
surat pembaca
Ekspor Bikin Tekor
Oleh. Nunik Umma Fayha
Mei 2023 lalu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut (Kompas.id, 6/6/2023).
PP ini membuka kembali peluang ekspor pasir laut yang telah dilarang sejak 20 tahun lalu baik melalui UU no. 33 tahum 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut. Termasuk juga Kepmenperin no. 117 tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Laut untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih luas yaitu tenggelamnya pulau-pulau kecil.
Dibukanya keran ekspor pasir laut ini sejatinya hanya legalisasi, sebab pengerukan pasir dan ekspornya masih terus berjalan meski aturan pelarangan masih berlaku.
Dalih pemerintah membuka kembali keran ekspor di antaranya adanya potensi pendapatan negara. Selama ini, pengerukan dan ekspor pasir dilakukan besar-besaran karena tingginya permintaan pasar. Menurut pernyataan Trenggono, Menteri KKP, daripada pihak lain yang diuntungkan, lebih baik potensi ini diambil sendiri oleh negara.
Hal lain yang mendasari dikeluarkannya PP adalah bahwa eksplorasi yang diberikan ijin yaitu selama yang dikeruk adalah hasil sedimentasi sehingga tidak merusak ekosistem perairan. Akan ada pengawasan untuk itu. Faktanya, banyak pulau kecil hilang atau menyempit karena dikeruk pantainya. Nelayan tradisional dengan perahu sederhananya kesulitan mendapat ikan, karena daerah yang mampu diarungi perahu tidak memberikan ekosistem bagus bagi kehidupan ikan tangkapan lagi.
Tekor akibat Eksplorasi
Eksplorasi pasir laut dihentikan 20 tahun lalu bukan tanpa sebab. Rini Soemarno, Menteri Perdagangan saat itu, mengeluarkan SK Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 yang menjadikan kerusakan lingkungan sebagai dasar dikeluarkannya peraturan penghentian ekspor pasir laut (voi.id, 30/5/2023).
Kerusakan kasat mata akibat eksplorasi pasir laut meliputi kerusakan ekosistem laut dan tenggelamnya beberapa pulau kecil di sepanjang garis batas terluar di wilayah Kepulauan Riau.
Pergeseran garis terluar Indonesia berkebalikan dengan Singapura yang terus melakukan reklamasi. Garis perbatasan Indonesia semakin menjorok ke dalam digeser garis batas Singapura yang semakin meluas akibat titik pangkal garis perbatasan yang berubah karena luas daratan semakin lebar. Permasalahan eksplorasi pasir ini adalah masalah geopolitik di Asia Tenggara. Reklamasi daratan Singapura ini pada dasarnya seperti 'penjarahan' wilayah tetangga.
Yang mengherankan, meski potensi Tekor sudah nampak kasat mata, tetap saja potensi pendapatan negara dijadikan alasan. Daripada dikeruk tetangga dan mereka yang dapat keuntingan, mengapa bukan kita sendiri saja yang melakukan? Seperti yang disampaikan Menteri KKP. Sedemikian 'desperate'nya pemerintah mencari pemasukan hingga menghalalkan eksplorasi yang berpotensi bikin tekor. Padahal kekayaan alam luar biasa negeri ini kalau dikelola negara dengan benar akan memakmurkan negeri. Apabila pejabat jujur dan menjadikan jabatannya sebagai amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan, maka tidak ada kekayaan alam yang rusak, yang membahayakan pertahanan negara. Sebab korporasi tidak akan mendapatkan kesempatan untuk menunggangi kekuasaan dan mengambil alihnya. Pada akhirnya, tekor karena ekspor. Tekor karena eksplor tidak akan terjadi berkat pengemban amanah yang teguh mengurus rakyat bukannya mengurus sebagian rakyat.
Wallahualam. [Dn]
Baca juga:

0 Comments: