
Oleh. Purwanti
Malam ini entah kenapa Athiyah tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia merasa terusik dengan ajakan seorang ibu parah baya yang ia kenal di sebuah komunitas kebaikan. Bu Sarah mengajaknya urunan untuk berkurban.
Jujur, secara ekonomi Athiyah kurang mampu dan hanya cukup makan sehari-hari. Kalaupun ada lebih, sudah dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih darurat. Ia hanya seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya mengurus ketiga buah hati dan suami itu merasa tidak mungkin bisa ikutan urunan itu.
"Darimana aku bisa dapat uang untuk urunan itu?" Athiyah bertanya pada dirinya sendiri.
Penghasilan suami dari kerja di ladang orang dan hasil panen dari ladang sendiri tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, terkadang mereka harus bersabar dengan hanya makan sayuran yang tumbuh di ladang mereka. Memang selama ini belum pernah mereka tidak pernah makan seharian kecuali saat mereka puasa.
"Semoga Allah berikan jalan agar aku bisa ikut urunan kurban bareng Bu Sarah," batinnya.
Pagi ini selepas salat subuh, Athiyah mengecek gawainya. Ada beberapa pesan yang belum ia baca di grup yang dia ikuti. Dengan perlahan ia baca satu per satu pesan itu. Alhamdulillah masuk pesan dari Bu Sarah. Beliau menginfokan bahwa ada challenge nulis singkat dengan reward voucher kurban bagi tulisan terbanyak.
"Wah, kayaknya ini adalah jawaban kekhawatiranku tadi malam," gumam Athiyah.
Athiyah berharap kali ini dia benar-benar bisa menaklukkan challenge. Bukan karena reward, tetapi niat lillah dan sebagai wasilah agar ia terbiasa menulis. Karena selama ini sudah banyak ilmu kepenulisan yang ia dapat tapi masih minim aksi.
* * *
Perjuangan Athiyyah menulis rutin setiap hari tidaklah semudah membuat komitmen menulis. Ada saja alasan dan gangguan yang menghampirinya.
Seperti hari ini, saat sedang mempersiapkan sarapan di dapur, Athiyyah mendapatkan ide untuk menulis. Namun, karena ia lupa mencatatnya, ide itu kabur entah ke mana.
Di saat yang lain, ketika ada waktu untuk sendiri ternyata rasa kantuk luar biasa menyerang. Mata tak mampu dibuka. Akhirnya, tanpa sadar Athiyyah tertidur sambil memegang gawainya.
Hal seperti itu hampir sering terjadi padanya. Namun, Athiyyah tak mau mundur dan menyerah dengan keadaan.
Kesibukannya sebagai ibu rumah tangga dan aktivitas mengisi kajian cukup menguras energinya setiap hari. Ditambah lagi terkadang ia harus membantu suami di ladang.
Ada waktu luang menulis, hanya malam saat ketiga buah hatinya telah tertidur lelap.
* * *
Saat cahaya matahari menerangi bumi, Athiyyah baru saja selesai menuntaskan pekerjaan rumahnya dan ketiga buah hatinya juga sudah kenyang dan wangi. Dia terpikir untuk menuangkan ide yang ia dapat tadi saat beberes rumah. Dengan duduk bersila dan mencari posisi yang nyaman, Athiyyah mulai memainkan jari jemarinya di gawai kesayangannya. Alhamdulillah, tulisan itu selesai dalam waktu kurang dari dua jam. Setelah itu, ia membaca ulang hasil tulisannya dan menambah serta mengurangi kalimat hingga terasa pas. Setelah merasa yakin dengan tulisannya, ia langsung mengirim ke mbak Dyah admin media online via wa.
Sejujurnya, Athiyyah kurang percaya diri untuk mengirim hasil tulisannya ke media karena khawatir tulisannya tidak layak. Namun, ia ingat dengan perkataan seorang guru di grup kepenulisan yang dia ikuti bahwa tulisan itu ada jodohnya masing-masing. Kita tak akan tahu, apakah tulisan kita itu bagus atau tidak. Yang menentukan itu ya pembaca. Kira-kira begitulah ungkapan guru tersebut.
"Alhamdulillah, satu tulisan sudah selesai," ungkap wanita yang berdarah Jawa itu.
* * *
Tiga hari ini Athiyyah masih kepikiran naskah yang dikirimnya, apakah layak publish atau tidak. Bolak-balik ia mengecek grup khusus kontributor media online tersebut. Sayang belum ada info.
Namun kerisauan Athiyyah terjawab ketika dapat chat balasan dari mbak Dyah yang ternyata naskahnya harus direvisi. Ia menyatakan akan berusaha memperbaiki tulisannya.
Athiyyah bertekad menyelesaikan naskah tersebut pekan ini juga. Karena suatu kebaikan itu kalo ditunda-tunda, akhirnya tidak terealisasi juga.
Saat semua orang terlelap dan mimpi indah, Athiyyah masih sibuk dengan gawainya demi merampungkan tulisannya. Tidak mudah menyinkronkan mata yang mulai ingin dipejamkan dengan ide yang ada di kepala. Beberapa kali ia harus menekan tanda silang digawainya karena salah ketik atau narasi yang terlalu lebar. Namun perjuangan tidak akan mengkhianati hasil. Setelah cukup lama ia berkutat, akhirnya naskah itu selesai dan langsung meluncur kembali ke Mbak Dyah.
Setelah Athiyyah menyelesaikan tulisan perdananya, rasa kantuknya hilang dan malah bermunculan ide-ide lainnya. Dengan gerakan cepat, ia mengambil buku catatan dan pulpen. Ia tulis poin demi poin dari ide tersebut. Langsung ia eksekusi satu ide dan dalam waktu tidak kurang dari dua jam, ia pun berhasil menuntaskannya.
Begitulah yang dilakukan Athiyyah setiap hari. Saat dapat ide, langsung ia catat baik di gawai atau di buku catatan pribadinya.
Ia tak pernah menghitung berapa jumlah naskah yang sudah dikirim dan sudah berapa kali dia dapat surat cinta dari editor untuk merevisi tulisannya. Surat cinta itu bukan menyurutkan semangat menulisnya namun menjadi pemicu baginya untuk terus belajar dan menulis.
Siang itu, Athiyyah sibuk membalas chat dari teman satu kelompok kajiannya. Lalu, masuk notifikasi di grup challenge menulis namun ia tidak langsung membuka notifikasi tersebut. Ia masih sibuk berbalas chat dengan temannya membahas agenda kajian bersama ibu-ibu di kampungnya.
Setelah obrolan singkat bareng teman-teman selesai, ia lanjut menemani anak-anak bermain. Selepas salat maghrib, Athiyyah kembali membuka gawainya dan teringat notifikasi tadi siang. Ternyata sudah ada ratusan chat yang masuk di grup menulis itu. Dengan perlahan, Athiyyah membaca pesan itu satu demi satu dan ada satu chat dari Bu Sarah yang membuat ia terdiam dan terbengong. Antara ia bermimpi atau ini memang nyata.
Tadi siang Bu Sarah mengumumkan para penakluk challenge menulis singkat dengan reward voucher kurban. Ada beberapa nama yang dicantumkan di pesan itu. Salah satunya adalah nama Athiyyah sendiri. Walaupun bukan yang paling atas, namun ia sangat bersyukur bisa menaklukkan challenge kali ini.
Memang dari awal bukan reward yang ia harapkan, tetapi kebiasaan menulis yang terbentuk pada dirinya. Setelah ikut challenge ini, Athiyyah berazam akan terus dan terus menulis meskipun tidak hadiah yang disediakan. [CF]
Baca juga:

0 Comments: