Headlines
Loading...
Oleh. Afiyah Rasyad
(Emak Big 5)

Layang-layang terbang dengan indah. Ada beberapa yang siap bertanding. Netra Muads tajam menyapu layang-layang tanding. Satu layang-layang berwarna kuning dan hijau terputus. Langkah kaki Muads melaju dengan cepat mengikuti arah layang-layang yang dibawa angin tanpa kendali.

Muads berhasil membawa banyak layang-layang. Dia selalu bahagia setiap membawa pulang layang-layang putus. Keseruan bermainnya harus terhenti saat suara umi sudah terdengar mendekat. Tangannya menggulung benang dengan agak malas.

Benar saja, umi mencari dan memintanya pulang. Muads patuh. Dia memasukkan delapan layang-layang yang beraneka ragam dan benang ke kresek merah. Diikatnya kedua ujung pegangan kresek dengan rafia menyerupai tas. Lantas, dia memakainya di punggung. Dia mengikuti irama langkah umi. Dia menikmati langkah umi yang tidak tergesa dan tenang, tetapi tidak lambat.

Sesampainya di rumah, umi memberi wejangan untuk bermain mengingat waktu. Apalagi sudah azan, seharusnya dia mendahulukan salat dan menjaga kesehatan tubuhnya. Muads mematuhi apa yang disampaikan umi meski melakukannya sambil cemberut.

"Setelah salat, makan, dengarkan cerita Umi," kata umi membuat Muads bersemangat.

Muads segera salat dengan adiknya. Lalu, mereka tanang dengan tenang dan tertib. Muads tak sabar ingin mendengarkan umi bercerita. Meski kadang dia merasa cerita umi diulang, tetapi dia dan adiknya selalu senang jika umi bercerita dan bercanda bersama.

"Nak, main itu boleh, tapi kalau sudah ada azan, harus pulang untuk salat. Mainnya bisa dilanjut nanti atau besok. Kita minta sama Allah agar bisa main lagi," ucap umi.

"Tapi, nanggung, Mi," Kilah Muads yang dibenarkan adiknya.

"Pas seru-serunya gitu." Timpal Musa bersemangat.

"Iya, tapi kalau Allah sudah memanggil harus dipatuhi."

Muads mendengarkan dengan baik. Dia mulai memahami maksud umi saat umi berkisah tentang pengorbanan Nabi Ibrahim saat diperintahkan Allah untuk menyembelih Nabi Ismail. Dua nabi mulia itu, ayah dan anak mematuhinya tanpa ragu.

"Nah, Nabi Ibrahim saja patuh disuruh menyembelih putranya dan Nabi Ismail juga patuh meski harus disembelih. Kenapa kita berat untuk salat, padahal hanya layangan saja yang harus kita letakkan, bukan disobek atau dirusak." Penjelasan umi dimengerti Muads yang sudah berusia delapan tahun.

"Apa tidak sayang Nabi Ibrahim sama Nabi Ismail, Mi?" Musa penasaran.

"Tentu saja sayang. Tetapi, menyembelih Nabi Ismail itu bukan kurban biasa. Kurban yang istimewa untuk menguji Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Dik. Tapi, sama Allah akhirnya diganti domba 'kan, Mi?" Muads memastikan pada umi.

"Benar, Mas," jawab umi.

Muads pernah mendengar kisah ini sebelumnya dari abi dan ustaznya. Dia suka dengan kisah pengorbanan dua nabi itu. Muads garuk-garuk kepala karena tadi saat asyik main layangan, dia sempat berat pulang. Padahal, hanya diminta salat, bukan kurban nyawa.

Baca juga:

0 Comments: