluber, Buah Penerapan Sistem Sekuler

'Baby Blues' Meluber, Buah Penerapan Sistem Sekuler

Oleh. Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)

Gangguan kesehatan pada ibu hamil, menyusui, dan ibu dengan anak usia dini yang sering disebut dengan istilah 'baby blues', menjadi salah satu kelompok masyarakat dengan persentase gangguan kesehatan mental tinggi di Indonesia. Bahkan tertinggi ketiga di Asia. Kondisi 'baby blues' biasanya terjadi karena perubahan hormonal, meskipun seorang wanita sudah lama mempersiapkan diri sebagai calon ibu. 'Baby blues' juga bisa dialami oleh wanita yang hamil karena 'kecelakaan' hingga berada dalam rumah tangga yang tak harmonis, atau mengalami KDRT.

Perubahan perasaan pada ibu pasca persalinan harus dipahami oleh lingkungan sekitarnya, seperti suami, anggota keluarga yang lain, masyarakat, lebih-lebih negara. Jika lingkungan tak dapat memahami kondisi ibu atau calon ibu yang tiba-tiba merasa sedih, ingin menangis, cemas, takut, insomnia, dan 'uring-uringan', maka kondisi ini akan berujung pada depresi. Saat depresi inilah seorang ibu bisa bertindak di luar logika, misalnya bunuh diri, membunuh buah hatinya sendiri, atau melakukan tindakan kriminal lainnya.

Maka, seorang ibu dan calon ibu membutuhkan dukungan suami dan lingkungan tempat tinggalnya untuk melewati kondisi 'baby blues'. Hal ini diungkap oleh psikolog Maria Ekowati dalam jumpa pers, "Kalau sekitarnya tak bisa memahami itu akan sulit, (baby blues)  itu bisa berkepanjangan pasca persalinan," kata Maria. (republika.co.id, 28/5/2023)

Tingginya kasus 'baby blues' menandakan bahwa kesehatan mental itu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kesiapan menjadi orang tua. Sayangnya, kurikulum pendidikan di Indonesia tidak menjadikan kesiapan menjadi orang tua sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki. Negara yang mengembangkan sistem pendidikan sekuler dengan mencontoh Barat asing yang liberal, akan menjadikan laki-laki kurang memiliki kesiapan untuk menjadi seorang ayah yang mempunyai kewajiban untuk melindungi, mengayomi, menafkahi, dan menunjukkan kebaikan pada istri dan buah hatinya. 

Begitu juga dengan perempuan. Pendidikan sekuler liberal yang menyibukkan perempuan untuk meraih kebahagiaan semu justru mengaborsi perannya sebagai ibu, yakni sebagai 'madrasah ula' (sekolah pertama) bagi buah hatinya. 

Dengan menjauhkan pola pendidikan dari Islam, maka seorang ibu akan jauh dari fitrah kelembutan, dan ketelatenannya sebagai seorang ibu. Akibatnya, saat menjadi ibu dengan seabrek tugas yang harus dituntaskan akan berujung pada kebingungan dan stres, rasa khawatir, takut, serta cemas. 

'Baby blues' meluber, menyerang pada sebagian besar ibu muda. Pendidikan sekuler gagal mengantarkan perempuan sebagai pilar penyangga kekuatan negara dalam mewujudkan generasi terbaik dengan kesehatan fisik dan mental yang kuat, apalagi dengan sabar, berpayah-payah mengandung dan melahirkan hingga dapat mandiri saat dewasa.

Pemberdayaan generasi untuk ekonomi akan membentuk masyarakat individualis yang membuat tiap individu kurang peduli dan cuek dengan kondisi sekitarnya. Padahal Islam memandang bahwa masyarakat merupakan 'support' bagi pembentukan struktur terkecil dari sebuah negara, yakni keluarga. 

Negara yang menjadikan Al-Qur'an dan Hadis  sebagai pedoman hidup, akan mendorong masyarakat agar 'fastabiqul khoirot' dan melakukan amar makruf nahi mungkar, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan dan saling menasihati satu sama lain agar keharmonisan hidup bersama terjaga. Dalam ayat-ayat Al-Qur'an, Allah memberikan 'reward' pahala bagi seorang muslim yang dapat membahagiakan muslim lainnya. 

Di dalam hadis, Rasulullah Saw menganjurkan agar seorang tetangga selalu berbuat baik, saling berbagi makanan. Juga menjaga lisan dan perbuatannya dari hal-hal yang dapat membuat kenyamanan tetangga terusik. 

Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,  hendaklah ia memuliakan tetangganya". (HR. Bukhari Muslim)

Memuliakan tetangga dapat diwujudkan dengan memberikan ucapan selamat atas kelahiran bayi. Maka bagi ibu yang memperoleh perhatian dari tetangganya, rasa percaya dirinya akan semakin kuat. Apalagi Islam juga menganjurkan untuk saling silaturahmi dan mendoakan. Hal ini juga sebagai 'support' bagi bangkitnya kekuatan seorang ibu dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.

Secara historis telah terbukti bahwa keberhasilan pola pendidikan Islam yang komprehensif dapat menjamin keberlangsungan peradaban Islam. Tentu hal ini terwujud saat negara menerapkan sistem Islam kafah dalam bernegara. Pasalnya, aspek-aspek lain yang mendukung hadirnya keluarga tangguh, yang ditopang oleh peran ayah dan ibu tangguh, akan tegak pula. Seperti kesejahteraan keluarga akan terwujud dengan tegaknya sistem ekonomi Islam.

Arus sekularisme liberalisme yang memicu hamil karena 'kecelakaan', hanya akan berhenti saat sistem politik Islam tegak. 
Walhasil, penerapan Sistem Islam kafah merupakan satu-satunya penyelamat bagi negara yang ingin memainkan perannya sebagai pemelihara  kehidupan, dengan menjaga kesehatan mental ibu. 

Wallahualam bissawab.

[Dn]

Baca juga:

0 Comments: