OPINI
Indonesia Darurat Sifilis?
Oleh. Fauziyah (Pemerhati Masalah Sosial)
Sifilis adalah salah satu penyakit reproduksi yang telah lama kita kenal. Sifilis adalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang ditularkan melalui kontak seksual dengan seseorang yang terinfeksi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema Pallidum, yang masuk dan menginfeksi seseorang melalui luka di vagina, penis, anus, bibir, atau mulut. Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang kasus Sifilis. Pada data tahun 2022 sebanyak 16.283 kasus sifilis yang diterima oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tersebar di wilayah Indonesia yaitu Papua, Jawa Barat, DKI Jakarta, Papua Barat, Bali, Banten, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Maluku (Klikpendidikan.id, 23/06/2023).
Jabar menjadi peringkat kedua yang tercatat 3.186 pasien terjangkit sifilis sepanjang data 2018-2022. Hasil skrining Dinas Kesehatan Provinsi Jabar di beberapa kota menemukan 830 kasus. Rochady HS Wibawa, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jabar menjelaskan, “Dari 29.552 pemeriksaan yang dilakukan, terdapat 830 orang yang dinyatakan positif mengidap sifilis. Meskipun pemeriksaan juga dilakukan di wilayah lainnya, angkanya fluktuatif tergantung pada kepadatan penduduk. Namun, Kota Bandung memiliki angka tertinggi. Jika skrining dilakukan menyeluruh, kemungkinan temuan kasus akan lebih tinggi daripada data saat ini”. Selain itu, Gubernur Jawa Barat M. Ridwan Kamil menyampaikan, “Obat sifilis sudah disalurkan ke puskesmas-puskesmas dan kita melakukan beberapa tindakan, salah satunya melakukan skrining sampai ke level kecamatan kepada populasi kunci dan kepada ibu-ibu hamil (Radar Jabar, 23/06/2023).”
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian mengatakan, “Tingginya kasus sifilis di Kota Bandung karena tingginya angka pemeriksaan, perilaku seks masyarakat di perkotaan, dan hubungan seksual yang dilakukan secara tidak aman. Kasus ini juga ditemukan pada ibu hamil di mana hal itu bisa berpengaruh terhadap kondisi kandungan.” Pemeriksaan akan terus dilakukan guna mendeteksi secara dini agar kasus sifilis dapat terungkap sehingga pengobatan dan pencegahan penularan sifilis dapat segera dilaksanakan. (CNN Indonesia, 17/07/2023)
Tingginya kasus sifilis (dan penyakit menukar seksual lainnya) menunjukkan buruknya pergaulan saat ini. Liberalisasi pergaulan terbukti membawa masalah besar pada kehidupan masyarakat. Kondisi lebih buruk niscaya akan terjadi jika legalisasi LGBT di negeri ini disahkan. Seperti inilah kehidupan yang dihasilkan dari cara pandang sekularisme kapitalisme.
Berbeda dengan Islam, di mana Islam telah menentukan tata pergaulan yang sehat dan sesuai syariat. Semua ada aturan Allah, dan semua untuk kebaikan umat manusia.
Dalam kitab Nidzamul Ijtima’iy dari Syekh Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan bahwa kapitalisme menganggap penyaluran hasrat sebagai kebutuhan bukan sebuah naluri. Menurut kapitalisme kebutuhan ini harus dipenuhi saat itu juga, jika tidak dipenuhi akan mengakibatkan bahaya fisik, psikis maupun akalnya. Maka hal ini mewujudkan pemikiran Barat yang mengundang hasrat seperti dalam buku, film, dan karya mereka. Namun sayangnya orang Islam juga ikut menganggap hal tersebut sebagai tren atau gaya hidup modern yang patut diikuti. Padahal tindakan tersebut adalah awal dari kehancuran manusia.
Sesungguhnya Islam sebagai Ideologi telah mengatur agar manusia dan interaksi di antara mereka menjadi interaksi yang mendatangkan keberkahan juga termasuk kebutuhan seksual. Syekh Taqiyuddin An Nabhani memberikan rincian sistem pergaulan baik dalam individu, masyarakat, dan negara. Dalam kitabnya menjelaskan bahwa Islam tidak menafikan kebutuhan seksual diantara lawan jenis, yaitu dengan hubungan suami-istri (pernikahan). Islam mengharamkan perzinaan, dan segala aktivitas seksual yang menyimpang.
Selain itu kebutuhan seksual bukan termasuk kebutuhan jasmani sebagaimana apa yang dianggap kalangan Barat. Naluri ini akan muncul ketika ada pemicunya, maka dalam kehidupan publik masyarakat Islam tidak menjadikan interaksi laki-laki dan perempuan bersifat seksual, melainkan interaksi saling tolong menolong. Aktivitas yang dapat memicu munculnya naluri tersebut akan ditutup rapat dengan adanya sistem pergaulan Islam.
Dalam QS. An-Nur ayat 30-31, Islam memerintahkan menundukkan pandangan, menutup aurat bagi para muslimah di lingkungan publik. Selain itu, Islam melarang perempuan melakukan perjalanan dengan tanpa mahram, dan melarang istri ke luar rumah kecuali dengan izin suaminya, juga melarang untuk berikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan kecuali terdapat hajat syari seperti pendidikan, kesehatan, dan muamalah.
Hal ini wajib dipahami bagi setiap individu Islam untuk mewujudkan kehidupan yang mendatangkan keberkahan. Penerapan ini dilakukan masyarakat sebagai penjaga dan negara sebagai penerap hukum. Terbukti selama 1.300 tahun aturan ini telah diterapkan secara praktis yang membawa kebaikan. Jadi masihkah kita akan mengabaikan aturan-aturan-Nya? [Ni]
0 Comments: