Headlines
Loading...
Oleh. Irmawati (Aktivis Dakwah Kampus)

Kekerasan seksual pada anak kembali terjadi, misalnya kasus kekerasan seksual pada anak 15 tahun yang terjadi di Sulteng yang dilakukan oleh 11 pelaku. Dari peristiwa yang terjadi ini hanya sebagian yang terbaca oleh media. Sebenarnya, masih sangat banyak peristiwa serupa yang terjadi. Mirisnya, kasus ini mengalami kekeliruan dalam pendefinisiannya. Kasus ini hanya dianggap sebagai persetubuhan anak, bukan kekerasan seksual. Dengan kata lain kasus ini dilakukan tanpa paksaan oleh pelaku (tempo.com 04/06/2023).

Tidak bisa dimungkiri, kasus pelecehan seksual pada anak semakin memprihatinkan karena justru semakin meningkat jumlahnya. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor, di antaranya: 

Pertama, salah satu alasan kejahatan di berbagai aspek tidak bisa dimungkiri penyebabnya adalah faktor ekonomi. Apalagi kondisi kekurangan dan pemenuhan kebutuhan yang begitu sulit sehingga menghalalkan berbagai cara. Sehingga banyak anak memberi kepercayaan kepada pelaku yang memberikan janji-janji akan mencarikan pekerjaan atau lainnya.  

Kedua, hukum yang diberikan pada pelaku tidak mampu memberi efek jera. Penegakan hukum yang ada, tidak efektif dan tidak mampu memberikan efek jera kepada pelaku. Regulasi-regulasi hukum yang diberikan dalam menghadapi kasus ini tidak memberikan kejelasan secara umum. Sehingga terkesan abai dalam pandangan masyarakat bahkan terkadang kasusnya menghilang karena pelaku dekat dengan penguasa. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dampak dari kekerasan seksual pada anak adalah adanya trauma jangka panjang pada anak, rasa takut yang selalu menghantuinya yang akhirnya akan berpengaruh pada kesehatannya secara mental hingga fisik. 

Ketiga, media publik yang diakses anak tidak ada batasan  sehingga sudah menjadi tontonan setiap hari di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi, ini sudah menjadi hal yang biasa dalam sistem kapitalis yang diemban negara yang berasas pada sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan), sehingga apapun permasalahannya tidak mampu diselesaikan dengan tuntas karena hukum yang diambil adalah hukum buatan manusia. Dalam sistem sekuler ini, pemerintah tidak mampu membendung situs-situs porno yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Situs-situs porno tersebut justru menjadi lahan  bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sistem ini  juga yang membiarkan perzinahan meningkat, bahkan  atas nama kebebasan berperilaku, negara malah memfasilitasi. 

Islam tidak membenarkan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap anak dan perempuan. Islam menjaga anak sejak dalam kandungan, termasuk wanita. Islam memberikan tempat yang mulia dan istimewa. Islam menjadikan anak perempuan istimewa bagi orang tuanya, hingga memuliakan mereka sebagai ibu yang akan melahirkan generasi peradaban.

 Allah Swt. menjamin hak hidup bagi anak dan perempuan sejak dalam kandungan. Seperti dalam sabda-Nya, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin, Kami berikan kualitas hidup untuk mereka dan kamu, sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS. Al-Isra: 31).

 Islam memberikan aturan yang mengatur, melindungi dan menghormati anak-anak dan perempuan sejak lahir sampai meninggal. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang memiliki tiga anak perempuan, kemudian dia bersabar, memberi mereka makan, minum dan pakaian dari hasil usahanya, maka mereka akan menjadi tameng baginya dari api neraka di hari kiamat.”

 Islam melarang pemukulan terhadap anak sebelum mereka berusia sepuluh tahun, sebagaimana sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Suruh anak-anakmu shalat ketika mereka berusia tujuh tahun!)" Dapat kita pahami dari hadis tersebut bahwa pemukulan hanya untuk mereka yang telah mencapai usia 10 tahun atau lebih. Seperti yang juga dikatakannya, “Sanksi berlaku untuk anak-anak yang berusia 10 tahun”.

Dengan demikian, hukum Islam memberikan solusi yang menyeluruh baik bagi perempuan maupun laki-laki, tanpa diskriminasi sedikit pun. Bahkan anak perempuan menjadi pusat perhatian dan penghormatan oleh keluarga, masyarakat dan negaranya yaitu Khilafah di mana mereka juga mendapatkan kesempatan pendidikan seperti anak laki-laki. Hal ini dapat dilihat dalam hukum Islam secara umum, khususnya kewajiban belajar secara umum. 

Allah Swt. berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu." (QS. At-Tahrim: 6). Ayat ini mendasari kewajiban para ayah untuk mendidik dan membesarkan keluarganya  serta melakukan amar makruf dan nahi munkar. Karena Islam mengutamakan perlindungan anak dan perempuan, melarang segala penyerangan terhadap mereka, dan menerapkan hukum yang tegas dalam hal ini.  Islam juga melarang pelanggaran kehormatan dalam bentuk apapun. Pada masa Nabi atau khalifah berikutnya, tidak ada laporan penyerangan terhadap anak perempuan atau perempuan. 

Semua orang tahu bahwa status perempuan dan pelanggaran martabat mereka adalah ilegal. Bahkan mereka diawasi dan dijaga oleh negara Khilafah, sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “kemuliaan seorang wanita adalah kehormatan seorang sultan”, karena sultan adalah pelindung kehormatan baik kaum muslimin maupun ahlu dzimmah. Islam mendorong kesalehan dalam diri setiap individu dengan menjaga rasa akuntabilitas dan tanggung jawab. Islam menolak liberalisme atau ide berbahaya lainnya yang mendorong individu untuk bertindak sesuai keinginan dan keinginan mereka sendiri yang merupakan salah satu penyebab utama kekerasan terhadap anak dan perempuan. 

Syariah melarang setiap tindakan yang merendahkan martabat perempuan, yang pada gilirannya mengarah pada kekerasan. Jadi, Islam melarang seks dan objektifikasi atau terlibat dalam bisnis apa pun yang mengeksploitasi kecantikan dan tubuhnya. Islam dengan tegas melarang segala bentuk penyerangan atau kekerasan terhadap perempuan, baik di dalam rumah maulun di jalanan. Rasulullah saw. bersabda, “Jangan memukul hamba Allah yang perempuan/ istri." [my]

Baca juga:

0 Comments: